
TIDAK HARUS SARJANA KOMUNIKASI, KOMPETENSI APA YANG SEBENARNYA DIBUTUHKAN OLEH PRAKTISI KOMUNIKASI




Oleh : Alyda Khairunnisa
Berdasarkan data dari LTMPT, pada tahun 2021 peminat SBMPTN jurusan Ilmu Komunikasi di 15 Universitas Negeri terkemuka mencapai angka 33.513 peminat. Angka yang cukup fantastis dan luar biasa. Mengejutkannya ini hanya berasal dari satu jalur seleksi saja. Jika ditinjau data dari peminat SNMPTN dan jalur mandiri pada tahun yang sama, sudah pasti angka yang dihasilkan akan lebih besar. Lagi-lagi ini baru 15 PTN terkemuka, bagaimana jika seluruh PTN dan PTS diakumulasikan? Tentu akan merepresentasikan bagaimana besarnya minat dari para calon mahasiswa terhadap jurusan Ilmu Komunikasi.



Lantas, ada apa sih dengan jurusan Ilmu Komunikasi? Mengapa Ilmu Komunikasi menjadi salah satu jurusan buronan bagi para calon mahasiswa? “Masuk komunikasi biar entar lulusnya bisa kerja dimana aja”, ucap teman kelas penulis yang tidak ingin disebutkan identitasnya pada saat kelas Pengantar Ilmu Komunikasi selesai di salah satu ruang kelas FISIP UNMUL, Kamis (10/11/22).



Pendapat tersebut tidak sepenuhnya salah, karena memang jurusan Ilmu Komunikasi dibutuhkan dalam semua lini kehidupan masyarakat, entah itu sebagai Public Relation, Marketing, dan HR disetiap jenis perusahaan, maupun sebagai jurnalis, wartawan, fotografer, videografer, dan reporter di dunia massa.



Sejalan dengan peminat jurusan Komunikasi di bangku perkuliahan, pekerjaan dan profesi di bidang komunikasi juga menunjukkan hal yang signifikan, dimana semakin banyaknya praktisi-praktisi komunikasi yang bermunculan dewasa ini. Poin utama dari fenomena ini adalah praktisi-praktisi yang muncul tersebut ternyata sebagian besar bukan merupakan lulusan dan cetakan jurusan Komunikasi. Hal ini tentu menjadi sebuah pertanyaan besar di benak kita, terkhusus bagi para pegiat yang mendalami jurusan tersebut.



Bagaimana kemudian lulusan Komunikasi bisa kalah saing dengan mereka yang bahkan tidak mempunyai basic pendidikan yang sama. Lapangan-lapangan pekerjaan bagi lulusan Ilmu Komunikasi nyatanya juga banyak diambil alih oleh jurusan lain. Apa yang salah? Inilah tantangan terbesar bagi para lulusan Komunikasi untuk bisa menjawab hal tersebut.



Mengulik fenomena ini, penulis bersama kedua rekan kelasnya mendatangi seorang Guru PNS sekaligus Waka Humas di SMKN 5 Samarinda, pada Kamis (17/11/22).
“Mulai bekerja menjadi humas sejak tahun 2021 dan pendidikan terakhir lulusan S1 Sistem Informasi”, ungkap Husaini Abu Naufal dalam wawancara bersama penulis pada hari itu.
Ia berbagi sedikit kisahnya sebelum berada di posisi Waka Humas SMKN 5 Samarinda saat ini. “Awalnya sebenarnya meniti karirnya agak panjang. Berawal dari Asisten Humas pada saat itu (tahun 2021), lalu di tahun berikutnya kebetulan Waka Humas diangkat sebagai Kepala Sekolah, maka saya diminta dari rapat manajemen menggantikan beliau sebagai Waka Humas pada saat itu”, ucapnya.
Sebagai Waka Humas SMKN 5 Samarinda, Husaini menyebutkan bahwa Ia merupakan corong pertama antara pihak sekolah dan dunia luar yang mencakup instansi-instansi, orang tua/wali murid, komite, dan lembaga-lembaga industri.
“Jadi, tugas kami memberikan informasi kepada dunia luar”, tambahnya.
Selain itu, Ia juga menyebutkan bahwa Waka Humas SMKN 5 Samarinda bertanggung jawab terhadap promosi dan juga publikasi sekolah.
Merujuk pada pemaparannya, Husaini menjelaskan kompetensi apa yang Ia perlukan hingga bisa berhasil menjabat dengan baik sebagai Humas SMKN 5 Samarinda. Pertama, kemampuan berbicara atau berkomunikasi. Husaini menyebutkan penting bahwa sebuah informasi baik yang sederhana maupun yang sangat detail dapat diterima dan tersampaikan dengan baik oleh orang-orang yang diajak berkomunikasi.
Kedua, kemampuan berdiplomasi. Ia menyebutkan kemampuan ini sangat diperlukan agar dunia industri mau menerima dan bekerja sama dengan SMKN 5 Samarinda. Ketiga, kemampuan manajemen tim, dimana hal ini terkait dengan kerja sama tim agar berhasil dalam melakukan promosi dan menyampaikan perkembangan informasi di sekolah melalui media.
Disisi lain, penulis juga mendatangi narasumber yang merupakan praktisi dari komunikasi di lingkup massa. Genap berusia 22 tahun, Rosyid Fitriyanto yang baru saja mendapat gelar Diploma 3 Desain Produk di Politeknik Negeri Samarinda pada Oktober lalu juga turut membagikan kisahnya selama bekerja di bidang komunikasi massa.
“Sekarang aku sebagai fotografer di Aksana, videografer juga, sekaligus sebagai pemilik dari Aksana Picture Studio sendiri. Selain itu, pernah juga menjadi podcaster Ruang Sendu di Spotify”, ucapnya pada Senin (28/11/22). Berhasil memiliki studio foto sendiri di umurnya yang masih terbilang cukup muda, Rosyid berhasil meraih predikat sukses di kalangan Generasi Z.
Walaupun begitu, nyatanya perjalanan Rosyid untuk berhasil di titik ini tidaklah mudah. Ia mengungkapkan menjadi fotografer sejak ayahnya meninggal 5 tahun lalu. Dari sana ia membangun usaha bersama teman-temannya, namun sempat hancur karena berbagai permasalahan. Tak pantang menyerah, Ia mulai bekerja dengan orang lain di berbagai tempat hingga 2 tahun yang lalu berhasil membangun kembali usahanya sendiri.
“Baru buka Aksana Picture 2 tahun dan studionya baru jalan 6-7 bulan, kalau podcast sendiri sudah dimulai sejak tahun 2019”, tuturnya.
Ia mengaku podcast yang Ia bawakan awalnya hanya coba-coba yang merupakan bentuk dari kesedihannya ditinggal kekasih. Namun, Rosyid tak menyangka podcastnya banyak di dengar oleh khalayak umum, hingga Ia memutuskan untuk membawakan berbagai cerita pendengarnya yang berbagi kisah sedih lewat email.
Mengenai studionya, Rosyid juga mengungkapkan sekarang sudah ada 5 karyawan tetap. “Tapi kalau kerjaan fotografer sehari bisa 3-4 wedding, jadi tetap butuh freelance kembali sekitar 5 orang, kadang juga berubah-ubah, bisa butuh 8-10 orang freelance, tergantung keadaan”, lengkapnya.
Ia juga mengatakan memiliki kualitas sendiri bagi para karyawan yang ingin bekerja dengannya. Menurutnya, para karyawan baru wajib mengerti terkait perintilan wedding, salah satu contohnya undangan. Selain itu, Ia juga mengutamakan karyawan yang memiliki good communication kepada klien dan penampilan yang rapi.
Melihat pada pengalamannya, Rosyid mengutarakan menjadi pemilik Aksana Picture Studio tidak selalu mudah. Ia mengatakan masih susah dalam menghandle time management dan keuangan.
“Kadang terlalu ngambil banyak kerjaan, sehingga seminggu bisa ngambil 2-8 job. Jadi, ya itu sering terjadi keterlambatan pada klien. Karyawan juga ada yang sibuk kuliah. Kalau dipanggil untuk membantu gak bisa ready setiap saat”, ungkapnya. Ia juga menyebutkan banyak klien yang terkadang bersikap “rese”. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya permintaan klien yang diluar prosedur kontrak dan kerap lambat membayar.
Sebaliknya, Ia juga cukup bersyukur mendapatkan karyawan yang mudah beradaptasi dengan jobdesc yang dilakukan. “Enaknya ya karyawan yang gampang diajarin dan gampang paham. Dalam jangka waktu sebulan aja sudah pada ngerti jobdesc sebagai fotografer dan videografer”, imbuhnya.
Rosyid kemudian juga membahas terkait jobdesc-jobdesc tersebut. Ia menyebutkan sebagai fotografer dan videografer bertugas mengambil gambar/video dan melakukan editing. Sedangkan sebagai pemilik studio, Ia biasanya menghandle berbagai perjalanan bisnis serta memback up dan mengawasi kinerja karyawannya, meliputi administrasi, marketing, make up dan kostum, dekorasi, dan lain-lain. Ia juga menambahkan pengalaman ketika masih menjadi podcaster, dimana ia biasa menulis naskah, melakukan perekaman, editing, hingga promosi di berbagai sosial media.
Terakhir, Rosyid juga memberikan bocoran terkait kompetensi yang Ia miliki untuk bisa mahir dalam pekerjaannya. Pertama, sebagai fotografer Ia mengatakan wajib hukummnya seorang fotografer memperhatikan segita exposure yang terdiri dari aperture, shutter speed, dan ISO. Selain itu, fotografer juga harus mengerti teknik mengatur flash/lighting, bouncing, serta pose-pose dari para klien. Kedua, sebagai videografer Ia mengatakan hal yang perlu disoroti ialah jangan banyak mengambil video-video yang tidak penting, karena pada saat editing akan sangat menyusahkan. Ketiga, Ia juga memberikan arahan sebagai podcaster yang harus menguasai baca dan tulis yang benar serta mempunyai intonasi nada yang bagus. Ia menekankan terhadap bagaimana penyampaian podcaster itu dapat membuat pendengarnya paham. “Karna hanya audio bukan visual, jadi butuh penghayatan”, tegasnya.
Melihat kedua narasumber yang sukses di bidang komunikasi masing-masing, menjadi ilustrasi nyata ketatnya persaingan dunia kerja bagi Generasi Z saat ini. Kedua narasumber juga mematahkan anggapan bahwa pekerjaan harus selaras dengan jurusan yang pernah diemban. Dengan cukup menguasai berbagai kompetensi yang mereka sebutkan, nyatanya dapat membawa mereka berhasil dalam beradaptasi pada pekerjaan di bidang komunikasi. Inilah salah satu jawaban sekaligus tantangan nyata bagi para calon dan lulusan sarjana Komunikasi dalam melihat dunia kerja saat ini. Semakin tingginya tingkat persaingan, membuat semakin sempitnya lapangan pekerjaan.
Tentu, tantangan itu harus dihadapi dengan cara cerdas dan benar. Perlu adanya batu loncatan bagi mahasiswa jurusan Komunikasi untuk lebih meningkatkan soft maupun hard skill nya serta terobosan-terobosan baru dalam industri kreatif. Dengan cara itulah lulusan-lulusan Komunikasi ini seharusnya dapat bertahan di era digitalisasi.
Tentang Penulis :
Alyda Khairunnisa atau yang kerap disapa Alyda oleh teman-temannya merupakan mahasiswi semester 1 di jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Genap berusia 18 tahun pada tahun 2022 ini, Alyda mempunyai tekad yang kuat sebagai mahasiswi ilkom untuk turut aktif berperan dalam masyarakat melalui berbagai kegiatan dan tulisannya. Memilili hobi dalam bidang komunikasi massa, memotivasi ia untuk terus berkarya sebagai salah satu perwakilan Gen. Z di Indonesia.(*)