
TARAKAN – Sebanyak 17 anggota DPRD Kota Tarakan, Kalimantan Utara, tercatat sebagai penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Namun, mereka dengan tegas menolak bantuan tersebut demi menjaga etika sebagai pejabat publik.




Keputusan ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat pada Jumat (15/8/2025), yang melibatkan Dinas Ketenagakerjaan Tarakan, BPJS Ketenagakerjaan Cabang Tarakan, dan Kantor Pos Cabang Tarakan.
Rapat dipimpin oleh Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Tarakan, Harjo Solaika dan dihadiri beberapa anggota DPRD Tarakan yakni, dr Yuli Indriyani, Rathna, Sabariah, Jelita, Cudarsia, Hj Jamalia, Muhammad Rais, Adyansa, Markus Minggu, Baharudin, Suryadi Sangkala, Abdul Kadir, Dapot Sinaga dan H Umar Rafiq.



Harjo menjelaskan, syarat penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) tahun 2025, yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2025, adalah Warga Negara Indonesia yang memenuhi kriteria tertentu. Kriteria utamanya adalah terdaftar sebagai peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan hingga April 2025, memiliki gaji/upah maksimal Rp3.500.000 per bulan (atau sesuai UMP/UMK setempat), bukan ASN, TNI, atau Polri, dan tidak sedang menerima bantuan sosial lain seperti PKH.



“Secara hukum, anggota DPRD tidak dilarang menerima BSU.Meski demikian, kami DPRD Tarakan sepakat menolak bantuan tersebut. Ini soal kepantasan, bukan hanya aturan. Kami ingin bantuan ini sampai kepada yang benar-benar membutuhkan,” tegas Harjo.



Nama 17 anggota DPRD masuk daftar penerima karena sistem pendataan otomatis BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini terkait keikutsertaan DPRD dalam program tersebut sejak 2022.



“Gaji pokok kami sekitar Rp4 juta, di bawah UMK Tarakan Rp4,4 juta. Secara sistem, kami masuk kriteria penerima,” papar Harjo.



Namun, ia menyebut pendataan tersebut keliru dan perlu dievaluasi. Seluruh 30 anggota DPRD Tarakan pun berkomitmen untuk tidak mengambil BSU.
Mereka juga meminta BPJS Ketenagakerjaan memperbaiki sistem agar bantuan lebih tepat sasaran.
DPRD Tarakan mengusulkan agar pejabat publik seperti anggota dewan dimasukkan dalam kategori bukan penerima BSU. “Kami ingin memastikan bantuan ini diterima masyarakat yang lebih berhak,” kata Harjo. (rif)