
Oleh: Ernadaa Rasyidaa
(Pemerhati Generasi)




“Dunia itu akan pergi menjauh. Sedangkan akhirat akan mendekat. Dunia dan akhirat tersebut memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari beramal dan bukanlah hari perhitungan (hisab), sedangkan besok (di akhirat) adalah hari perhitungan (hisab) dan bukanlah hari beramal.” (al-Hadits).
Generasi muda adalah aset dan penerus estafet kepemimpinan yang menentukan wajah peradaban masa depan. Usia produktif, kekuatan fisik, semangat membara dengan segenap potensi kehidupan yang dimiliki, sudah sepantasnya menjadikan remaja layak menyandang gelar agent of change.



Namun, apa jadinya saat remaja justru menjadi sasaran empuk barang haram narkoba. Didukung dengan rasa ingin tahunya yang tinggi, jiwa petualang yang dimiliki sering membawa remaja pada keinginan untuk mencoba hal-hal baru. Bermula dari rasa penasaran, hingga dorongan untuk coba-coba yang dianggap lumrah dan biasa, yang mengantarkan mereka menjadi pecandu bahkan menjadi pengedarnya. Alih-alih menjadi agen perubahan, keberadaan mereka justru menjadi “sampah peradaban”.



Permasalahan narkoba yang mendera remaja tentu tidak bisa dipandang sebelah mata, terlebih kasus dari tahun ke tahun semakin meningkat dan trend di kalangan remaja khususnya pelajar, mendominasi dari semua kategori. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai kasus narkoba semakin mengancam anak-anak. Jumlah pengguna narkoba di usia remaja naik menjadi 14 ribu jiwa dengan rentang usia 12-21. Menurut ketua KPAI, setidaknya dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah pengedar narkoba anak meningkat hingga 300 persen.



Salah satu media lokal di Kalimantan Utara menyajikan data klien rehabilitasi pecandu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza) di Bulungan yang ditangani Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kaltara pada bulan November didominasi pelajar. Jumlahnya sebanyak 14 orang dari 30 klien. (prokal.co 05/11) .



Jika kita telisik lebih jauh, kecanduan narkoba di kalangan pelajar bukan semata faktor lingkungan dan salah gaul. Namun, sebuah konsekuensi logis, buah dari penerapan sistem sekuler yang menihilkan peran agama dalam kehidupan. Sistem ini melahirkan generasi liberal dan hedonis yang menjalani kehidupan serba boleh, standaar baik dan buruk, ukuran benar dan salah tidak lagi menjadi penting. Seringkali eksistensi diri harus diutamakan meski dengan menghalalkan segala cara, termasuk menjerumuskan diri dalam kubangan narkoba.



Miris memang, saat seorang remaja muslim tidak paham tentang visi penciptaan dirinya, akan mudah terombang-ambing dengan gaya hidup yang rusak. Mengikuti trend agar bisa eksis. Walhasiil, remaja menjadi trouble maker atas terjadinya pergaulan bebas, narkoba, konsumtif, merokok, minum-minuman keras, tawuran dan lain-lain. Tanpa sadar telah melalaikan dua nikmat berupa waktu luang dan kesehatan yang Allah berikan. Sehingga butuh ada upaya tuntas yang bisa merubah posisi mereka menjadi remaja problem solver.
Hukum positif yang ada di Indonesia hanya memposisikan pengguna narkoba sebagai korban bukan sebagi pelaku kriminal. Hal ini semakin membuat pengguna narkoba merasa bebas untuk mengkonsumsi selama dia tidak merugikan orang lain. Pemerintah seharusnya menindak tegas dengan hukuman yang memberikan efek jera. Jika semua pecandu narkoba hanya berakhir dengan rehabilitasi, yang ada akan semakin banyak remaja yang menganngap remeh masalah narkoba ini. Hal ini diikarenakan rehabilitasi hanya bertujuan untuk membantu si penderita (orang yang di anggap sakit) tadi untuk sembuh dari kebiasannya, padahal kita tau jika pecandu narkoba itu tidak akan pernah bisa sembuh dari efek yang diberikan oleh narkoba, misalkan saja kerusakan otak yang dialami oleh penderita akibat dari penggunaan narkoba.
Hal ini tentu berbeda jauh dengan sistem Islam. Islam sebagai sebuah pandangan hidup yang sempurna berasal dari Allah sang pencipta dan pengatur manusia. Melalui aturannya yang mampu menjadi solusi atas segala permasalahan, memiliki konsep yang jelas dan nyata dalam menjaga generasi dari ancaman, baik ancaman pemikiran ataupun ancaman berupa narkoba. Narkoba dalam Islam hukumnya jelas yakni haram.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah (195) yang artinya “ dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (TQS, Al-Baqarah :195).
Juga dari ummu Salamah ia berkata “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. abu daud no.3686 dan ahmad 6.309)
Dalam mengatasi persoalan narkoba, upaya preventif perlu digalakkan. lni memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Mulai dari keluarga, masyarakat dan negara. Upaya preventif yang bisa digunakan adalah meningkatkansuasana ketakwaan di tengah keluarga, masyarakat dan negara.
Mendorong setiap individu menjadikan hidupnya berlandaskan aqidah dan syariah Islam. Sehingga menjadi benteng agar tidak mudah terperosok pada pelanggaran aturan-aturan Allah. Masyarakat juga harus menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial, dengan aktivitas dakwah amar ma’ruf nahiy munkar. Sehingga terwujud lingkungan yang kondusif dalam mencegah perbuatan yang dilarang agama termasuk mengkonsumsi narkoba.
Negara tentu memiliki peran penting dalam mencegah masuk dan beredarnya narkoba di dalam negeri. Selain itu upaya pencegahan dengan memberikan sanksi yang tegas kepada pengguna, pengedar dan produsen narkoba. Dalam Islam pengguna, pengedar, dan produsen narkoba adalah pelaku kriminal yang harus diberi sanksi sesuai dengan tingkat kejahatannya. Negara juga wajib memandang bahwa remaja adalah aset berharga yang harusnya dijaga oleh negara untuk melanjutkan estafet kepememimpinan di masa yang akan datang.
Coba kita berkaca pada generasi sahabat Rasulullah yang di usia muda mereka digunakan dalam hal kebaikan. Mus’ab bin Umair menjadi “sales” pertama Islam yang dikirim Rasulullah saw untuk mendakwahkan Islam di Madinah, Imam Malik Sejak Kecil hari-harinya digunakan untuk mempelajari Islam dan mengkajinya. Beliau sudah bisa mengajar, bahkan orang yang lebih tua umurnya. Imam Syafi’i di usia belianya 9 Tahun, bisa menghafal Al-qur’an dan ribuan Hadits. Serta Memberikan fatwa bagi kaum muslim. Walhasil generasi muda mulia bukan sekedar dambaan, tapi menjelma menjadi kenyataan.
Bukti di atas adalah sebagian kecil keberhasilan penerapan Islam secara Kaffah. Untuk mengulang hal yang sama tentu kita harus menapaki jejak yang sama, menjadikan Islam sebagai kepemimpinan berfikir yang diemban ke seluruh penjuru dunia, dalam naungan sistem Islam yakni Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwah.
Wallahu’alam bi shawwab