
Oleh : St. Rajma, NS , S.Pd
(Member Komunitas Revowriter)




AMERIKA menyambut pemimpin barunya. Setelah melalui persaingan yang ketat, Joe Biden akhirnya memenangkan pemilihan presiden mengalahkan petahana Donald Trump. Perayaan besar-besaran pun riuh di beberapa negara bagian yang memenangkan Biden. Tercatat ada lima negara bagian yang menjadi basis kemanangannya, Pennsylvania, arizona, Michigan, Georgia dan Wisconsin.



Sebagai Presiden AS ke-46. Di usia 78 tahun. Biden tidak hanya memenangkan electoral collage, melainkan juga memenangkan popular vote dalam jumlah yang sangat besar. Biden meraih 290 elektoral vote, lebih tinggi dari angka yang diperlukan untuk meraih kemenangan yakni 270. Adapun wakilnya, Kamala Harris adalah wanita pertama yang menduduki jabatan wakil presiden sekaligus orang kulit hitam pertama dan keturunan Asia Amerika pertama yang menduduki jabatan tersebut.






Biden dan harapan baru



Nyatanya kemenangan Biden ini turut memunculkan banyak harapan baru. Khususnya terkait hubungan AS dengan Islam. Angin segar ini pun tampaknya sejalan dengan pidato resmi pertamanya pada Ahad (8/11) pagi waktu Indonesia. Biden mengatakan, dia memosisikan dirinya sebagai “presiden yang tidak memecah belah, tetapi mempersatukan”.



Selain itu wajah Trump sebelumnya yg begitu arogan pada dunia Islam juga semakin menambah harapan pada Biden. Sebutlah peran Trump dalam memenangkan Israel menghadapi negara arab teluk. Dukungan penuhnya pada kebijakan Israel saat mengakuisisi wilayah Tepi Barat, juga rasismenya terhadap imigran terutama dari negeri muslim. Sementara Biden seakan ingin menampilkan wajah amerika yang stabil dan tenang.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga berharap Biden dapat menjadi hal yang positif bagi umat Islam di dunia. Biden dianggap sangat menghormati agama-agama yang ada juga memperlakukannya dengan baik.
Menarik mencermati bagaimana dukungan muslim Amerika dibalik kemenangan Joe Biden. Mereka muncul dengan kuat di negara bagian utama. Michigan misalnya menjadi basis bagi komunitas Muslim paling bersejarah di negara dengan populasi Muslim yang besar di dua kota besar, Dearborn dan Detroit, yang bisa dibilang mendorong pemungutan suara untuk mendukung Biden.
Dearborn menjadi penting bagi ribuan komunitas Lebanon, Irak, dan Yaman sejak tahun 1870-an. Sementara Detroit berpenduduk Muslim kulit hitam yang bersejarah dan cukup besar yang dimobilisasi untuk memilih.
Pennsylvania juga adalah negara bagian lain di mana kemenangan Biden tidak akan mungkin terjadi tanpa komunitas Muslim, terutama Muslim Kulit Hitam. Kota Philadelphia sendiri dihuni 150.000 – 200.000 Muslim, yang sebagian besar adalah orang kulit hitam Amerika. Hal ini membuat banyak orang menyebutnya sebagai “Mekkah Barat”.
Wajah AS tetap sama siapapun pemimpinya
Respons umat Islam terhadap Biden memang luar biasa. Tampaknya umat kembali terlena dengan kampanye dan janji “islami” Biden. Seolah lupa siapa AS dan bagaimana politik luar negeri mereka.
Kapitalisme telah mendarah daging pada perpolitikan AS. Maka kemenangan kubu Biden ini sesungguhnya tidak akan mengubah prinsip kebijakan politik luar negeri AS. Sejatinya hanya pemainnya saja yang berubah dengan gaya dan cara yang berbeda. Namun tetap saja tak akan ada banyak perubahan yang berarti bagi dunia Islam.
Pendekatan seperti apapun yang disuguhkan, tetap saja AS menjadikan Islam dan negara Islam sebagai ancaman bagi ideologi global mereka. Dalam hal konflik di Timur Tengah, Biden menyatakan tidak akan mengadopsi kebijakan pemerintahan Trump terhadap pendudukan Israel di Tepi Barat. Meski demikian, kebijakan luar negeri AS tidak akan berubah, yaitu komitmennya menjaga hubungan dekatnya dengan Israel. Mau Biden atau Trump, Palestina tetap terjajah. Negeri muslim tetap dalam cengkeraman imperialisme kapitalis.
Begitupun dengan klaim penanggulangan Terorisme dan radikalisme. Berawal dari proyek global War On Terorism, misi ini akan terus berlanjut. Memosisikan umat Islam sebagai tertuduh. Meski Biden berencana menarik pasukan dari beberapa wilayah di Timur Tengah seperti Irak dan Afghanistan, namun dia tetap akan menempatkan pasukan di sana untuk membantu upaya penanggulangan terorisme.
Politik kepetingan juga masih akan terasa dibalik kebijakan Biden. Ini tak ubahnya karena andil para kapitalis yang menjadi pemodal meraih kemenangan. Belum lagi kepentingan lain yang ikut serta di dalamnya, seperti dukungan terhadap Biden yang juga datang dari kaum feminis dan sejenisnya.
Hanya Pada Islam sejatinya Umat menggantungkan Harapan
Berbagai permasalahan yang menimpa kaum muslimin adalah ketika pemikiran dan perasaan umat belum dipersatukan oleh kekuatan politik Islam. Menggantungkan harapan Islam kepada AS dan Barat adalah Ilusi yang tak akan menjadi kenyataan.
Yang dibutuhkan umat adalah perubahan hakiki. Perubahan ini adalah transformasi yang mampu mengantarkan masyarakat menuju kebangkitan hakiki. Sebuah perubahan tidaklah disebut perubahan hakiki jika perubahan itu tidak menjadikan masyarakat berubah menuju keadaan yang lebih baik dibandingkan keadaan sebelumnya.
Sudah saatnya kepemimpinan yang rusak dan batil ini dicampakkan. Umat kembali menerapkan sistem Islam yang terbukti telah membawa kemuliaan selama belasan abad. Umat akan paham bahwa tak ada kemuliaan selain dengan hidup di bawah naungan hukum-hukum Allah. Dan hanya satu cara mewujudkannya, yakni dengan bejuang menegakkan kembali sistem kepemimpinan Islam dibawah Daulah Islamiyah. (*)