TARAKAN – Semakin dekatnya pelaksanaan Pilkada 2020, semakin banyak pula dugaan provokasi yang beredar di media sosial. Salah satunya ialah adanya video yang tersebar yang dikaitkan dengan politik SARA dari paslon tertentu.

Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, Polda Kaltara bersama Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) melakukan pertemuan di.salah satu hotel di Kota Tarakan, Senin (23/11). Usai melakukan pertemuan, Wakapolda Kaltara Brigjen Pol Erwin Zadma mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut menghasilkan 6 poin kesepakatan yang wajib dipatuhi masyarakat.
Baca juga : Ada Pasien Covid-19 Klaster Pilkada, Pelaku Perjalanan Tidak Taat Protokol Kesehatan
Baca juga : Penularan Covid-19 Semakin Masif, RSUKT Tambah Ruang Isolasi

“Pertemuan ini menghasilkan 6 kesepakatan. Pertama, siap mendukung sepenuhnya dan melaksanakan program pemerintah yang sah dalam melaksanakan program pembangunan. Kedua, mendukung kegiatan pencegahan dan penangganan covid-19 di Kaltara, serta mendukung suksesnya pilkada Kaltara tahun 2020. Ketiga, menolak segala bentuk kegiatan yang dapat menganggu terlaksananya program-program pemerintah,” ujarnya.
“Keempat, siap membela pemerintah dari ancaman kelompok garis keras dan intoleran yang mengancam stabilitas keamanan. Kelima, mengajak masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh kelompok yang mengajak ke arah perpecahan dan intoleransi. Keenam, mendukung pemerintah dan aparat penegak hukum dalam melakukan tindakan terhadap pelanggar protokol kesehatan,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua FKUB Kaltara Abdul Djalil Fatah mengungkapkan, bahwa pertemuan tersebut sekaligus silaturahmi antar tokoh lintas agama di Kaltara. Menurutnya, pertemuan ini seharusnya sangat penting dilakukan. Sebab, tokoh agama merupakan figur yang memiliki pengaruh besar dalam setiap tindakannya.
Dengan melakukan pertemuan seperti ini, diharapkan dapat berdampak besar bagi kerukunan masyarakat di Kaltara. “Karena kita tahu, tokoh agama dan masyarakat memiliki pengaruh besar di lingkungannya. Sehingga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, tokoh agama maupun masyarakat inilah yang dapat bertindak,” pungkasnya. (*/da)