
Oleh: Mila Nur Cahyani
(Pemerhati Sosial dan Pendidikan)




Ditengah komitmen pemerintah untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia yang sesuai dengan industri, salah satu program prioritas yang tengah digencarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) adalah gerakan “Pernikahan Massal” (Link and Match) antara pendidikan vokasi dengan dunia industri dan dunia kerja (DUDI). Dalam kegiatan ini juga dilakukan perancangan peta jalan pemimpin yang kreatif, inovatif, dan berorientasi kepada kebutuhan DUDI yang sejalan dengan program-program prioritas Kemendikbud.(Kompas.com: 30/06/2020)
Mendikbud Nadiem Makarim ingin mengikat sekolah vokasi, terutama SMK dengan industri. Nadiem memberikan istilah ‘nikah masal’ untuk konsep penyatuan antara sekolah vokasi dengan dunia industri itu. Menurut Nadiem, SMK memang harus mencari ‘jodoh’ dunia industri. Itulah yang membedakan dengan sekolah umum non vokasi.



Sebelumnya, Wakil Ketua Komite Tetap Pelatihan Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Miftahudin menyambut baik ‘Pernikahan Massal’ antara pendidikan vokasi dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) tersebut. Menurutnya, dalam waktu 15 tahun, Indonesia harus menyiapkan lapangan kerja yang cukup. Jika tidak, jumlah pengangguran baru akan mengalami peningkatan. (Detiknews: 3/07/2020)



Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan untuk mempersiapkan bahwa pengalaman SMK dirancang untuk lulusan yang dapat bekerja sesuai kompetensi yang dimiliki. Tetapi pada realitanya, bisa dibilang kurang sesuai harapan. Sebab, seiring waktu berjalan angka pengangguran kian meningkat.



Mendikbud pun mengungkapkan program ‘pernikahan bersama’ antara sekolah menengah kejuruan (SMK) dengan industri akan saling menguntungkan satu sama lain dan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan peserta didik. (Pikiran Rakyat depok.com: 28/06/2020).



Dilangsir dari pemberitaan CNBC Indonesia pada 4 November 2020, untuk menghubungkan dunia industri dan vokasi, Kemendikbud melakukan rangkaian acara Diskusi Kelompok Terpumpun atau DKT di 5 Menara. “Pernikahan massal adalah strategi mencapai sinergitas dunia vokasi dengan industri melalui penyelarasan kurikulum, penyelarasan pembelajaran, peningkatan kapasitas SDM vokasi,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud RI Wikan Sakarinto, belum lama ini. DKT Lima Menara dilakukan mulai dari Batam, Mandalika, Balikpapan, Manado dan Sorong yang bertujuan untuk mengawinkan vokasi dan industri.



Program nikah massal ini memberikan angin segar kepada lulusan vokasi untuk mendapatkan pekerjaan ketika mereka lulus. Pada sistem kapitalis saat ini, begitu sulitnya bagi seseorang untuk mendapatkan pekerjaan. Lulusan sarjana pun belum tentu bisa mendapat pekerjaan dengan mudah.
Akhirnya, banyak pelajar lebih memilih sekolah vokasi daripada sekolah biasa. Apalagi saat ini pendidikan vokasi juga diharapkan mampu melahirkan generasi yang mampu menyongsong revolusi industri 4.0. Masyarakat pun berharap setelah lulus sekolah, mereka dapat langsung bekerja ditengah daya saing yang cukup tinggi. Apalagi ditengah kondisi sulit saat ini, lulusan sarjana pun ada yang bekerja sebagai buruh untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Dengan adanya program nikah massal industri dan pendidikan, maka diharapkan SMK dapat mencetak SDM yang memiliki kompetensi dan harganya kompetitif. Dari sisi industri, mereka sangat diuntungkan karena dapat mengurangi biaya pelatihan dan SMK juga diuntungkan karena lulusannya diserap industri. Maka ini adalah pernikahan yang saling menguntungkan.
Akan tetapi, yang menyedihkan adalah tidak tercapainya tujuan pendidikan yang sebenarnya. Sistem kapitalis dengan pendidikan vokasinya hanya akan mencetak individu-individu yang siap kerja dan bermental buruh. Sistem ini gagal menciptakan generasi berakhlak mulia.
Tujuan pendidikan tergeserkan dengan hanya berpikir sekolah untuk mendapatkan pekerjaan semata. Sistem ini hanya membuat umat tersibukkan dengan masalah dunia. Masyarakat akhirnya hanya mencukupkan diri dengan ilmu yang sudah didapat tanpa fokus pada penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi umat.
Pendidikan dalam sistem kapitalis sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan, sangat berbeda dengan sistem Islam. Tujuan pendidikan didalam Islam adalah membangun kepribadian Islam, pola pikir dan jiwa Islam. Anak didik pun dipersiapkan untuk menjadi ulama-ulama yang ahli disetiap aspek kehidupan, baik ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu-ilmu terapan. Umat pun sadar bahwa menuntut ilmu adalah semata-mata untuk meraih ridho Allah semata.
Untuk mewujudkannya, negara harus kembali kepada aturan Islam dan menerapkannya dalam seluruh kehidupan. Hanya Negara Islamlah yang akan menjamin pendidikan berkualitas bagi rakyatnya. Dengan pendidikan Islam, akan dihasilkan generasi terampil, cerdas dan berakhlak mulia. (*)