Oleh: Ernadaa Rasyidah
(Pemerhati Generasi)

ESTAFET kepemimpinan generasi suatu saat pasti berganti. Harapan baru akan hadirnya generasi unggul dengan potensi bonus demografi yang diperkirakan terjadi beberapa tahun lagi, menjadi berkah yang digadang-gadang mampu mewujudkan generasi emas. Bonus demografi adalah mayoritas penduduk Indonesia lebih banyak dipenuhi usia angkatan kerja.
Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data, proporsi terbesar penduduk Indonesia pada 2020 didominasi dua generasi ini. Generasi Z (usia 8-23 tahun) sebesar 27,94 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 270,20 juta jiwa. Disusul Generasi Y (usia 24-39 tahun) sebesar 25,87 persen. Adapun sisanya, diisi oleh Generasi X, yakni mereka yang lahir tahun 1965-1980 atau kisaran usia 40-55 tahun sebesar 21,88 persen dan Generasi Baby Boomer yang lahir tahun 1946-1964 atau usia 54-74 tahun, sebesar 11,56 persen. (antaranews, 21/01/2021).
Data di atas menunjukkan, lebih dari separuh penduduk negeri ini adalah Gen-Z dan generasi Milenial yang terkategori sebagai generasi usia produktif. Sedangkan usia produktif seharusnya menjadi potensi besar untuk membangun suatu bangsa. Seorang ekonom senior Rizal Ramli mengatakan, bahwa masa depan Indonesia berada di tangan Gen-Z.

Berbicara tentang Gen-Z tidak bisa dilepaskan dari kecanggihan teknologi dan kecepatan informasi yang dengan mudah didapatkan dalam genggaman. Kebutuhan akan gadget dan internet yang menjadi ciri khas. Apalagi di masa pandemi hari ini, sebutan generasi online juga diberikan pada Gen-Z karena sebagian besar waku yang dihabiskan untuk berselancar di dunia maya.
Sayanganya, di tangan peradaban kapitalis-sekular hari ini, generasi yang seharusnya menjadi tumpuan kejayaan justru menjadi sasaran empuk arus liberalisme. Potensi generasi, khususnya Gen-Z dibajak demi kepentingan materi dan kesenangan semata. Walhasil, jangankan bercita-cita mewujudkan visis-misi generasi emas, keluar dari permasalah pribadinya saja banyak yang gagal. Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa RSUD Dr. Soetomo, dr. Yunia Setiawai, Sp.Kj. menjelaskan tren gaming disorder ini terjadi enam bulan terakhir dengan pasien yang didominasi anak-anak. Anak-anak awalnya terpapar gadget lalu menyebabkan pembiasaan dan berakhir dengan kecanduan. Pandemi semakin memperparah kondisi tersebut.
Kita tentu tidak bisa menutup mata akan fakta kerusakan generasi. Pendidikan yang hanya berorientasi pada nilai dan pengetahuan, gagal melahirkan generasi yang memiliki kepribadian yang tangguh. Selain kecanduan game online, kecanduan narkoba, konten pornografi, maraknya seks bebas, aborsi, tawuran, miras dan sebagainya. Melihat kondisi real di lapangan, wajar menghadirkan rasa pesimis. Pasalnya, alih-alih potensi SDM Gen-Z ini menjadi berkah, kenyataanya bisa jadi musibah jika sebagian besar mereka menjadi generasi sampah.
Tentu tidak ada kata terlambat. Ibarat pasien, maka kerusakan pada generasi harus segera ditangani jika kita serius peduli dan menaruh harapan untuk menjadikan mereka sebagai generasi penyangga peradaban emas. Hal ini tentu tidak cukup melibatkan elemen keluarga sebagai pendidik pertama, tetapi wajib melibatkan seluruh eleme masyarakat dan tidak kalah penting kehadiran negara yang menerapkan sistem kehidupan yang akan menjadi penentu arah, visi dan misi suatu bangsa.
Sistem Islam, Harapan Generasi
Rasulullah saw. bersabda, Islam itu agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripada Islam. Kerusakan generasi adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem kehidupan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Melahirkan generasi serba boleh tanpa mengindahkan halal dan haram dalam perbuatan. Orientasi kehidupan terbatas pada kesenangan tanpa pernah berfikir beratnya hisab dan hari pertanggung jawaban.
Karena itu, islam hadir menjadi soslusi dalam kehidupan. Menyelesaikan persoalan sesuai dengan fitrah manusia sebagai hamba yang terikat dengan aturan sang pencipta alam semesta.
Setidaknya ada tiga pilar yang harus ada, guna mencetak generasi yang berkualitas.
Pilar pertama, individu yang bertakwa, yakni menjadikan aqidah Islam sebagai pondasi wajib diwujudkan. Dalam sistem Islam, generasi dibina agar mereka senantiasa menyadari hubungannya dengan Allah. Ketika hubungan dengan Allah ini kering dan gersang, sekularisme bisa mendominasi diri mereka. Tapi ketika hubungan mereka dengan Allah tumbuh dan terjaga. Akan menjadi benteng kokoh untuk mewujudkan visi-misi sebagai umat terbaik yang menjadikan setiap amalnya bernilai ibadah.
Pilar kedua, kontrol masyarakat . Yakni masyarakat yang menyadari pentingnya kepedulian, dakwah, saling nasehat menasehati. Suasana amar makruf nahi mungkar menjadi bagian yang paling esensial sekaligus membedakan masyarakat Islam dengan masyarakat lainnya. Di sana terdapat perasaan, pemikiran, dan peraturan yang sama; dan mereka berinteraksi satu sama lain berdasarkan aturanyang diturunkan sang pencipta.
Firman Allah SWT, Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran [03]: 110).
Pilar ketiga, negara yang menerapkan sistem Islam. Negara memiliki peran yang sangan penting dan strategis untuk menjaga keberlangsungan generasi unggul, harapan dan pengisi peradaban gemilang. Gelar umat terbaik benar-benar terealisasi , karena negara menjalankan peran sebagi institusi yang menerpakan aturan berdasarkan hukum Allah, memberi fasilitas dan pengurusan urusan umat dalam rangka menyuburkan iman dan taqwa baik di dalam maupun luar negeri.
Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya pemimpin adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab terhadap peliharaannya. (HR Bukhari, Muslim).
Walhasil, keberkahan Gen-Z di masa yang akan datang hanya dengan Islam. Dengan segudang keunggulan sistemnya, sehingga menjadikan Islam sebagai solusi dan jawaban atas segala persoalan tidaklah berlebihan. Sebagaimana janji Allah yang termaktub dalam surat An Nur ayat 55 yang artinya, Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. Wallahualam bi shawwab. (*)