TARAKAN – Pemeriksaan internal Lembaga Pemasayarakatan (Lapas) Kelas IIA Tarakan dipantau langsung oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) terkait kasus warga binaan yang kedapatan berada di luar Lapas.

Kabag Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkumham RI, Rika Aprianti mengatakan, pihaknya sudah melakukan koordinasi langsung dengan Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kemenkumham Kantor Wilayah (Kanwil) Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltimtara) terkait langkah yang sudah ambil terkait kejadian tersebut.
“Saat ini sedang ada dilakukan pemeriksaan terhadap kejadian ini di lapas Tarakan,” ujarnya.

Ditegaskan Rika, jika hasil pemeriksaan keluar dan didapati ada yang terlibat, maka sanksi siap diberikan.

“Kita lihat prosesnya, kalau memang terbukti bersalah pasti ada sanksinya, siapa pun itu,” tegasnya.
Pemeriksaan internal Lapas Kelas IIA Tarakan terkait narapidana kasus narkotika yang didapati keluyuran diluar Lapas, dilakukan dengan membentuk tim gabungan. Tidak hanya menurunkan tim dari Kanwil Kemenkumham Kaltim, dalam tim ini juga ada tim dari Kemenkumham langsung.
Kepala Kanwil Kemenkumhan Kaltim, Sofyan mengatakan, tim khusus yang akan melakukan pemeriksaan baru landing di Tarakan, Selasa (6/9/2022) sore. Dalam pemeriksaan kasus ini, awalnya ia membentuk tim di wilayah.
“Harus ada tim khusus turun, biar lebih tajam. Kami gabung antara tim dari Kanwil 2 orang dan 3 orang tim dari pusat. Jadi, netral,”jelasnya.
Dikatakan Sofyan, hal ini dilakukan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, makanya ia meminta tim khusus turun.
“Tim kami sudah turun duluan, tim khusus datang baru pemeriksaan sama-sama. Kalau pak Kadiv (Tim dari Kanwil Kemenkumham) sudah turun sekarang,” ujarnya, kemarin.
Disebutkan Sofyan, proses pemeriksaan ini bisa memakan waktu hingga akhir pekan ini. Selanjutnya, pada Senin (12/9/2022) hasil akan dipaparkan di Kanwil Kemenkumham Kaltim untuk menentukan langkah selanjutnya.
“Tim akan memastikan apakah mengeluarkan warga binaan sudah sesuai prosedur atau tidak,” sebutnya.
Mengeluarkan warga binaan, untuk izin keluar Lapas harus sesuai Undang undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang menyebutkan, hak narapidana, keperdataan dan boleh keluar 1×24 jam dengan alasan anak sakit, istri sakit, bapak atau Ibu meninggal, menjadi wali nikah dan bagi waris.
“Didampingi petugas 2 orang. Keluar dengan pengawalan, miring ke kiri nah kesalahan itu yang mengawal, alpa dia,” pungkasnya.
Sanksinya bisa dilakukan penundaan remunerasi selama 6 bulan hingga setahun untuk hukuman sedang. Namun, sanksi yang diberikan tetap mengacu pada hasil pemeriksaan terkait kelalaian. Semua dalam kasus ini akan diperiksa, mulai dari Kepala Lapas hingga ke jajarannya.
“Kedepan harus bisa prosedur. Mungkin ada hal yang dilaksanakan, tidak diketahui, petugas kita berubah pikiran, dengan cara apa, itu tanggung jawab masing-masing,” ungkapnya.
Namun, ia katakan di Kaltara ada banyak sekali hingga ratusan narapidana dengan kasus narkotika dan hukuman 20 tahun, seumur hidup hingga ancaman mati.
Hanya saja, dari pihaknya tidak memiliki biaya untuk bisa memindahkan narapidana dengan status hukuman tersebut terutama yang residivis dipindahkan ke Nusakambangan.
“Terutama memindahkan gembong narkotika, dikhawatirkan malah mengancam jiwa petugas di perjalanan,” ujarnya.
“Bukan mudah memindahkan, tidak sederhana, perlu biaya besar sekali. Kedua resiko dijalan, kalau memindahkan harus sangat rahasia. Menjaga kondusifitas juga. Yang tahu, hanya saya, Kadiv Pemasayarakatan, Kepala Lapas dan Jakarta. Tahunya terbang saja, WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) bawanya badan saja, barang menyusul,” lanjutnya.
Ditambah lagi permasalahan lain, di Nusakambangan maupun Lapas lain di wilayah Jawa mengalami over kapasitas. Sama halnya dengan di Kaltim dan Kaltara.
Solusi lain menghindari kejadian yang tidak kondusif di wilayah kerjanya, Sofyan mengaku melakukan pemindahan warga binaan di antar Kaltim dan Kaltara.
“Saya putar supaya tidak ada kerjasama, narapidana bermasalah dibawa ke Bontang. Nanti kalau di Bontang saya pindah lagi ke Tarakan. Begitu saja sampai putus (komunikasi) mereka,” pungkasnya.(*)