
TARAKAN – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Utara (Kaltara) gencar melaksanakan rapat koordinasi bersama stakeholder menjelang masa tenang pemilihan kepala daerah (pilkada).




Anggota Bawaslu Kaltara Kordinator Divisi (Kordiv) Pencegahan, Partisipasi Masyarakat (Parmas) dan Hubungan Masyarakat (Humas), Arif Rochman mengatakan, dengan adanya rapat koordinasi ini dapat menjadi gambaran bagi seluruh masyarakat untuk bisa sama-sama mengawal agar pemilihan 27 November agar berjalan dengan sukses.
“Jadi hal ini menjadi tugas kita bersama-sama masyarakat untuk bisa mengawasi proses pemilihan berjalan sesuai aturan yang ada,” jelas Arif.



Lebih lanjut dijelaskan Arif, di dalam pertemuan juga dipaparkan terkait indikator-indikator TPS rawan. Terdapat 23 indikator di antaranya ada 7 indikator yang paling banyak terjadi kerawanannya, ada 9 TPS banyak terjadi kerawannya ada 7 TPS yang terjadi atau tidak banyak terjadi namun perlu diantisipasi kerawanannya.



“Dari 23 indikator tersebut paling banyak ada 7 indikator salah satunya pindah memilih. Mari bersama-sama mengawal di masyarakat termasuk pengawas TPS dan petugas TPS, agar benar-benar menyampaikan surat suaranya yang sudah sesuai peruntukannya,” ungkap Arif.



Dalam TPS paling banyak terjadi, itu juga disebutkan dengan persoalan hak pilih. Ada juga masyarakat yang belum masuk dalam daftar pemilih tapi sebenarnya sudah memiliki hak memilih. Maka Bawaslu Kaltara telah mengingatkan ke petugas KPS dan pengawas TPS untuk bisa mengakomodir.



“Ada sebagian masyarakat yang sudah masuk DPT tapi tidak memenuhi syarat. Misalnya meninggal dunia, pindah ke luar kota, pindah domisili atau sudah beralih status jadi TNI atau Polri. Itu perlu kita antisipasi. Informasi dari KPU masyarakat yang tidak memenuhi syarat sebagai pemilih sudah ditandai,” ucap Arif.



Dikatakan Arif, hal tersebut perlu dicermati sebab menghindari terjadinya pemungutan suara ulang (PSU), sehingga pihaknya memberikan ilmu yang mememadai pada petugas KPPS untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. “Jika terjadi lebih dua pemilih yang tidak mempunyai hak pilih namun dia memilih, itu dapat dilakukan PSU ini,” jelas Arif.
Disinggung terkait politik uang, Bawaslu Kaltara gencar melalukan sosialisasi ke seluruh masyarakat melalui media-media sosialiasi bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 10 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang pasal 187 a jo 73 telah diatur terkait sanksi tegas bagi para pelaku politik uang, baik yang memberi maupun yang menerima itu akan dikenakan sanksi pidana bahkan bisa terkena sanksi kurungan paling sedikit 36 bulan, paling banyak 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
“Kami akan segera melakukan apel siaga bersama untuk mengantisipasi terhadap pelanggaran tersebut. Kita juga akan mengadakan patroli pengawasan diseluruh jajaran hingga pengawas TPS terutama pada hari tenang mencegah pelanggaran terjadi,” tutur Arif.
Bawaslu Kaltara juga telah memberikan instruksi kepada para pasangan calon (paslon), petugas KPPS , partai politik melalui imbauan dan instruksi bahwa pada masa tenang masa yang tidak boleh berkampanye, seluruh pasangan calon diminta untuk berdiam diri di rumah, berdoa agar hajatnya terkabul.
“Begitupun pemilih yang mempunyai hak pilih silakan merenung di rumah untuk memikirkan untuk memlih sesuai hati nurani,” jelas Arif.
Pada masa tenang, alat peraga kampanye, semua yang terlibat dalam proses pilkada dianggap memiliki tanggung jawab bersama untuk membersihkan alat peraga kampanye.
“Kami juga telah memberikan imbaun langsung ke paslon untuk menurunkan alat peraga kampanyenya pada saat sebelum masa tenang,” pungkas Arif. (nri)