
TARAKAN – Memperingati International Women’s Day 2025, Gerakan Perempuan untuk Keadilan Tarakan melakukan audiensi dengan beberapa stakeholder di Gedung DPRD Tarakan, Kamis (13/3/2025) terkait isu dan hak- hak perempuan yang bagi mereka masih luput hingga saat ini.




Dari data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), melalui aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), terdapat 150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Kota Tarakan selama tahun 2024.
Koordinator Lapangan (Korlap) GPK Tarakan, Nur Hasanah mengungkapkan, hal inilah yang menjadi alasan GPK menuntut ketegasan pemerintah terhadap isu keperempuanan yang terjadi di Tarakan. “Tarakan jadi penyumbang tertinggi di Kalimantan Utara, dari 246 kasus, 150 kasusnya dari Tarakan,” ujarnya.



Dirinya menuntut isu pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan di Tarakan untuk lebih diperhatikan dan ditindaklanjuti secara tegas. “Kenapa hal semenyakitkan ini masih terus terjadi, bantuan hukum yang diberikan ke korban pelecehan seperti apa? Sosialisasi harus terus digencarkan secara masif,” tuturnya.



Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Kota Tarakan, Muhammad Yunus mengakui bahwa kondisi saat ini menjadi tantangan besar yang perlu segera diatasi. Menurutnya, upaya pencegahan tidak cukup hanya dengan penegakan hukum, tetapi juga harus dibarengi dengan pendidikan yang tepat.



“Kita tidak bisa menutup mata dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Anak-anak harus dibekali pengetahuan agar bisa melindungi diri mereka sendiri dari ancaman pelecehan dan kekerasan seksual,” ujarnya.



Ia menjelaskan, edukasi seks yang dimaksud bukanlah hal yang vulgar, melainkan pemahaman dasar tentang tubuh, batasan privasi, serta cara melindungi diri dari tindakan yang tidak pantas. Ia berharap dengan adanya edukasi ini, anak-anak tidak lagi menjadi korban karena minimnya pengetahuan tentang kekerasan seksual.



“Selama ini, pembahasan soal seks masih dianggap tabu. Padahal, anak-anak butuh pemahaman yang tepat agar mereka bisa melindungi diri dari hal-hal yang tidak diinginkan. Jika ini masuk dalam kurikulum, mereka bisa mendapatkan edukasi yang benar di lingkungan sekolah,” tambah Yunus.
Lebih lanjut, Yunus menuturkan bahwa wacana ini akan menyasar anak-anak dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ia menilai, edukasi ini perlu disesuaikan dengan usia siswa agar materi yang disampaikan tepat sasaran dan tidak menimbulkan salah persepsi.
Meskipun baru sebatas wacana, DPRD Tarakan berkomitmen untuk mendorong program ini agar segera terealisasi. Yunus menegaskan pihaknya akan berupaya membawa usulan ini dalam pembahasan resmi di DPRD agar bisa menjadi kebijakan yang berdampak positif bagi masyarakat.
“Langkah ini masih awal, tapi kami akan mencoba merancangnya. Semoga program ini bisa menjadi salah satu cara untuk melindungi generasi muda dari ancaman kekerasan dan pelecehan seksual,” tutupnya. (*)