Facesia.comFacesia.comFacesia.com
Font ResizerAa
  • HOME
  • NEWS
    • NASIONAL
  • ADVETORIAL
    • PEMPROV KALTARA
    • PEMKOT TARAKAN
    • PEMKAB BULUNGAN
    • PEMKAB NUNUKAN
    • PEMKAB MALINAU
    • PEMKAB TANA TIDUNG
  • DPRD
    • DPD RI
    • DPRD KALTARA
    • DPRD TARAKAN
    • DPRD BULUNGAN
    • DPRD NUNUKAN
    • DPRD MALINAU
    • DPRD KTT
  • TNI POLRI
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • FACETIGASI
  • OPINI
  • FACE TV OFFICIALFACE TV OFFICIALFACE TV OFFICIAL
Reading: DOB Sebatik Solusi Negara, Bukan Sekadar Wacana Daerah
Share
Font ResizerAa
Facesia.comFacesia.com
  • FACE TVFACE TVFACE TV
  • OFFICIAL
  • HUKRIM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • NASIONAL
  • INTERNASIONAL
  • ADVETORIAL
Search
  • HOME
  • NEWS
    • NASIONAL
  • ADVETORIAL
    • PEMPROV KALTARA
    • PEMKOT TARAKAN
    • PEMKAB BULUNGAN
    • PEMKAB NUNUKAN
    • PEMKAB MALINAU
    • PEMKAB TANA TIDUNG
  • DPRD
    • DPD RI
    • DPRD KALTARA
    • DPRD TARAKAN
    • DPRD BULUNGAN
    • DPRD NUNUKAN
    • DPRD MALINAU
    • DPRD KTT
  • TNI POLRI
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • FACETIGASI
  • OPINI
  • FACE TV OFFICIALFACE TV OFFICIALFACE TV OFFICIAL
Follow US
© 2015 Facesia.com | All Rights Reserved.
Advetorial
DPRD NUNUKANOPINI

DOB Sebatik Solusi Negara, Bukan Sekadar Wacana Daerah

redaksi
redaksi
9 Juli 2025
Share
SHARE

Oleh: Andi Yakub, S.Kep, Ns (Anggota DPRD Nunukan) 

WACANA pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Pulau Sebatik kembali mengemuka. Seperti biasa, diskursus ini memunculkan beragam pandangan—sebagian mendukung sebagai jalan mempercepat kehadiran negara di perbatasan, sebagian lainnya menilai belum saatnya, dengan alasan keterbatasan fiskal, belum tuntasnya pembangunan, hingga belum optimalnya pemanfaatan ekonomi lokal.

Pandangan yang beragam tentu sehat dalam ruang demokrasi. Namun dalam konteks perbatasan seperti Sebatik, kita perlu menimbang urgensi DOB bukan semata dari kacamata PAD atau pembangunan infrastruktur, tetapi juga dari sisi strategis geopolitik, efektivitas pelayanan publik, dan potensi ekonomi kawasan lintas negara.

Pemekaran daerah bukan soal ambisi elit lokal, melainkan tentang bagaimana negara menjangkau warganya secara cepat dan adil. Pulau Sebatik, secara administratif, memang “dekat” dari pusat pemerintahan Kabupaten Nunukan. Tetapi secara fungsional, masyarakat tetap harus menyeberangi laut untuk mengakses layanan dasar. Dalam banyak kasus, warga justru lebih mudah mendapatkan akses kebutuhan pokok dari Malaysia daripada dari ibu kota kabupaten mereka sendiri.

Jika esensi DOB adalah mempercepat pembangunan dan mendekatkan layanan publik, maka Sebatik sudah memenuhi prasyarat paling mendasar itu.

Pulau Sebatik memiliki posisi geoekonomi yang sangat strategis. Terletak di jalur perbatasan langsung dengan Negara Bagian Sabah, Malaysia, dan dalam kawasan pertumbuhan sub-regional Brunei–Indonesia–Malaysia–Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP–EAGA), Sebatik berada di persimpangan arus perdagangan, mobilitas manusia, dan pertukaran komoditas lintas negara.

Riset Agung Striyo Nugroho dkk. (2023), hasil kolaborasi UGM dan Badan Informasi Geospasial (BIG), menunjukkan bahwa Sebatik memiliki intensitas interaksi spasial lintas batas yang tinggi, ditandai dengan arus harian barang dan jasa dari Tawau, dominasi penggunaan Ringgit, serta maraknya perdagangan informal. Ini menunjukkan potensi pasar yang besar, namun belum termobilisasi secara resmi karena lemahnya struktur fiskal dan kelembagaan lokal.

Dalam perspektif border studies, Sebatik dikategorikan sebagai “borderland economy”—yakni kawasan dengan aktivitas ekonomi intensif namun bersifat informal dan berada di luar radar fiskal nasional. Komoditas seperti kelapa sawit skala rakyat, ikan segar, dan hasil pertanian sudah secara de facto berinteraksi dengan pasar luar negeri (Malaysia, Brunei, Mindanao), namun belum dikelola dalam sistem ekspor resmi.

DOB akan memungkinkan pembentukan otoritas fiskal lokal yang kuat, pembukaan pelabuhan ekspor-impor kecil, serta pengembangan zona ekonomi perbatasan berbasis rakyat. Dengan demikian, potensi PAD bisa digarap lebih terstruktur, dan ketergantungan ekonomi terhadap negara tetangga dapat ditekan secara elegan.

Kritik lain yang kerap disampaikan adalah bahwa jumlah penduduk Pulau Sebatik belum memenuhi syarat minimal 100.000 jiwa sebagaimana diatur dalam PP No. 78 Tahun 2007. Namun hal ini perlu diluruskan. Regulasi yang sama, melalui Pasal 5 ayat (3), secara tegas memberikan pengecualian bagi wilayah perbatasan, kepulauan, atau daerah dengan karakteristik khusus.

Sebatik adalah wilayah perbatasan darat langsung dengan negara asing, termasuk dalam kategori 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), dan masuk dalam perencanaan strategis nasional. Oleh karena itu, secara hukum, Pulau Sebatik tetap dapat diproses menjadi DOB meskipun jumlah penduduknya belum mencapai 100.000 jiwa. Tidak ada pelanggaran regulasi di sini, melainkan peluang konstitusional untuk memperkuat kedaulatan dari pinggiran.

Sebagian pihak menyarankan agar wacana DOB Sebatik ditunda terlebih dahulu, dengan alasan bahwa pemerintah sebaiknya fokus pada penyelesaian persoalan tapal batas negara, pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN), serta pemerataan infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, air bersih, dan jaringan digital. Pandangan ini tentu tidak salah, karena pembangunan fisik adalah kebutuhan nyata masyarakat perbatasan.

Namun, pendekatan menunggu hingga semua infrastruktur selesai sebelum membentuk DOB justru berisiko menciptakan stagnasi kebijakan. Sebab, siapa yang akan merancang, mengelola, dan memperjuangkan percepatan pembangunan di wilayah yang aksesnya terbatas, jika bukan pemerintah daerah yang memiliki otoritas dan kedekatan administratif?

Justru pembentukan DOB Sebatik akan memperkuat daya dorong pembangunan itu sendiri. Dengan status sebagai daerah otonomi, Sebatik akan memiliki perangkat anggaran tersendiri, kewenangan perencanaan yang lebih responsif terhadap kebutuhan lokal, serta keleluasaan untuk mendorong kolaborasi lintas sektor dan lintas kementerian. Dalam kerangka otonomi, infrastruktur bukan hanya dibangun oleh pusat, tetapi juga bisa didorong oleh inisiatif daerah yang lebih peka terhadap medan dan kebutuhan warga.

Hal yang sama berlaku pada penyelesaian tapal batas dan aktivasi PLBN. Selama ini, penanganan isu batas wilayah dan fungsi PLBN sering lambat karena keterbatasan koordinasi antarlevel pemerintahan. Dengan DOB, akan hadir institusi lokal yang sah secara hukum dan berwenang dalam menyampaikan aspirasi warga, menyusun peta kepemilikan lahan, serta mengawal operasionalisasi pos perbatasan secara teknis dan partisipatif.

Singkatnya, DOB dan pembangunan infrastruktur bukanlah dua pilihan yang saling menegasikan. Keduanya justru harus berjalan beriringan. Infrastruktur tanpa kelembagaan yang kuat berisiko tidak terpelihara, sementara kelembagaan tanpa dukungan infrastruktur akan berjalan pincang. Pemekaran Sebatik menjadi DOB adalah jalan untuk menyatukan keduanya secara simultan dan berkelanjutan.

Akhir-akhir ini, keresahan warga Sebatik meningkat ketika wacana DOB dinilai tidak penting. Padahal, mereka adalah pihak yang paling merasakan keterbatasan layanan dan keterputusan negara. Warga perbatasan tidak menuntut lebih, hanya ingin negara hadir sebagaimana mestinya: dekat, cepat, dan adil.

Saya percaya bahwa setiap kritik terhadap DOB lahir dari semangat kehati-hatian. Namun dalam konteks Sebatik, justru inilah saatnya negara hadir lebih utuh. Jika benar kita ingin membangun dari pinggiran, maka jangan biarkan Sebatik terus tertunda oleh ketakutan fiskal atau skeptisisme struktural.

Hingga hari ini, satu-satunya halangan yang membuat DOB Sebatik belum terwujud hanyalah kebijakan moratorium nasional. Bukan karena Sebatik tidak layak secara ekonomi, administratif, ataupun strategis. Bahkan dari sisi demografi, potensi fiskal, dan urgensi geopolitik, wilayah ini memenuhi semua prasyarat yang selama ini dijadikan standar pemekaran.

Oleh karena itu, ketika kelak moratorium dibuka, negara tidak boleh ragu. Sebatik harus menjadi prioritas. Pemekaran ini bukanlah hadiah, melainkan jawaban atas kebutuhan konstitusional warga negara di garis perbatasan: pelayanan yang adil, pembangunan yang setara, dan kedaulatan yang nyata.(**)

Print Friendly, PDF & Email
Share This Article
Facebook Email Print
What do you think?
Love0
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Leave a review

Leave a Review Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Please select a rating!

Pencarian

Berita Terbaru

  • Keselamatan Pelayaran Jadi Sorotan, Dirut Sidak Kapal PELNI di Surabaya 12 Juli 2025
  • Konflik Lahan di Gang Rukun RT 17 Karang Anyar Pantai Temui Titik Terang 12 Juli 2025
  • Konflik Jalan di Gang Rukun Tarakan Selesai Lewat Mediasi Kekeluargaan 11 Juli 2025
  • Minim Petugas Kebersihan, Komisi I Dorong Peningkatan Layanan Perpustakaan di Tarakan  11 Juli 2025
  • Tim Karate Polda Kaltara Siap Berlaga di Piala Pangdam VI/Mulawarman di Balikpapan 11 Juli 2025
- Advertisement -

Advetorial

PT PRI Bekali Mahasiswa UBT di Acara Seminar K3 
ADVETORIAL
MODENA Perkenalkan Chest Freezer Terbaru, Solusi Andal untuk Berbagai Sektor Usaha
ADVETORIAL
PRI Peduli: Gelar Pengobatan Gratis dan Bagikan Bingkisan Natal
ADVETORIAL
Perayaan Nataru di Gereja HKBP Tarakan Berlangsung Semarak, Gubernur Ajak Warga Kaltara Tingkatkan Toleransi dan Kerjasama
ADVETORIAL
© 2025 Facesia.com | All Rights Reserved.
  • Pedoman Media Siber
  • Beriklan
  • Policy
  • Redaksi
  • Karir