TARAKAN – Komisi I DPRD Kota Tarakan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) untuk membahas persoalan lahan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) bersama PT Pertamina EP Tarakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan, dan Polres Tarakan, pada Senin (5/5/2025).
Rapat ini digelar menyusul banyaknya isu di masyarakat terkait status kepemilikan lahan di wilayah operasi Pertamina, termasuk soal sertifikasi lahan dan radius keselamatan.
Ketua Komisi I DPRD Tarakan, Adyansa, mengungkapkan bahwa rapat tersebut berhasil menjawab sejumlah pertanyaan masyarakat terkait status lahan di WKP.
“Alhamdulillah, beberapa isu sudah terjawab, termasuk soal radius keselamatan yang telah diatur sejak tahun 1930-an. Di luar radius itu, Pertamina dapat memberikan rekomendasi untuk pengelolaan lahan,” ujar Adyansa usai rapat.
Menurut Adyansa, radius keselamatan minimum ditetapkan 100 meter dari sumur bor aktif, tetapi dapat diperluas dengan mempertimbangkan aspek keselamatan.
“Saya baru tahu ternyata radiusnya dihitung 100 meter dari sumur bor aktif, tapi ini bisa lebih kalau aspek keselamatannya membutuhkan,” katanya.
Rapat juga membahas hibah aset tanah dari Pertamina yang saat ini dikelola oleh Kementerian Keuangan (Kemencu) untuk dimanfaatkan Pemkot Tarakan. Aset tersebut diharapkan dapat dialihkan dari aset negara menjadi aset daerah.
“Kami membahas bagaimana aset negara yang sudah diduduki Pemkot bisa menjadi aset daerah, termasuk untuk pembentukan polsek di Tarakan Tengah,” jelas Adyansa.
Lebih lanjut, Adyansa menyebutkan bahwa Pertamina memiliki lebih dari 1.500 titik sumur bor di Tarakan sejak era Belanda. Sumur yang masih aktif atau memiliki potensi minyak tetap dipertahankan, sedangkan sumur yang sudah ditutup secara permanen dianggap tidak lagi aktif.
“Kalau sumur sudah ditutup penuh, itu dianggap berkurang. Tapi kalau masih ada kemungkinan minyak, itu masih aktif,” tambahnya.
Untuk pengurusan lahan oleh masyarakat, Adyansa menegaskan bahwa proses tetap melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Masyarakat yang ingin mengurus lahan harus ke BPN, kemudian BPN akan berkoordinasi dengan Pertamina untuk menentukan apakah lahan tersebut memungkinkan untuk disertifikasi atau tidak,” terangnya.
Ke depan, DPRD Tarakan berencana membentuk tim gabungan yang terdiri dari Pertamina, Pemkot, dan DPRD untuk mengawal proses hibah tanah dan alih status aset.
“Insya Allah, dalam waktu dekat kami akan bentuk tim untuk mengawal tanah hibah ini, agar aset negara bisa menjadi aset daerah,” pungkas Adyansa.
Rapat ini diharapkan dapat memberikan kejelasan bagi masyarakat Tarakan terkait status lahan di WKP serta mempercepat penyelesaian masalah aset daerah. (*)