TARAKAN – Permasalah lahan bandara yang berada di Kelurahan Karanya Anyar Pantai dan Kelurahan Karang Anyar belum menemui titik terang. Sengketa lahan antara masyarakat dan pihak bandara ini sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu.

Ketua Komisi I DPRD Tarakan, H Anas Nurdin mengungkapkan, setelah dilakukan beberapa kali Rapat Dengar Pendapat (RDP), Senin (16/10/2022) pihaknya melakukan kunjungan lapangan beserta intansi terkait.
“Tujuannya untuk menginventarisir semua persoalan-persoalan yang ada di lapangan antara warga dan dengan pihak bandara,” ungkapnya.
Politisi Golkar ini menerangkan, dalam kunjungan lapangan yang dilaksanakan beberapa hari lalu, bukan hanya dihadiri oleh pihak bandara. Namun, Badan Pertanahan Nasional (BPN) maupun Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang ikut dihadirkan. Tujuannya untuk memastikan lahan mana saja yang masuk dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Fakta di lapangan, berdasarkan data Kelurahan Karang Anyar Pantai, ada sekitar 8 hingga 9 sertifikat dimiliki warga setempat masuk dalam lahan milik bandara dengan sertifikat nomor 147.
Bukan hanya itu, fakta lain yang ditemukan, dari pagar pembatas akhir bandara yang dibangun pada masa kepemimpinan Jusuf SK, ternyata diluar pagar masih ada lahan bandara berdasarkan sertifikat.
“Setelah kita cek masih ada patok dan bekas pagar kawat. Kenapa waktu itu di pagar di luar situ, mungkin prediksi kami karena pemukiman warga sepanjang itu,” kata H Anas.
Menurutnya, jika bandara melakukan pemagaran sesuai sertifikat, maka butuh biaya besar untuk membebaskan rumah-rumah warga yang ada di lahan tersebut.
Saat ini, warga meminta agar status lahan mereka bisa ditingkatkan. Namun, dari pihak bandara tidak berani mengeluarkan rekomendasi sebab lahan yang diklaim warga sudah terdaftar di Badan Milik Negara dan berbentuk sertifikat.
“Tapi yang anehnya lagi, di dalam sertifikat bandara ini adalagi sertifikat warga. Tapi tidak semua memiliki sertifikat sehingga memicu warga lain untuk keberatan karena tidak bisa meningkatkan status alas hak lahan mereka,” ujarnya.
Hal yang sama pun terjadi di Kelurahan Karang Anyar, depan landasan pacu bandara. Informasi dari lurah, ada lahan bandara yang dihuni warga, masuk dalam zina C dengan luasan 52 hektare. Bahkan di lokasi itu juga ada sertifikat.
Berdasarkan perencanaan pengembangan bandara, lahan yang ada di depan landasan pacu sudah masuk dalam RTRW sebagai area transportasi.
“Permasalahannya sama dengan warga Kelurahan Karang Anyar Pantai. Sudah ada warga yang mengikuti program PTSL dengan Peta Bidang. Namun, saat hendak meningkatkan status menjadi sertifikat, tertolak dan BPN meminta rekomendasi dari Bandara atau pemerintah,” jelasnya.
Ia berharap permasalahan bisa terselesaikan karena sudah puluhan tahun. Rencananya, setelah semua bukti dan bahan sudah lengkap, permasalahan ini akan dibawa ke level lebih tinggi yaitu Kementerian Perhubungan.
“Tujuan kami sekarang mengumpulkan bahan dan keterangan. Ada rencana kami untuk berkunjung ke Kementrian Perhubungan untuk mencari solusinya. Permasalahan ini sudah lama, karena merupakan aspirasi dari masyarakat, apapun itu bentuknya saat sampai di lembaga ya harus ditindaklanjuti,” ungkapnya.
Sebelumnya, pihaknya juga mendapatkan informasi mengenai adanya anggaran dari pihak bandara untuk pembebasan lahan. Namun karena masih ada permasalahan saling klaim lahan antar warga sehingga pihak bandara meminta permasalahan ini diselesaikan terlebih dahulu.
“Sudah ada sebagian yang terbayar. Pada saat itu, ada juga anggaran yang dititip ke Pengadilan. Jadi tentu dalam hal ini pihak bandara tidak mau membayar kalau masih ada permasalahan. Makanya kita sterilkan dulu, semua persoalan di masyarakat baik klaim antar masyarakat dan bandara kami mau urai masalahnya, sehingga bisa selesai dengan baik,” tegasnya.(sha)