JAKARTA – Potensi dari penggalian batuan sumber (source rock) kendati membutuhkan biaya eksplorasi yang lebih mahal. Saat ini, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” melakukan upaya memanfaatkan teknologi yang ada, dan kemudian menawarkan hasil penelitian kepada pemilik-pemilik WK Migas.
“Cost-nya lebih mahal tapi teknologi bisa mengatasi,” tegas Menteri Energi dan Sumber Daya MIneral (ESDM) Arifin Tasrif.
Indonesia masih punya peluang besar mendongkrak lifting atau produksi siap jual minyak dan gas bumi (migas) dengan menggarap ladang baru serta mengembangkan Wilayah Kerja (WK) eksisting. Pemerintah mempercayakan kepada Pertamina selaku perusahaan pelat merah untuk mengelola beberapa WK yang sudah berakhir masa kontraknya dan dikembalikan oleh negara.
Baca juga : Migas dari Komoditas Jadi Modal Pembangunan Nasional
Baca juga : Pendamping PKH Dituntut Berintegritas dan Berkompetensi
Pemerintah sendiri menetapkan lifting migas pada APBN 2020 sebesar 1.946 Million of Barrels of Oil Equivalent Per Day (MBOEPD) dengan rincian 755 mbopd dari minyak dan 1.191 dari mboepd dari migas. Optimisme terhadap capaian target lifting migas terlihat dari 12 proyek migas yang diproyeksikan berjalan tahun 2020 ini.
Di samping itu, Pemerintah berencana menjalankan sejumlah strategi dengan memberikan insentif kepada badan usaha (BU) migas. Insentif itu diberikan untuk mempercepat 42 rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) lapangan migas hingga mendorong penggunaan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR), serta melegalkan pengelolaan sumur tua oleh masyarakat meskipun produksinya sedikit.
Tak kalah penting juga, melalui SKK Migas Pemerintah membuka layanan One Door Service Policy (ODSP) guna merealisasikan target produksi minyak 1 juta barel per hari (BOPD) pada 2030. Ketua Umum Aspermigas John S Karamoy menyatakan, mendukung pernyataan dari Menteri ESDM dalam mengutamakan kepentingan pembangunan nasional. Ia juga berharap bahwa strategi dan insentif yang ditawarkan dapat merangsang bisnis migas lebih bergairah dan produktif.
“Saat ini di Indonesia masih terdapat 68 dari 128 cekungan yang berpotensi mengandung minyak dan gas bumi (migas) yang belum di eksplorasi,” tuturnya. “Ke-68 cekungan tersebut sudah dalam perencanaan, sehingga dalam waktu beberapa tahun mendatang bisa memiliki data migas yang akurat, yang dapat menjadi daya tarik investor menanamkan investasinya,” sambungnya. (ant/ny)