Oleh : Ernadaa Rasyidah
(Pemerhati Generasi)

Berbicara sosok pemuda seolah tidak akan ada habisnya. Terlebih berbicara tentang pemuda dan perubahan. Jika kita mengamati lebih dalam perubahan yang terjadi baik skala lokal maupun global, bisa dipastikan ada kontribusi kaum pemuda di dalamnya. Wajar kemudian, sematan agent of change selalu disandang oleh pemuda.
Generasi muda merupakan agen perubahan yang diharapkan kehadirannya untuk membawa keadaan negeri ini ke arah yang lebih baik. Namun sayang, belakangan ini banyak ditemui pergeseran fungsi dan peran pemuda, mereka tidak lagi menggenggam sebuah visi besar yang seharusnya menjadi fokus untuk diwujudkan. Kehidiupun sekuler yang jauh dari nilai-nilai agama telah menyelimuti generasi. Walhasil lahir generasi yang tanpa kendali, budaya permisivisme yang membolehkan segala sesuatu dengan cara apapun, sejatinya telah menggerus jati diri pemuda masa kini.

Apalagi di era serba digital hari ini, pesatnya teknologi dan informasi, dalam sekedip mata segala hal bisa dengan mudah diakses. Tanpa iman yang kuat sebagai benteng kokoh, lahirlah generasi individualis, alay, bucin, konsumtif dan liberal. Jauh dari harapan sebagai penyambung estafet kepemimpinan.
Padahal Islam memiliki sejarah panjang mengenai kesuksesan seorang pemuda dalam memainkan peran sebagai agent of change, sang penakluk, mewujudkan mimpi dan cita tanpa kenal kata menyerah. Menyongsong visi besar untuk mewujudkan janji Allah, juga bisyarah atau kabar gembira Rasulullah, menjadi sebaik-baik pemimpin dan sebaik-baik pasukan, mengukir sejarah besar peradaban Islam nan gemilang.
Sosok Muhammad Al Fatih, dilahirkan pada 27 Rajab 835 H/30 Maret 1432 M di Kota Erdine, ibu kota Daulah Utsmaniyah saat itu. Ia adalah putra dari Sultan Murad II yang merupakan khalifah keenam Daulah Utsmaniyah. Pemuda pilihan yang telah mewakafkan jiwa dan raganya demi Islam. Saat berusia 14 tahun, Muhammad Al-Fatih sudah mampu hafal Alquran dan menguasai 6 bahasa dunia.
Ketika menginjak usia 21 tahun, dia mampu menggantikan sang ayah memimpin Kesultanan Turki Ustmani, sebuah beban berat bagi seorang pria dengan umur tersebut. Namun dia diberkahi Allah SWT dengan kecerdasan sehingga menjadi seorang ahli taktik militer, teknik, sains, matematika dan tentu saja seorang ahli ibadah, yang tidak pernah meninggalkan shalat malam dan rawatibnya. Perpaduan iman dan ilmu yang menyatu dalam amal perbuatan, menjadikannya tokoh terkenal dunia, karena mampu menaklukkan Konstantinopel yang kala itu bentengnya tidak bisa ditembus pasukan manapum selama 8 abad lamanya. Kedigdayaan Byzantium akhirnya jatuh ditangan Muhammad Al-Fatih. Kegemilangan yang diraih sekaligus membuktikan kebenaran hadits nabi bahwa “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR. Ahmad)
Sudah sepatutnya generasi muda di Indonesia dan dunia tentunya meneladani segala kemampuan dan keseriusan Muhammad Al-Fatih dalam mewujudkan sebuah visi besar perjuangan. Menyertakan Allah dalam setiap aktivitas dan menjalani semuanya semata-mata untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT.
Allah SWT telah berfirman dalam Surat Ar-ra’d yang artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka”
(QS Ar-Ra’d: 11).
Ayat diatas jelas sampai kepada kita bahwa perubahan butuh aksi, tidak cukup sekedar niat dalam hati. Perubahan butuh bukti karena jika tidak demikian selamanya hanya akan menjadi mimpi.
Kunci sebuah perubahan setidaknya mencakup tiga hal. Pertama, adanya sebuah kesadaran bahwa kondisi hari ini adalah kondisi yang tidak ideal, permasalahan multidimensi yang juga berdampak pada pada generasi muda harus kita cari jalan keluar. Kedua, memahami ada kondisi ideal, untuk menggantikan kondisi saat ini. Ada asa dan harapan yang ingin diwujudkan. Keterpurukan dan kemerosotan harus diganti dengan kebangkitan dan kegemilangan. Ketiga, paham dan memiliki gambaran yang jelas terhadap cara mengubah keadaan. Realitas pemuda hari ini, telah jauh dari jati diri muslimnya. Penerapan sistem sekuler telah memisahkan agama dalam kehidupan, ibarat memisahkan jasad dari ruhnya. Maka kebangkitan pemikiran, memahami visi dan identitas sebagai umat terbaik, mengemban amanah perubahan sebagai generasi terbaik yang di turunkan Allah dan melaksanakan aktivitas dakwah amar ma’ruf nahiy munkar adalah keniscayaan (QS. Ali Imran:110). Aktivitas ini akan membawa manusia dari kegelapan menuju cahaya, dari keterpurukan menuju kebangkitan yang hakiki.
Janji Allah tentang kemangan Islam, juga kabar gembira dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam merupakan spirit utama kaum muslimin untuk terus berjuang. Menjadi sumber kekuatan yang tak mampu dihentikan oleh siapa pun. Keyakinan terhadap janji-janji yang disampaikan tersebut menjadi pelecut motivasi untuk merealisasikannya. Sebab, seluruh janji itu pasti akan terjadi, tak terkecuali tegaknya kembali peradaban Islam yang sesuai metode kenabian.
Maka perjuangan Muhammad Al Fatih seharusnya mampu menghadirkan semangat perjuangan yang kuat, menjadi inspirasi kehidupan. Sungguh tidak ada hal yang mustahil dalam langkah perjuangan dakwah Islam ini, pertolongan akan hadir manakala kaum muslimin telah mampu menghimpun kekuatan agar tegaknya syariat Islam dimuka bumi diyakini sebagai solusi.
Maka tugas kita saat ini mempersiapkan generasi-generasi terbaik , melayakkan diri menjadi generasi militan, memiliki idealisme tinggi terhadap kebenaran yang dengan keimanannya tak lagi diragukan untuk menjadi pembela Islam. Jejak kemenangan Muhammad Al Fatih adalah kepastian yang akan terjadi, jika kita konsiaten menapakii jejak-jejak yang sama.
Wallahu’alam.