Oleh : Badiul Hadi
Manager Riset Seknas FITRA
HARI-hari terakhir masyarakat disibukkan dengan istilah-istilah asing. Mulai lockdown, sosial distancing, phyical distancing, dan yang terbaru new normal. Mengutip Wikipedia New Normal adalah istilah dalam bisnis dan ekonomi yang mengacu pada kondisi keuangan setelah krisis keuangan 2007-2008 dan setelah resesi global 2008-2012. Istilah ini sejak itu telah digunakan dalam berbagai konteks lain untuk menyiratkan bahwa sesuatu yang sebelumnya tidak normal telah menjadi. New Normal mengalami perkembangan penggunaan, terbaru istilah ini digunakan oleh pemerintah untuk merespon persebaran Covid-19 (corona) yang kian tak terkendali, atau jika boleh di sebut pemerintah mulai “keteteran” menangani Covid-19. Menurut Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmita mengatakan, new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.
Sepertinya pemerintah sedang berupaya membangun kepelikan optimisme masyarakat, dengan menghadirkan new normal sebagai solusi kondisi saat ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak masyarakat untuk menerapkan tatanan hidup baru atau new normal dan hidup berdamai dengan Covid-19. Ini sama seperti saat Presiden Jokowi mengajak masyarakat mengkonsumsi jamu untuk menangkal Covid-19, justru ajakan ini berdampak pada naiknya harga “empon-empon” bahan jamu di pasaran dan persebaran Covid-19 tak terelakkan. Bahkan kian hari angkanya naik. Entahlah, yang jelas dalam tekanan hidup yang berat saat ini, mungkin dan semoga masih ada sebagian masyarakat bisa tersenyum bahkan tertawa melihat kekocakan para pemangku kebijakan.
Sejak awal pagebluk para pejabat di negeri ini optimis bahwa bangsa ini mampu menghadapi Covid-19. Meskipun kesannya malah menyepelakan dengan pernyataan yang sulit dicerna nalar bahkan jadi lelucon, untungnya masyarakat sebagian besar masih memiliki kepatuhan pada pemerintah. Tentu kita semua ingat awal pagebluk, ada pejabat yang manyatakan Covid-19 ini hanyalah virus flu biasa tidak perlu heboh, angka kematian karena penyakit flu di Indonesia jauh lebih tinggi dibanding virus Covid-19. Kemudian ada himbauan agar masyarakat konsumsi taoge dan brokoli, himbauan berjemur. Tentu kita juga ingat lamanya pemerintah menentukan kondisi kedaruratan, sikap pemerintah ini tentu menuai pro kontra ditengah masyarakat, bahkan situasi ini semakin membingungkan saat koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah tidak terjalin baik. dan ini jadi pekerjaan rumah preisiden untuk mengkoorinasikan ke semua jajaran baik di kementerian sampai dengan daerah. terlebih beberapa daerah menganggap kebijakan pemerintah pusat merepotkan daerah.
Sekitar tiga bulan sudah berlalu, sejak pemerintah umumkan perang terbuka melawan Covid-19. Pemerintah mengerahkan segala daya dan upaya mulai dari pemberlakuan kondisi kedaruratan dan protokol kesehatan, pembatasan sosial bersekala besar (PSBB), bahkan kebijakan penganggaran tak luput dikeluarkan. Namun, korban terus mengalami peningkatan setiap harinya, persebarannya semakin masif, bahkan sampai memakan korban jiwa, baik dari masyarakat maupun tenaga medis. Bahkan banyak yang memprediksi perang ini akan lama terjadi, walaupun dibantah oleh pemerintah perang ini akan segera usai, paling lama sampai diakhir tahun 2020.
Setelah berbagai kebijakan dikeluarkan situasi tidak kian membaik. Entah apakah karena Lelah perang atau putus asa, terakhir pemerintah mengeluarkan wacana kebijakan new normal, hidup berdampingan dengan Covid-19 atau berdamai dengan Covid-19. Banyak pihak memandang New normal sebagai kebijakan pelonggaran PSBB. Beberapa kebijakan yang mengindikasikan pelonggaran perlahan tapi pasti diberlakukan, diataranya kebijakan pekerja usia di bawah 45 tahun, dan pembukaan operasional moda transportasi di sektor penerbangan. Pemerintah beralasan kebijakan itu setelah dilakukan evaluasi. Sementara persebaran Covid-19 semakin masif bahkan semakin luas diseluruh wilayah Indonesia. Pelonggaran ini dibarengi sikap masyarakat yang mulai banyak beraktifitas diluar rumah yang kemungkinan karena sudah jenuh work from home dan makin menipisnya cadangan kebutuhan ekonomi. Situasi itu yang kemudian memunculkan tagar #Indonesiaterserah sebagai bentuk protes.
Disisilain, pelonggaran atau kalau tidak boleh sebut begitu, sebut aja “pengetatan” tidak lepas dari kondisi ekonomi Indonesia yang kian terpuruk, terlebih setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2020 diangka 2,97 persen. Pemerntah panik, toh sebenernya pemerintah tidak perlu panik, jauh-jauh hari banyak pihak sudah sampaikan prediksi terpuruknya perekonomian Indonesia karena Covid-19. Pemerintah harus optimis layaknya saat merespon datangnya Covid-19. Yang jelas, tantangan berat saat ini bagi pemerintah adalah mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan seluruh sumber daya untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Solidaritas sosial harus ditumbuhkan, dan yang lebih penting pemerintah harus jujur kalau toh new normal merupakan kebijakan pelonggaran ya disampaikan saja, tidak perlu berkelit dengan memberikan pemahaman rumit yang justru memperburuk kepercayaan masayarakat pada pemerintah.(*)