
Oleh : Fatnah Az-Zukhruf S.Pd
(Pemerhati Umat)




SEAKAN tak ada habisnya, pelecehan terhadap Islam dan simbol-simbolnya semakin
sering terjadi. Teringat kasus brutal yang terjadi di Selandia Baru, penembakan oleh
seseorang di masjid telah membuat kaum muslim berduka. Baru-baru ini, pelecehan
kembali terjadi di dunia internasional. Negara Prancis kembali mengundang amarah
kaum Muslim dengan melecehkan sosok mulia Nabi Muhammad SAW.
Mirisnya, tindakan tersebut justru menuai pujian oleh beberapa pihak pendukung
kebebasan. Apresiasi dari sang Presiden Prancis Emmanuel Macron juga semakin
mengobok-obok perasaan. Menurutnya, penerbitan karikatur Nabi Muhammad
merupakan tindakan yang sah-sah saja dan merupakan bagian dari kebebasan
berpendapat.



Wajair kemudian memancing sejumlah aksi yang dilakukan oleh berbagai lapisan
masyarakat. Bukan hanya di Indonesia, aksi tersebut juga dilakukan oleh kaum
Muslimin global yang tak kuasa menahan diri untuk melakukan pembelaan sekaligus
membuktikan rasa cinta mereka kepada nabi Muhammad dan juga risalahnya.
Misalnya Turki, yang mengumumkan kepada seluruh masyarakat agar memboikot
segala macam produk dari Prancis. Sejumlah negara lain juga melakukan aksi yang
sama, seperti Kuwait, Mesir, dan Bangladesh. Di Indonesia, MUI telah mengeluarkan
kebijakan untuk boikot produk Prancis sebagai balasan atas pelecehannya terhadap
Nabi Muhammad SAW.



Islamophobia atau ketakutan kepada agama Islam adalah propaganda global barat
terhadap Islam dan kaum muslim. Terutama di negara bagian Barat yang notabene
Kaum Muslim menjadi minoritas. Hal ini bermula saat digulirkannya “Global War on
Terrorism” oleh Presiden Amerika Serikat untuk seluruh dunia agar bergerak
melawan erorisme yang di representasikan dengan perang melawan Islam dan
ajaranya. Hal ini tentu atas dukungan dari sistem demokrasi-sekuler, serta ide-ide turunannya semakin memuluskan aksi-aksi para pembenci Islam. Dengan dalih kebebasan yang dilindungi HAM.



Umat Butuh Syariah, Umat Butuh Persatuan Global
Tak dipungkiri bahwa geliat kebangkitan Islam semakin menguat, seperti air
yang dididihkan, menguap dan menghasilkan dorongan, begitu pula umat Islam.
Mereka merindukan perubahan, mereka butuh solusi atas segala carut marut
poblematika sekarang. Sistem yang akan membuat para pembenci Islam jera. Itulah
sistem Islam, sistem yang akan menyatukan seluruh umat, menjadikan mereka kuat
dan disegani. Hanya Islam yang memiliki solusi tuntas dalam mengatasi segala bentuk
pelecehan dan penistaan yang terjadi.



Dalam kasus penistaan agama, Islam dengan sangat jelas memposisikan dan
menanganinya. Hal yang pernah dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid. Ketika itu
Sultan Abdul Hamid mengancam akan menyerukan jihad fi sabilillah yang akan
menghancurkan Prancis dan Inggris jika mereka tetap membolehkan pertunjukan
drama Voltaire yang menghina Rasulullah Saw. Sultan Abdul Hamid sebagai Khalifah
kaum Muslimin pada saat itu dengan pakaian militer kebesarannya memanggil wakil
diplomatik Prancis dan Inggris di Istambul dan kemudian memberikan ancaman yang
berhasil membuat mereka ketakutan.



Hukuman yang tegas itu akan bisa memberi efek jera. Pelakunya tidak akan
mengulanginya lagi sekaligus mencegah orang lain melakukan penghinaan terhadap
Islam. Hal itu hanya bisa dilakukan dengan cara menyatukan seluruh umat Islam
secara global dalam naungan Khilafah.
Menegakkan Syariah, Wujud Kecintaan kepada Nabi
Cinta tentu tidak cukup dengan kata-kata. Cinta juga tidak cukup hanya berupa
komitmen, tetapi kosong tanpa bukti nyata. Membela Nabi saat dihina, marah kepada
mereka yang melecehkan ajaran Islam adalah bentuk salah satu pembuktian kecintaan
seseorang kepada Rasulullah dan ajaran Islam.
Meneladani dan mengikuti Baginda Nabi Saw. dibuktikan dengan menerapkan
syariat yang beliau bawa secara keseluruhan. Allah SWT menegaskan bahwa sikap
demikian merupakan bukti kebenaran dan kesempurnaan iman. Allah SWT
berfirman, “Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim atas perkara apa saja yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka atas putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (TQS an-Nisa’ [4]: 65)
Menjadikan Rasul Saw sebagai hakim sepeninggal beliau adalah dengan
menjadikan syariat yang beliau bawa sebagai pemutus segala perkara. Menjadikan
syariat Islam sebagai pemutus segala perkara tidak mungkin terwujud kecuali dengan
menerapkan syariat secara kaffah untuk mengatur segala urusan masyarakat.
Jadi, cinta kepada Nabi Saw, akan menghasilkan kecintaan pada syariatnya.
Kecintaan pada syariatnya tentu akan menghasilkan kerinduan pada penerapannya.
Kerinduan pada penerapan syariat akan melahirkan amal dan perjuangan untuk
mewujudkan penerapan syariat secara kâffah. (*)