
TARAKAN – Persoalan status lahan hutan lindung persemaian di RT 3 Juata Kerikil, Kecamatan Tarakan Utara yang sudah bertahun-tahun menjadi perdebatan antara warga dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), belum ada titik temu. Hal itu, menjadi perhatian Komisi 1 DPRD Kota Tarakan dengan melakukan kunjungan lapangan (kunlap) ke lokasi, Selasa (13/6/23).




Kunlap Anggota Komisi 1 terdiri dari Mustain, Rusli Jabba, Akbar Ola, Edi Patana dan Hayzal Zulkhan, didampingi dari UPTD KPH Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), Bagian Pertahanan pemkot Tarakan, Camat Tarakan Utara, Lurah Juata Kerikil, serta warga.
Kunjungan ini, untuk melihat patok batas lahan hutan lindung yang menjadi perdebatan antara warga dengan KPH. Sebab, dikawasan tersebut telah berdiri kurang lebih ada 50 bangunan rumah warga dan termasuk masjid yang baru dibangun.



Kawasan tersebut, dahulunya menjadi konsesi PT. Inhutani. Hanya saja tahun 2013 konsesi berakhir.



Sebelum ada perubahan Surat Keputusan (SK) 175/1975, kawasan tersebut terdapat 2 penetapan yaitu hutan produksi dan hutan lidungi. Terbitnya surat yang baru berdasarkan SK Men-LHK No. 6631/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2021, lokasi tersebut berubah menjadi kawasan hutan lindung. Tetapi warga menilai, bahwa lahan yang ditempati masih berada diluar kawasan hutan lindung.



Menanggapi hal itu, Anggota Komisi 1 Mustain menjelaskan permasalahan ini, sebenarnya sudah beberapa kali dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (Rdp) yang difasilitasi DPRD. Hanya saja belum ada titik temu.



“Ini sudah menjadi keluhan klasik dan sudah pernah di Rdp, jadi persoalannya adalah bahwa tanah yang ditempati masyarakat sekarang itu diklaim oleh Kehutanan masuk kawasan hutan lindung. Tadi itu diluar daripada pemagaran yang pernah dilakukan pemerintahan, itu tidak termasuk dalam kawasan dari pada hutan lindung,” kata Mustain kepada awak media.



Dijelaskan Mustain, persoalan muncul setelah ada penambahan kawasan hutan lindung. Akibat penambahan itu, membuat lahan warga yang sudah jadi tempat permukiman dan berkebun masuk dalam kawasan hutan lindung.
“Yang menjadi permasalahan lagi, kenapa ada penambahan hutan lindung. Sementara masyarakat sudah banyak yang bermukim disana, berkebun disana, nah ini jadi persoalan. Oleh karena itu kita bersama dengan masyarakat mengharapkan pemerintah agar penambahan kawasan hutan lindung yang baru itu dibatalkan, itu intinya permintaan warga,” jelas politisi Nasdem.
Ditambahkan Mustain, dalam penetapan penambahan kawasan hutan lindung, warga masyarakat yang tinggal di RT 3 Juata Kerikil tidak pernah dilibatkan. Padahal di dalam situ, ada warga yang sudah bercocok tanam dan bahkan mendirikan tempat tinggal.
“Ini kan kalau kita bicara masalah status lahan, semua lahan Inhutani dulunya kemudian dialihkan menjadi hutan lindung. Ini kan prosesnya tidak melalui prosedur yang benar, artinya disini ada hak masyarakat yang terlanggar disitu harusnya saat diajukan jadi hutan lindung dilibatkan. Sementara masyarakat ada di dalam bercocok tanam ini jadi persoalan,” ungkapnya.
Diterangkan Mustain, warga meminta ada kebijakan dari pemerintah terhadap warga yang sudah bermukim.
“Kami sebenarnya hanya membutuhkan kebijakan pemerintah artinya semuanya bisa berjalan. Karena kalau dikatakan hutan lindung tidak ada juga Pohon-pohon disana sudah tandus, jadi lahan-lahan kaplingan sudah,” ujarnya.
Terkait kawasan tersebut menjadi kesmen area atau penampungan air untuk embung persemaian, Mustain menilai banyak warga bermukim disitu karena adanya pembiaran dan kurangnya pengawasan. Seharusnya sebelum banyak bangunan rumah disitu, pemerintah sudah mencegah.
“Persoalan ini karena terjadi pembiaran, betul itu jadi resapan air embung persemaian, tetapi kenapa dari awal tidak ada pengawasan yang ketat. Ini terjadi pembiaran, rumah sudah berjejer di dalam sementara baru mau di atur masyarakat nya untuk mematuhi aturan ini sudah terlambat,” tutupnya.