TARAKAN – Permasalahan harga udang windu atau black tiger yang dikeluhkan turun, kini menemui titik terang. Setelah dilakukan rapat antar petani tambak dan pihak perusahaan dalam hal ini cold storage se Kota Tarakan, yang difasilitasi oleh pemerintah Kota Tarakan, maka diputuskan untuk menaikkan harga meski tidak signifikan.

Dikatakan dr Khairul, Wali Kota Tarakan, kenaikan harga yang disepakati dalam rapat tersebut yakni menaikkan harga table untuk size 20 dengan harga Rp 15 ribu dan Rp 10 ribu untuk size di bawahnya.
“Kemarin itu baru 3 cold storage yang setuju. Sisanya masih akan dikomunikasikan dengan pihak manajemen perusahaan. Mudahan ini bisa jadi solusi sementara untuk para petambak yang merasa harga udang menurun banget,” ujarnya.

Baca juga : https://facesia.com/kualitas-udang-menurun-penyebab-harga-anjlok/
Dari rapat tersebut, perwakilan perusahaan juga mengeluh bahwa penurunan harga ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi di luar negeri yang saat ini kurang bagus.
“Tapi bagaimana dalam situasi yang sulit sebenarnya kita saling membantu agar salah satu tidak terpuruk,” kata mantan sekda ini.
Menuturnya, masalah ini merupakan tri helix (petambak, supplier dan pabrik). Ketiga ini saling membutuhkan dan saling berhubungan. Contoh, misalnya salah satu pihak merasa harga itu tidak wajar, baik dari petambak, supplier atau cold storage.
“Jika kita menekan harga setinggi-tingginya untuk cold storage,mereka tidak bisa berproduksi atau membiayai oeprasional, kan rugi juga. Demikian juga sebaliknya dengan petambak, kalau dia merasa dengan investasi, biaya oparasional dia tidak bisa penuhi maka tidak bisa berproduksi,” tuturnya.
Baca juga: https://facesia.com/harga-udang-anjlok-petambak-menjerit/
“Jadi kalau petambak berhenti berproduksi maka pabrik akan tutup. Demikian juga sebaliknya, jika udang dipaksa dibeli dan itu tidak wajar lagi antara operasional cost dengan keutungan pasti pabrik akan tutup. Jika cold storage tutup petambak tutup juga. Begitu pun dan sebaliknya,” jelasnya.
Suplier juga tidak bisa beli udang karena tambak tutup, lanjut mantan Kepala Dinkes Kota Tarakan ini. Jadi ketiga ini saling membutuhkan.
“Oleh karena itu, kita berharap dari situasi yang sulit ini. Semua negara sedang sulit, bukan hanya kita. Negara maju pun sulit. Dengan situasi yang sulit ini, tentu kita harus bergandengan tangan, bahu membahu. Tidak boleh ada salah satu pihak yang menzolimi. Cold storage tidak bisa menzolimi petambak, termasuk juga suplier tidak boleh zolim ke petambak. Dan begitu sebaliknya harus duduk bersama, bekerjasama,” imbuhnya.
Khairul menjelaskan, bahwa dari ke tiga ini, tidak boleh ada yang rugi tapi keuntungannya harus dikurangi. Menurutnya, ada perbedaan antara untung kurang dan rugi.
“Dalam investasi, kita harus berbagi agar dalam kehidupan ini normal. Tidak boleh gaduh. Kalau gaduh pemkot pusing juga. Masalah harga pemkot ikut pusing juga. Jadi kemarin saya sudah mengimbau semua, tolong lah saling membatu dalam situasi sulit ini. Memang harus memahami juga kalau harganya tidak bisa seperti dulu,” ujarnya.
“Karena semakin ke sini pemain juga semakin banyak, untuk menyisiati itu, tentu saling berkerjasama dengan baik. Saling menghidupi, sehingga ada simbiosis mutulualisme. Kerjasama saling menguntungkan. Tidak boleh ada yang terlalu dominan. Ini bagian dari rantai yang saling terkait,” terangnya.
Ia pun berharap agar keputusan dari pertemuan yang alot itu dapat diimplementaskan di masyarakat.
“Itu harapan saya kepada semua pengusaha (petambak, supplier dan pabrik). Semua orientasinya keuntungan, tidak ada pengusaha yang tidak mau untung,” ucapnya.
Harga jual ke buyer apakah memang turun? Wali kota menjawab sesuai dengan yang disampaikan oleh pihak pabrik. Misalnya, udang 1 kg ukuran size 20 dibadrol sekitar 13,5 USD.
“Jika dikonversi sekitar Rp 200 rb. Jadi kalau dia beli Rp 80 rb per kilo kan mereka mengeluarkan cost operasional dan pegawai. Kan tidak mungkin harga jual sama dengan harga beli. Itu namanya dagang nabi. Ini kan pengusaha, pasti semua cari untung. Supaya semua hidup tidak boleh ada yang terlalu dominan agar rantai ini tetap bisa berjalan. Sebab, jika ada yang putus maka semua operasional akan terhenti,” imbuhnya.
Wali kota Tarakan juga menegaskan, bahwa yang dilakukan saat ini hanya sebagai regulator. Meski secara undang-undang, pemerintah tidak punya kewenangan untuk mengintervensi pengusaha mengenai harga udang.
“Kami hanya memfalisitasi. Pemerintah ini, ibaratnya daun jatuh juga harus di tahu. Sebab ujungnya pasti stabilitas. Kalau sampai stabilitas ini ternganggu, misalnya ada demo, menutup pabrik dan lainnya. Saya pikirnnya sebagai kepala daerah, kalau pabri di tutup ada ribuan orang yang bekerja di pabrik. Kan gak bisa kita biarkan jalan sendiri. Walaupun itu bukan kewenangan pemkot tapi kami mengimbau cobalah duduk bersama. Karena saya juga gak tau dan gak mau tau berapa untuk perusahaan. Tapi kalau bisa saling menguntungkan,” harapnya.(sha)