TARAKAN – Sejumlah mahasiswa Kota Tarakan yang tergabung dalam aliansi melakukan aksi demo di depan Gedung DPRD Tarakan, Senin (10/6/2024). Aksi demo ini ada tiga tuntutan yang disampaikan, salah satunya Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Tepera dinilai menyengsarakan dan tak pro rakyat.

Wakil Ketua II DPRD Tarakan Yulius Dinandus, mengatakan, tiga tuntutan yang dinginkan para mahasiswa ini harus di plenokan terlebih dahulu secara kelembagaan dan tidak dapat diputuskan sepihak.
Namun secara pribadi, salah satu tuntutan yakni menolak Tapera dirinya mendukung.
“Saya berani mengungkapkan pribadi dan sebagai pimpinan saya bagian orang yang tidak setuju dengan Tapera. Alasan saya indikator dan belum tepat dilakukan di Indonesia karena Tapera dilaksanakan di beberapa instansi resmi pemerintah saja masih memunculkan masalah. Bagaimana kalau itu dilaksanakan di keterlibatan pengusaha kerakyatan dan usaha kecil,” jelas Yulius Dinandus.

Menurutnya, program Tapera ini menjadi dilema buat semuanya. Untuk itu, Ia berharap negara seharusnya memunculkan terlebih dahulu kepuasan pelaksanaan Tapera selama ini baik di ASN, TNI-Polri. Jika sudah ada nilai plus maka menurutnya tidak ada masalah.
“Toh jujur aja negara kita ini kan sulit untuk saling percaya. Jaminan kepercayaan oleh rakyat yang dimunculkan pemerintah lalu baru programnya. Saya kira itu masukan pemerintah. Saya bagian dari yang menolak melaksanakan Tapera. Secara nalar akademis saya menolak dan karena menurut saya belum tepat,” tegasnya.
Negara maju pun saja masih sulit melaksanakan program itu kecuali beberapa negara yang memang kalangan atas seperti Swiss, Austria. Amerika saja tidak berhasil lanjutnya dengan model Tapera.
“Sehingga sekali lagi secara pribadi saya menyatakan Tapera belum tepat guna untuk rakyat. Saya tidak tahun daerah lain. Kalau di sini saya selaku pimpinan DPRD ini sih memberatkan. Kita belajar dari pengalaman orang,” tegasnya.
Intinya munculkan dulu kepercayaan public kepada negara. Maka tiga bagian disampaikan secara lembaga sepakat. Kemudian kedua, perbaikan pendidikan dan regulasinya juga pihaknya sangat menyetujui.
“Kemudian berhubungan akitivis. Kalau bunyinya kepolisian pro terjadap aspirasi rakyat yang disampaikan oleh para aktivis kita mahasiswa kita sepakat dengan itu. Tapi kalau misalnya pencoptan kepala negara itu kan bagian dari urusan yudikatif, saya mewakili lembaga legislative. Kalau lembaga yudikatif, diurusi legislative negara kacau. Kami tidak masuk ke bagian itu,” tukasnya. (sha)