TARAKAN – Pengrajin batu bata di Kelurahan Mamburungan Timur mengalami penurunan pendapatan secara signifikan setelah tersiar kabar tentang pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) masuk di Kota Tarakan.
Ditambah setelah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) semakin menambah beban hidup para pengrajin batu bata. Hal tersebut karena pada umumnya para pengrajin batu bata menggantungkan hidupnya pada hasil jual-beli batu bata.
Meskipun jauh sebelum adanya pandemi Covid-19, hasil produksi batu bata telah banyak mensejahterakan para pengrajin.
Seorang pengrajin batu bata di Mamburungan Timur, Suardi mengatakan sebelum adanya pandemi Covid-19, produksi batu bata sebenarnya sangat menguntungkan dan kebutuhan akan batu bata sangat tinggi.
“Mengingat adanya program pemerintah kota Tarakan yaitu bedah rumah dan beberapa proyek lain yang membutuhkan batu bata,” ujarnya.
“Namun setelah tersiar kabar bahwa pandemi Covid-19 ini memasuki Kota Tarakan, proyek-proyek tersebut terhenti dan otomatis kebutuhan akan batu bata mengalami turun drastis. Para tukang dan pekerja bangunan yang berdiam diri di rumah mungkin karena takut tertular Covid-19,” jelas Suardi.
Menurutnya, di tempat lain ada pengrajin batu bata yang sudah menjerit akibat menurunnya permintaan batu bata. Sebab pengrajin ini tidak punya penghasilan lain.
“Adapula yang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja tidak mampu, sehingga menjaminkan batu bata miliknya yang belum dibakar hanya untuk menyambung hidup,” timpalnya.
Meskipun di tengah pandemi Covid-19 para pengrajin batu bata di Kelurahan Mamburungan Timur tetap memproduksi batu bata. Cara pembuatan batu bata sejauh ini masih menggunakan alat sederhana.
“Mulai dari proses percetakan lalu di jemur dan terakhir dioven. Sementara pembakaran bisa berlangsung 2 hingga 3 hari, tergantung jumlah batu bata yang akan dioven,” pungkasnya.(jsr)