TARAKAN – Tujuh orang pelaku pencoblos dua kali di TPS 57 kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Hal ini disebabkan lantaran pihak Polres Tarakan telah melakukan pemanggilan dua kali namun selalu mangkir.
Kapolres Tarakan AKBP Ronaldo Maradona melalui Kasat Reskrim Polres Tarakan, AKP Randhya Sakhtika Putra mengatakan, di antara tujuh orang yang sudah diterbitkan DPO-nya, ada tiga orang memiliki hubungan keluarga.
Tujuh orang masing-masing berinisial MA, SU, LZ, NAH, FA, AM dan ZU.Semuanya berdomisili di Jalan Wijaya Kusuma, Kelurahan Karang Anyar Kota Tarakan.
Randhya menjelaskan, tujuh orang ini terbukti melakukan pencoblosan dua kali di TPS berbeda pada saat pesta demokrasi di tanggal 14 Februari 2024 lalu.
Pada saat itu pelapor (Bawaslu) mendapat informasi dari pengawas TPS 57 bahwa adanya seseorang yang melakukan pemberian suara dimana orang itu sudah pernah mencoblos di TPS 58. Kemudian, pelapor bersama Bawaslu ke TPS dan di sana, Bawaslu mengecek laporan PTPS.
Selanjutnya, pihak Bawaslu mendapati bahwa saat pemungutan suara sedang berlangsung terdapat pemilih yang terdaftar di TPS 56, dan memberikan suaranya lagi (mencoblos) di TPS 57.
Kemudian, didapati juga ada 3 orang mencoblos di TPS 58 dan mengulang mencoblos di TPS 57. Di TPS 57 ini merupakan TPS kedua dari tujuh orang ini mencoblos.
“Ada juga dari TPS 56 pindah ke TPS 57, ada dari TPS 58 ke TPS 57. Pelapor membuat laporan di Sentra Gakkumdu Tarakan. Dan dari Sentra Gakkumdu kami melakukan rapat pembahasan melibatkan Bawaslu, Kejaksaan, kepolisian dan hasil rapatnya, indikasi adanya dugaan tindak pidana melakukan pencoblosan dua kali,” beber Kasat Reskrim Polres Tarakan, AKP Randhya Sakhtika Putra.
Itu berdasarkan daftar hadir dan daftar pemilih tetap dan daftar pemilih khusus. Selanjutnya setelah itu dilakukan rapat pembahasan dan ada indikasi tindak pidana, kemudian dari Bawaslu membuat laporan ke Polres Tarakan.
Setelah dibuat laporan, pihaknya melakukan penyidikan dan dalam proses penyidikan ada waktu batas 14 hari dan hasil penyidikan tersebut, pihaknya menemukan beberapa alat bukti dan barang bukti.
Ada DPT, ada daftar hadir DPT di TPS 56, TPS 57 dan TPS 58, ada juga daftar hadir sebagai pemilih DPK. Ketujuh orang selain masuk DPT di TPS lain, juga masuk DPK di TPS 57. “Tujuh orang ini mengambil kesempatan di pukul 12.00 WITA. Pada saat ramai-ramainya dan jelang penutupan pencoblosan DPT. Karena merasa situasi crowdid, pelaku mengambil kesempatan mengambil celah saat KPPS sibuk, jadi KPPS tidak terlalu teliti memeriksa dan pelaku berhasil mencoblos,” paparnya.
Ia melanjutkan, dari DPT dan daftar hadi di tiga TPS, sudah dilakukan pencocokan NIK dan tanda tangan dan ditemukan ada sama identitas para pencoblos. Pasal dipersangkakan yakni pasal 516, atau pasal 533 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan ancaman dua tahun kurungan penjara.
“Ketujuh pelaku sudah kami lakukan panggilan dua kali namun pelaku tidak hadir dan sudah kami terbitkan DPO,” jelasnya.
Untuk saksinya jumlahnya belum dipastikan yang jelas sudah ada dari KPU, Bawaslu, Disdukcapil, KPPS TPS 56, KPPS TPS 57 dan KPPS TPS 58 termasuk ahli pidana pemilu.
Tujuh orang ini mendapat lima surat suara. Apakah di antaranya adalah timses pihaknya belum bisa memastikan karena pelaku tidak pernah memenuhi panggilan. Pelaku belum berhasil dimintai keterangan.
Dugaan sindikat juga dimungkinkan ada namun dalam penyidikan harus memiliki alat bukti. Karena ketujuh orang tidak berhasil dimintai keterangan, maka belum ditahu motifnya seperti apa.
“Yang jelas pelaku perlihatkan KTP. Misalnya di TPS 58 masuk DPT dan berpindah ke TPS 57 masuk DPK. Tujuh orang ini sudah resmi DPO,” ujarnya.
Fakta baru, di H+1 pencoblosan, tujuh orang ini sudah menghilang dan tidak ada di kediamannya berdasarkan alamat tertera di KTP. Pihaknya sudah mengirimkan surat panggilan ke RT tujuh pelaku. ” Karena di rumahnya sudah tidak ada lagi orang. Kalau ada tetangga terbukti bantu menyembunyikan bisa dipidana kalau terbukti membantu,” tegasnya.
Tujuh orang ini semua berdomisili di Perumnas dan jika dilihat rumahnya semua layak huni. Pihaknya menegaskan sudah pasti ada upaya pengejaran dari pihak Reskrim Polres Tarakan.
“Kalau ke Bandara kami belum minta data karena pelaku H+1 setelah pencoblosan sudah menghilang tidak ada di kediamannya. Kalau kediamannya rumah sendiri atau kontrak kami belum tahu. Tetangga tahu tinggal di sana tapi gak tahu rumah sendiri atau bukan,” pungkasnya. (*)