SUMATERA UTARA – Kapal Republik Indonesia (KRI) Siwar-646 milik Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL) berhasil mengamankan kapal kayu 20 GT yang mengangkut 67 orang penumpang. Dugaan sementara, kapal ini mengangkut Pekerja Migran Ilegal (PMI) dari Negara Malaysia menuju Indonesia di Perairan Tanjung Balai Asahan, Senin (11/5) kemarin.
Komandan KRI Siwar-646 Mayor Laut (P) Anugerah menjelaskan, penangkapan kapal berawal saat KRI Siwar-646 BKO Guspurla Koarmada I melaksanakan patroli sektor di sekitar Perairan Tanjung Balai Asahan pada posisi 03 07,21 U – 99 51,52 T. Saat itu, KRI mendeteksi visual kapal kayu yang dicurigai mengangkut sejumlah penumpang yang diduga Pekerja Migran Ilegal (PMI).
“Menindaklanjuti hal tersebut kami meluncurkan Tim VBSS menggunakan sekoci untuk mendekat dan berkomunikasi dengan kapal tersebut tanpa boarding. Kami tetap menjaga jarak,” ungkapnya.

Dari hasil penyelidikan, lanjut Anugerah, kapal kayu 20 GT mengangkut 67 orang penumpang. Terdiri dari 63 orang PMI, laki-laki 56 orang dan perempuan 7 orang, serta 4 ABK tanpa dokumen kapal. Setelah berkoordinasi dengan Komandan Lanal Tanjung Balai Asahan Letkol Laut (P) Dafris, selanjutnya KRI Siwar-646 mengamankan dan mengawal kapal tersebut untuk diserahterimakan kepada Lanal Tanjung Balai Asahan untuk proses lebih lanjut dan penanganan protokol oleh Satgas Covid-19 Pemda Tanjung Balai Asahan.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengeluarkan sejumlah aturan guna menekan angka penyebaran virus Corona atau Covid-19. Aturan-aturan itu dikeluarkan baik dalam bentuk peraturan presiden (perpres), peraturan pemerintah (PP) hingga keputusan presiden (keppres).
Peraturan pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. PP yang mengatur soal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini dibuat Jokowi untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona. Kebijakan ini dinilai lebih cocok diterapkan di Indonesia daripada opsi karantina wilayah atau lockdown.
Dalam PP yang diteken 31 Maret 2020 ini, dijelaskan bahwa pemerintah daerah boleh menerapkan PSBB dengan mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan (Menkes). Pembatasan sosial yang dimaksud yakni membatasan pergerakan orang dan barang ke provinsi, kabupaten atau kota.
Berdasarkan Pasal 3 PP ini, PSBB harus memenuhi sejumlah syarat yaitu, jumlah kasus atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat signifikan dan terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain. PSBB paling sedikit meliputi, peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum sebagaimana bunyi Pasal 4 ayat (1). Aturan mengenai PSBB kemudian dijelaskan lebih rinci melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB. (sha)