BARU-baru ini, Kuasa Hukum Hidayat, Alif Putra Pratama melaporkan KPU Kota Tarakan kepada Bawaslu Kota Tarakan, Senin 3 Juni 2024. Laporan itu merupakan dugaan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu terhadap pencalonan Muhammad Rais sebagai caleg Partai Gerindra Kota Tarakan.
Alif Putra Pratama menceritakan, bahwa kliennya (Hidayat,Red.) melaporkan dugaan pelanggaran administrasi, 5 April 2024. Atas laporan itu, Bawaslu Tarakan melakukan registrasi dan memutuskan dalam sidang dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dengan Nomor 003/LP/ADM.PL/BWSL.KOTA/24.01/IV/2024. Putusan itu dikeluarkan Bawaslu Kota Tarakan, 13 Mei 2024.
Namun dalam proses persidangan, diterangkan Alif, agenda permintaan keterangan. Terlapor memberikan keterangan tertulis kepada majelis pemeriksa melalui Nomor: 156/PL.01.4-SD/6571/2024, 3 Mei 2024 yang berisi poin 4, “Bahwa Peraturan KPU Nomor 10/2023, tidak mengatur ketentuan bagi bakal calon dimaksud untuk melampirkan tanda terima surat pengunduran diri dari partai politik peserta Pemilu yang diwakili pada Pemilu terakhir dan tidak diatur ketentuan bagi KPU kabupaten/kota untuk melakukan klarifikasi kepada partai politik peserta Pemilu yang diwakili pada pemilu terakhir.”
“Sedangkan dalam Pasal 12 PKPU 10/2023, sudah jelas dan terang dijelaskan tentang dokumen persyaratan administrasi bakal calon. Dan ada penjelasan Pasal 16 tentang, bakal calon menyerahkan surat pernyataan yang dibubuhi meterai dan ditandatangani menyatakan pengunduran diri telah disampaikan kepada partai politik peserta Pemilu yang diwakili pada Pemilu terakhir,” terangnya.
Lebih lanjut dijelaskan Alif, dalam hal penilaian dan pendapat majelis pemeriksa atas putusan tersebut pada poin 16, menimbang bahwa KPU Kota Tarakan tidak cermat melakukan verifikasi administrasi dalam hal menterjemahkan Pasal 44 ayat 4 juncto Pasal 16 PKPU 10/2023. Sehingga isi surat pernyataan pengunduran diri Muhammad Rais tidak membunyikan klausul telah menyampaikan pengunduran dirinya kepada Partai Berkarya.
“Itu sudah hasil putusan Bawaslu Kota Tarakan. Maka kemudian kita lihat lagi hasil putusan koreksi Bawaslu RI,” ujarnya.
Dia menerangkan, kliennya telah mengajukan permintaan koreksi terhadap putusan Bawaslu Kota Tarakan yang hasilnya diketahui berdasarkan Putusan Koreksi Bawaslu RI No:030/KS/ADM.PL/BWSL/00.00/V/2024. Alif juga menunjukkan terdapat dugaan cacat formil, serta tidak profesionalisme Bawaslu RI dalam menghasilkan putusan koreksi.
“Dari putusan koreksi Bawaslu RI, kami membaca di halaman 14 poin 3.10, “Menimbang bahwa putusan Bawaslu Kota Kendari tidak terdapat hal-hal yang bertentangan hukum, sehingga Bawaslu berpendapat permintaan koreksi tidak beralasan hukum dan harus dinyatakan ditolak”. Penyebutan Bawaslu Kota Kendari, sudah jelas merupakan cacat formil atas putusan koreksi Bawaslu RI,” tegasnya.
Sementara itu, diketahui dalam Putusan Koreksi Bawaslu RI, memutuskan menolak permintaan koreksi yang diajukan oleh Hidayat sebagai pelapor dan menguatkan Putusan Bawaslu Kota Tarakan dengan Nomor 003/LP/ADM.PL/BWS.KOTA/24.01/IV/2024, tanggal 13 Mei 2024.
Menanggapi adanya laporan dugaan pelanggaran administrasi yang diduga dilakukan KPU Kota Tarakan. Komisioner Bawaslu Tarakan, Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa, Johnson membenarkan adanya laporan tersebut. Dia mengungkapkan, pihaknya akan melakukan kajian awal. “Saat ini kami akan melaksanakn rapat pleno untuk kajian awal laporan. Yang terlapor ketua dan anggota KPU kota Tarakan,” katanya.
Usai rapat pleno, kata Johnson, Bawaslu akan memutuskan terkait layak atau tidaknya nomor register laporan dugaan pelanggaran administrasi yang diajukan pelapor untuk diterbitkan.
“Mengingat bahwa kasus ini sebelumnya pernah diputus dalam sidang administrasi di Bawaslu Kota Tarakan. Jika hasil rapat pleno menyatakan diregister, maka nomor register diberikan tapi setelah kajian awal selesai. Kalau tidak, artinya tidak akan diterbitkan nomor registernya,” pungkasnya.
Terpisah, Ketua KPU Tarakan, Dedi Herdianto enggan berkomentar banyak perihal laporan dugaan pelanggaran administrasi yang menjadikan KPU Kota Tarakan sebagai terlapor. Dia mengakui, menghormati hak setiap orang untuk mengajukan laporan. Kendati begitu, menurutnya, pihaknya telah menjalankan seluruh tahapan sesuai aturan dan prosedur yang ditetapkan.
“Kalau itu saya tidak bisa berkomentar banyak karena sudah selesai juga putusannya. Itu hak pelapor untuk melaporkan. Kita lihat saja putusannya nanti bagaimana. Intinya, kami secara prosedural dan aturan sudah selesai. Menurut kami tuntutan itu sudah selesai,” tandasnya. (*)