Oleh : Ernawati, S.Si
Praktisi dan pengamat pendidikan

PENDIDIKAN vokasi dewasa ini telah menjelma menjadi primadona baru di dunia pendidikan. Orientasinya adalah menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang siap memenuhi kebutuhan pasar kerja dan mampu menghadapi era Revolusi Industri 4.0. Di awal Januari 2021, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan penyesuaian kurikulum SMK dalam rangka mendukung program link and match. Ada 5 aspek perubahan yang dibuat untuk memajukan pendidikan vokasi ini. Lima aspek perubahan tersebut yaitu : Pertama, mata pelajaran yang bersifat akademik dan teori akan dikontekstualisasikan menjadi vokasional. Kedua, ada magang atau praktek kerja industri minimal 1 semester. Ketiga, terdapat mata pelajaran project based learning dan ide kreatif kewirausahaan selama 3 semester. Keempat, SMK akan menyediakan mata pelajaran pilihan selama 3 semester. Kelima, ada cokurikuler wajib pada setiap semester. Sepintas tidak ada yang salah dengan perubahan tersebut, tetapi apakah perubahan tersebut akan memberikan solusi? Dan bagaimana seharusnya kurikulum pendidikan vokasi yang sejalan tujuan pendidikan yang hakiki?
Sejatinya penyusunan kurikulum tidak bisa dilepaskan dari kebijakaan politik suatu negara. Sistem sekuler kapitalis yang berlaku di negeri ini tentu akan mengedepankan kepentingan para kapital atau pemilik modal. Jika kita cermati lebih dalam, negara yang berparadigma sistem sekuler kapitalis memang akan kesulitan menjadikan pendidikan sebagai jalan kemuliaan untuk mewujudkan peradaban cemerlang karena dalam sistem ini pendidikan harus menjadi salah satu instrument pengokoh hegemoni kapitalisme global yang bersembunyi di balik kata investasi, corporasi, dan revolusi industri. Pada faktanya kebijakan pendidikan saat ini nampak selalu kental dengan hitung – hitungan ekonomi; seperti demi meningkatkan kemampuan produksi, demi mendorong investasi dan industrialisasi, padahal ketika kita berbicara produksi, investasi, dan industrialisasi sejatinya kita sedang berbicara tentang hegemoni kaum kapitalis yang tampil dalam bentuk corporasi. Nah inilah yang sekarang kita lihat, negara begitu concent mendorong tumbuhnya institusi – institusi pendidikan vokasi atau gencar menggagas pendidikan berbasis link and match dengan industri. Begitu pula negara tampak begitu bersemangat memfasilitasi berbagai kerjasama penelitian antara institusi pendidikan dan korporasi. Pada hakekatnya menyelaraskan kurikulum SMK dengan industri adalah sesuatu yang berbahaya sebab akan merubah paradigma pendidikan vokasi itu sendiri. Dengan kebijakan ini, pendidikan bisa menjadi alat semakin berkuasanya para corporate, dan negara akan menjadi semakin kapitalis dengan filosofi ini. Dan sampai di sini semakin tegas bahwa pendidikan vokasi di Indonesia bercorak kapitalis liberal.

Pendidikan vokasi seharusnya dirancang untuk menghasilkan tenaga ahli dan terampil di berbagai bidang kehidupan. Para siswa bukanlah budak atau sapi perah bagi pelaku usaha dan industri. Keterampilan yang dimiliki siswa selayaknya bisa dimanfaatkan bagi seluruh lapisan masyarakat bukan hanya menguntungkan bagi para pengusaha. Bahkan para siswa ini seharusnya mampu menciptakan usaha mandiri dan lapangan kerja sendiri tanpa hanya bergantung kepada industri milik corporat. Kondisi ini juga menunjukkan lemahnya peran negara. Negara tidak memainkan perannya secara dominan bahkan lebih bergantung kepada perusahaan swasta, akibatnya, perusahaanlah yang lebih berperan dalam membina atau bekerja sama dengan SMK. Walhasil arah pendidikan yang diterapkan dalam sistem kapitalis memang tidak lebih dari sebagai mesin pensuplai kebutuhan pasar tenaga kerja bagi industri raksasa milik negara adidaya dan bukan sebagai pilar pembangun peradaban cemerlang. Dampak dari hal tersebut akan terus membuat negeri ini sebagai objek penjajahan, tidak berdaulat, dan jauh dari kemandirian. Sepanjang bangsa ini masih berparadigma pendidikan sekuler dan disupport oleh negara yang juga berparadigma sekuler, maka negeri ini akan terus berada pada posisi seperti ini. Satu – satunya jalan untuk merubahnya adalah dengan meninggalkan sistem pendidikan sekuler berikut sistem politik yang menerapkannya dan pada saat yang bersamaaan menerapkan sistem pendidikan islam berikut sistem politik yang menaunginya yakni sistem politik islam.

Sistem pendidikan islam tegak di atas akidah islam yang shohih. Akidah inilah yang menjadikan kehidupan ini tidak hanya mengejar duniawi tapi kehidupan mempunyai 2 dimensi yang saling menguatkan yakni dimensi duniawi dan ukhrowi. Dalam konteks sistem pendidikan, akidah islam mengarahkan visi pendidikan islam sebagai sarana untuk melahirkan profil generasi terbaik yang paham tujuan penciptaan yaitu sebagai hamba Allah yang berkepribadian islam dan sebagai kholifah yang mempunyai skill dan kecerdasan untuk membangun peradaban cemerlang. Umat membutuhkan sistem pendidikan vokasi dalam bingkai yang benar. Sistem pendidikan islam dalam bingkai sistem politik islam bukan saja akan membekali siswanya dengan berbagai keterampilan dan keahlian di berbagai bidang kehidupan masyarakat, namun juga mampu berdikari menciptakan peluang usaha sendiri. Kurikulum dibuat untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang shohih yaitu lahirnya manusia yang berkepribadian islam, menguasai saqofah islam, dan ilmu – ilmu kehidupan yang manfaatnya pun bisa dirasakan oleh seluruh manusia bukan hanya oleh korporasi, swasta, apalagi asing yang cenderung menguasai hajat hidup manusia seluruhnya. Visi inilah yang kemudian diturunkan dalam kurikulum pendidikan islam di setiap tingkatannya juga metode pembelajarannya yang dalam penerapannya akan disupport penuh oleh negara dengan berbagai sarana dan prasarana penunjangnya, termasuk para pendidik yang mempunyai kapasitas dan capabilitas mumpuni. Kondisi ideal ini sangatlah niscaya karena sistem pendidikan islam didukung oleh sistem – sistem lainnya yang menjamin tercapainya visi kehidupan, terutama dengan diterapkannya sistem politik islam yang menetapkan negara adalah pengurus dan penjaga umat. Terbukti belasan abad umat islam mampu tampil sebagai umat terbaik dan menjadi trendsetter dalam seluruh aspek kehidupan mulai dari aspek pemikiran, sains, teknologi, budaya, seni, dan lain sebagainya. Bahkan saat itu, sistem pendidikan islam yang disupport oleh penerapan syariah kaffah mampu tampil sebagai mercusuar kebangkitan pemikiran di dunia barat padahal saat itu barat sedang diliputi kebodohan akibat dominasi kejumudan dan doktrinasi agama yang menjauhkan umat dari tradisi berfikir cemerlang.(*)