Oleh: Badiul Hadi
Sejak meletus tahun 1965 hingga saat ini komunisme menjadi alat untuk merongrong kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terlebih tiap kali momentum pergantian kepemimpinan Negara, setidaknya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Komunisme selalu “sengaja” dihadirkan untuk memperkeruh keadaan. Tidak hanya sebatas memperkeruh bahkan sudah mengarah pada upaya menciptakan disintegrasi negara. Disinilah kesaktian Pancasila mengalami ujian. Bahkan isu-isu yang berupaya merongrong Pancasila selalu tumbang di tengah jalan.
Mungkin benar kata orang tua dulu Pancasila tidak hanya naskah yang ditulis dan dihafal. Pancasila merupakan kristalisasi inti sari dari religiusitas dan nasionalisme berkehidupan di Indonesia. Sehingga Pancasila menjadi laku hidup seluruh rakyat Indonesia. Presiden ke 4 (empat) Indonesia, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengatakan: “Pancasila adalah dasar negara yang mempertemuakan paham nasionalisme dan agamis sehingga tidak ada tempat bagi negara yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan kita, selama kita masih menerima Pancasila sebagai dasar Negara”.
Kesaktian Pancasila mengalami ujian tidak saja setelah resmi di tetapkan sebagai dasar negara. Pancasila mengalami ujian sejak perumusannya, terlebih karena keragaman bangsa Indonesia. Para pendiri bangsa terlibat dalam diskusi mendalam dan silang pendapat, syukurnya sikap kenegarawanan para pendiri bangsa lebih dikedepankan, sehinga terbangun konsensus bersama bahwa Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Dalam pidatonya Soekarno menolak Indonesia menjadi negara Islam. Soekarno mengatakan: “Saya pun orang Islam. Tetapi, saya minta maaf kepada saudara-saudara, janganlah saudara-saudara salah paham jikalau saya katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar kebangsaan…”.
Baca juga : https://facesia.com/meramu-jamu-kehidupan-baru/
Meski sebagian orang berpandangan bahwa komunisme di Indonesia sudah lama mati, pada faktanya beberapa waktu terakhir isu kebangkitan komunisme kembali menyeruak dan menjadi perbincangan publik. Setidaknya ada dua alasan, pertama alasan yang didasarkan pada 22 Mei yang diyakini sebagai hari lahirnya Partai Komunis Indonesia (PKI), dan isu pergerakan PKI disendi-sendi kehidupan berbangsa menguat kembali, meski ini belum bisa dibuktikan. Isu kebangkitan PKI seperti hantu yang diciptakan untuk menakuti masyarakat. Entah, dari mana isu bermula, setidaknya selain pada momentum pergantian pemimpin negara juga tiap menjelang 1 Juni isu PKI menguat dipermukaan. Disisilain, sampai saat ini juga masih banyak pihak yang tidak menerimakan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Hari Lahir Pancasila yang ditetapakan pada tanggal 1 Juni. pemerintah beralasan, penetapan didasari pada Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Republik Indonesia harus diketahui asal usulnya oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi. Sehingga kelestarian dan kelanggengan Pancasila senantiasa diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kedua, Saat ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Idiologi Pancasila (HIP) yang dianggap mengabaikan atau tidak memasukkan Ketetapan (Tap) MPR No XXV Tahun 1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang Di Seluruh Wilayah NKRI Bagi PKI Dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Meyebarkan Atas Mengembangkan Paham Atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Dua hal diatas setidaknya menjadi alasan bergulirnya isu bangkitnya PKI. Sungguh, ujian kesaktian Pancasila belum usai dan terus berlanjut, jika didepan penulis paparkan soal komunisme, karena isu itu yang kini sedang ramai diperbincangkan khalayak, walaupun upaya meluruskan sejarah sudah dilakukan oleh banyak pihak tetap saja tidak membuat isu komunisme hilang. Selain komunisme Pancasila juga menghadapi ujian berat yaitu dari gerakan terorisme. Hingga saat ini terorisme masih rawan terjadi di Indonesia kerana mereka terorganisir dengan baik. Mereka nonmaden di wilayah Indonesia, menyebar namun tetap dalam komando satu arah.
Ujian lain adalah gerakan yang dibangun oleh kelompok Islam yang menolak Pancasila dan ingin merubah sistem demokrasi Pancasila dengan khilfah, kelompok ini sebagian terwadahi dalam organisasi terlarang Hisbut Tahrir Indonesia (HTI). Tidak cukup itu, Pancasila juga diuji oleh kelompok intoleran dan radikalis yang menghianti nilai-nilai Pancasila. Catatan pentingnya, meskipun gelombang ujian sedemikian besar, namun kesaktian Pancasila sebagai dasar dan idiologi bangsa tidak terbantahkan. Pancasila tetap kokoh menjadi pemersatu dan penjaga keberagamaan. (*)