TANJUNG SELOR – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) melalui Panitia Khusus (Pansus) IV telah merampungkan harmonisasi dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) krusial, yaitu Raperda Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial dan Raperda Perlindungan Tenaga Kerja Lokal.

Proses harmonisasi ini dilakukan melalui diskusi daring dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), serta pembahasan intensif di internal Pansus untuk menyerap masukan dan saran.


Wakil Ketua Pansus IV DPRD Kaltara, Syamsudin Arfah, mengungkapkan bahwa hasil harmonisasi kedua Raperda ini cukup memuaskan dan siap untuk difasilitasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Kita akan siapkan untuk meneruskan fasilitasi ke Kementerian Dalam Negeri, baik secara legal, narasinya, dan lain sebagainya,” jelas Syamsudin.
Dalam Raperda Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, salah satu masukan signifikan dari Kemenkumham adalah penghapusan klausul mengenai pemeliharaan taman makam pahlawan. Menurut Kemenkumham, hal tersebut tidak relevan dengan substansi Perda Kesejahteraan Sosial.
“Kemenkumham meminta untuk dihilangkan pemeliharaan taman makam pahlawan karena menurut mereka ini tidak ada hubungannya di Perda penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial,” terang Syamsudin.
Ia menambahkan bahwa disarankan agar pengaturan pemeliharaan taman makam pahlawan dapat diakomodir dalam Peraturan Gubernur atau Peraturan Kepala Daerah.
Meski demikian, Syamsudin juga menjelaskan alasan awal Dinas Sosial ingin mencantumkan poin tersebut, yakni agar memiliki landasan hukum untuk pemeliharaan pada peringatan Hari Pahlawan dan kebersihan lingkungan makam.
Namun, Pansus sepakat bahwa pengaturan tersebut lebih tepat dimasukkan dalam Perda Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan, diikuti dengan Peraturan Kepala Daerah yang relevan.
Sementara itu, dalam Raperda Perlindungan Tenaga Kerja Lokal, pembahasan banyak berfokus pada definisi dan implementasi norma kerja. Kemenkumham memberikan masukan terkait pemahaman norma kerja yang lebih luas, mencakup aspek waktu kerja normal, cuti perempuan (haid, hamil), dan berbagai hal teknis lainnya.
Salah satu poin utama dalam Raperda ini adalah upaya mengakomodir masyarakat lokal Kaltara untuk bisa bekerja di perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut.
“Ini lebih kepada mengakomodir orang-orang lokal, orang-orang Kaltara itu untuk bisa terakomodir di perusahaan-perusahaan yang ada. Jadi minimal 80 persen bisa diterima di perusahaan-perusahaan lokal yang ada di Kaltara,” tegas Syamsudin Arfah.
Untuk menjadi tenaga kerja lokal, Pansus menetapkan syarat minimal tinggal di Kaltara selama satu tahun atau 12 bulan. “12 bulan itu analisa kita adalah itu tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama,” imbuh Syamsudin.
Meski demikian, Raperda ini juga membuka celah fleksibilitas. Apabila ketersediaan tenaga kerja lokal dengan kualifikasi yang dibutuhkan tidak mencapai 80 persen, perusahaan diperbolehkan mencari tenaga kerja dari luar Kaltara.
Diharapkan, dengan berlakunya Perda ini, lapangan pekerjaan akan semakin terbuka bagi warga Kaltara, angka pengangguran dapat berkurang, dan pada akhirnya, ekonomi daerah dapat berkembang dengan baik. Penerapan Perda ini nantinya akan diawasi secara ketat oleh pemerintah untuk memastikan perusahaan memenuhi kuota 80 persen tenaga kerja lokal dan memberikan alasan yang jelas jika tidak terpenuhi. (Sha)