JAKARTA – Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Republik Indonesia (RI) mengadakan rapat koordinasi (rakor) di Room Khatulistiwa B Hotel Orchardz Industri, Jakarta Pusat pada Selasa (5/3), untuk penanganan permasalahan pasca penyelesaian batas negara wilayah darat pada Outstanding Boundary Problems (OBP) Sektor Timur RI-Malaysia di Pulau Sebatik Sungai Sinapad.
Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setprov Kaltara, Datu Iqro Ramadhan, S.Sos, M.Si, menyampaikan bahwa Pemprov Kaltara sangat menyambut baik penuntasan terkait batas wilayah negara antara RI-Malaysia, khususnya terkait masalah dititik lokasi yang mana terdapat pemukiman masyarakat lokal yang terdampak.
“Kami (Pemprov Kaltara dan Pemda Nunukan,red) siap menindaklanjuti kegiatan ini. Cuma ini perlu kejelasan, apakah bentuknya nanti ganti untung atau relokasi yang kita lakukan ke masyarakat,” ujarnya.
Maka dari itu, menurut Datu Iqro sangat penting setelah rakor ini antara Pemprov Kaltara dan Pemda Nunukan segera membentuk tim mengingat penyelesaian masalah perbatasan ini tidak hanya diselesaikan Badan Perbatasan di daerah.
“Karena harus lintas sektor yang harus terlibat dalam penanganan masalah dampak sosial pasca penyelesaian batas ini,” bebernya.
Untuk itu, ia berharap nanti dapat penjelasan lebih lanjut terkait mekanismenya nanti akan dilakukan oleh pemerintah pusat atau diserahkan langsung ke pemerintah daerah.
“Karena ini baru terjadi, misalnya dulu wilayah Indonesia sekarang beralih ke Malaysia. Biasanya kalau kita ganti rugi itu asetnya jadi milik pemerintah, makanya kami perlu kejelasan jika penanganannya diserahkan ke pemerintah daerah,” tutupnya.
Saat ini di Pulau Sebatik, Indonesia menginginkan garis batas pada posisi lintang 4° 10’ dan mengembalikan posisi existing pilar ke garis lintang 4° 10’, sementara Malaysia menginginkan garis batas sesuai dengan existing pillar. Konsekuensinya, garis batas bergeser ke arah utara mencakup wilayah seluas ± 112,5 hektar dan sesuai dengan klaim wilayah Indonesia.
Nantinya penyelesaian tinggal menunggu penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia pada bulan Juni 2024 dimana Indonesia mendapatkan hak atas wilayahnya berdasarkan prinsip ‘Uti Possedetis Juris’ seluas ± 121 hektar, sedangkan Malaysia mendapatkan seluas ± 5,7 hektar.(*)