Oleh: Dr. Syamsuddin Arfah, M.Si

(Anggota DPRD Provinsi Kaltara)

Pengendalian diri (self-control) bukan sekadar menahan emosi atau keinginan sesaat, tetapi juga cerminan kedewasaan dan kebijaksanaan seseorang. Dalam Islam, kekuatan sejati bukan diukur dari otot yang atletis karena suka ngegym dan fitnes atau keahlian bela diri dan senjata, tetapi dari kemampuannya menahan hawa nafsu. Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah orang yang kuat itu yang menang dalam pergulatan, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan jiwanya ketika marah.” (HR. Bukhari-Muslim).

Dalam konteks Kalimantan Utara (Kaltara), yang dikenal sebagai Bumi Benuanta, pengendalian diri menjadi semakin penting. Daerah ini bukan hanya berbatasan langsung dengan negeri jiran, tetapi juga berada di persimpangan arus budaya, ekonomi, dan sosial yang kompleks. Ketika kendali diri melemah, dampaknya bisa meluas ke berbagai persoalan sosial, mulai dari konflik horizontal, maraknya pergaulan bebas, hingga meningkatnya kriminalitas.
Dinamika Sosial Kaltara: Ujian Besar dalam Kendali Diri
Sebagai daerah yang berkembang pesat, Kaltara menghadapi berbagai tantangan khas. Beberapa fenomena yang kini menjadi perhatian masyarakat meliputi:
1. Konflik Sosial dan Kegagalan Mengendalikan Emosi
Masyarakat Kaltara dikenal dengan jiwa kesetiakawanan dan gotong royong yang kuat. Namun, sejarah mencatat bahwa tanpa kendali diri, kesetiakawanan bisa berubah menjadi fanatisme yang berujung konflik. Peristiwa bentrokan di Tarakan pada 2010, yang dipicu oleh kesalahpahaman antarwarga, menjadi bukti bahwa emosi yang tidak terkendali dapat memicu kekacauan.
Tak hanya di tingkat masyarakat, konflik antar-aparat pun terjadi. Ketegangan antara TNI dan Polri di Tarakan beberapa hari – waktu lalu menunjukkan bahwa tanpa pengendalian diri dan komunikasi yang baik, institusi yang seharusnya menjaga ketertiban pun bisa terjebak dalam perselisihan.
2. Degradasi Moral: LGBT, Seks Bebas, dan Narkoba
Gaya hidup serba bebas mulai menggerus nilai-nilai budaya lokal. Maraknya LGBT, seks bebas di kalangan remaja (Open BO anak Setingkat Sekolah Dasar), serta meningkatnya kasus HIV/AIDS menjadi bukti bahwa batasan moral semakin kabur. Tak sedikit anak muda yang ikut-ikutan tanpa memahami dampak jangka panjangnya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, narkoba semakin mudah ditemukan. Banyak anak muda yang awalnya hanya “coba-coba” akhirnya terjerumus dalam kecanduan. Sabu-sabu, ekstasi, hingga obat-obatan keras mulai merajalela di berbagai daerah, termasuk di pelosok Kaltara.
3. Minuman Keras: Mudah Didapat, Mudah Mencelakai
Konsumsi minuman keras di Kaltara juga menjadi persoalan yang tak bisa diabaikan. Di beberapa daerah, tuak dan minuman beralkohol lainnya bisa diperoleh dengan sangat mudah. Tak jarang, mabuk-mabukan berujung pada tindak kriminal, mulai dari perkelahian, kekerasan dalam rumah tangga, hingga kecelakaan fatal di jalan raya.
Islam dengan tegas melarang khamar, karena dapat merusak akal dan menghilangkan kendali diri. Rasulullah SAW bersabda bahwa khamar adalah “induk dari segala keburukan”, sebab ketika seseorang mabuk, batasan moral dan logikanya melemah, sehingga mudah melakukan hal-hal yang dilarang agama.
Ramadhan: Saatnya Menakar Kendali Diri
Bulan Ramadhan adalah momen terbaik untuk kembali mengasah kendali diri. Puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga latihan spiritual untuk menahan emosi, hawa nafsu, dan dorongan-dorongan negatif lainnya. Allah berfirman dalam hadis qudsi, “Setiap amalan manusia diberikan untuknya, kecuali puasa, karena puasa itu milik-Ku dan Akulah yang akan memberikan balasannya langsung.” (HR. Bukhari-Muslim).
Masyarakat Bumi Benuanta harus menjadikan Ramadhan sebagai momentum refleksi dan perbaikan diri. Jika setiap individu mampu mengendalikan hawa nafsunya, menahan amarah, serta menjauhi segala bentuk kemaksiatan, maka stabilitas sosial dan moral di Kaltara akan semakin kokoh.
Jangan sampai daerah yang kita cintai ini kehilangan identitasnya hanya karena hilangnya pengendalian diri. Sudah saatnya kita kembali ke akar budaya dan nilai-nilai agama yang mengajarkan keseimbangan, kesabaran, dan kedewasaan dalam menghadapi setiap tantangan.
Allahu a’lamu bis-shawab.