Oleh : Yusri Usman
Direktur Eksekutif CERI
MERUJUK semua aturan yang sudah berlaku selama ini dalam penentuan harga ke ekonomian BBM diseluruh SPBU oleh Badan Usaha, seharusnya semua pihak taat pada aturan yang sudah ada, khususnya bagi BUMN Pertamina dan Kementerian ESDM, bukan nya membuat alasan yang tidak masuk akal dan tak layak disampaikan ke publik, termasuk sikap lempar tanggung jawab bahwa penetapan harga BBM umum merupakan wewenang KESDM. Sehingga aneh juga pernyataan Dirut Pertamina Nicke Widyowati bahwa Pertamina bukanlah perusahaan trading sehingga tidak begitu mudah juga menurunkan harga BBM ketika harga minyak dunia sudah anjlok dibawah batas psikologis bagi Pertamina. Mungkin juga pernyataan itu semakin menunjukan dia adalah termasuk dalam klasifikasi direksi anak kos di Pertamina.
Pertamina selain sebagai produsen minyak, disaat bersamaan melakukan fungsi trading, karena untuk memenuhi konsumsi dalam negeri. Pertamina telah membeli 50% bahan baku meliputi minyak mentah, BBM dan bahan intermediate, sebagai bahan baku diolah di kilang dan blending produk BBM untuk dijual kepada konsumen dalam negeri dan menikmati margin 10% dari transaksi. Selain itu, Pertamina melakukan swap produk dari minyak mentah yang dihasilkan lapangan migas dari berbagai negara yang Pertamina memiliki hak produksi, termasuk dalam bisnis LNG dari kontrak yang terlanjur sudah ada. Soal apakah merugikan atau menguntungkan tentu merupakan rahasia perusahaan, dan bahkan ada produk kilang seperti Decant Oil, LSWR dan minyak tanah yang tak terserap didalam negeri terpaksa dijual ekspor.
Di era Dwi Sucipto masih Dirut Pertamina pada tahun 2016 sudah membentuk anak usaha khusus untuk itu, yaitu PIDS ( Pertamina International Down Stream) berkantor di Singapore. Meskipun ada 2 pejabat penting yang berwenang dan sering memberikan keterangan resmi ke media atas nama Pertamina dan KESDM diduga telah mekakukan kebohongan publik sebagaimana diatur dalam UU nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbuan Informasi Publik, yaitu terkait data harga jual BBM Pertamina ke industri, setelah kami konfirmasi pada 15 April 2020, sdr Tajuddin Noor sebagai Sekretaris Perusahaan Pertamina menyatakan ” kami Pertamina belum bisa mengkonfirmasi pada data itu dari mana” dan Kabiro KLIK ESDM Agung mengatakan ” izin kanda, temen temen migas yang tau, aku tak begitu pandai kanda”.
Padahal data itu persis sama dengan surat edaran Pertamina Marketing Oil Region 3 Jakarta dan Patra Niaga soal harga semua jenis BBM Pertamina untuk dijual ke industri jauh lebih murah daripada dijual untuk umum di SPBU, meskipun harga tersebut belum dikenai pajak, dan berlaku untuk periode 15 April sd 30 April 2020. Disisi lain, menurut keterangan resmi Gubernur Bank Indonesia Perry Waryigo pada semua media (23/4/20) bahwa Indonesia sebagai negara net importir harga minyak rendah malah memberikan dampak positif dari sisi ekonomi dan moneter, mengurangi defisit transaksi berjalan, dan mengurangi subsidi dalam neraca pembayaran menjadi positif.
Karena berdasarkan aturan Keputusan Menteri ESDM terbaru nomor 62k/12/MEM/2020 tertanggal 27 Febuari 2020 yg merupakan turunan dari beberapa peraturan diatasnya, bahwa penetapan harga BBM umum seperti Pertalite, Dexlite, Pertamax dan Partadex serta Pertamax Turbo merupakan wewenang penuh badan usaha, yaitu Pertamina, Shell, AKR, Vivo, Total, BP dan Petornas. Berdasarkan 2 parameter penentu harga dasar BBM, yaitu nilai rata rata MOPS atau Argus dan nilai tukar dollar Amerika rata rata pada periode yang sama untuk harga BBM diberlakukan 1 April 2020 , yaitu dihitung rata rata mulai 25 Maret sampai dengan 24 April 2020, maka akan diperoleh harga terbaru sebagai berikut ;
MOPS Gasoline Ron 92 ( USD 23/bbls ) X Rp 15.800 : 159 = Rp 2.286 perliter
Sehingga harga keekonomian Pertamax Ron 92 adalah penjumlahan Rp 2.286 + Rp 1.800 ( alpha pengadaan, penyimpanan, distribusi, dan pajak pajak) + Rp 454 ( margin 10% dari harga dasar) = Rp 4.550 perliter. Sehingga harga yang wajar dijual oleh badan usaha disejumlah SPBU untuk ;
Pertamax Ron 92 adalah Rp 4.550 perliter. Pertalite Ron 90 adalah 99, 12 % X Rp 4 550= Rp 4.500 perliter. Premiun Ron 88 adalah 98,42 % X Rp 4.445 = Rp 4.480 perliter.
Sementara untuk penetapan harga LPG 12 kg adalah mengingat Permen ESDM nomor 26 Tahun 2009 di Pasal 25 dikatakan harga jual LPG untuk pengguna umum ditetapkan oleh Badan Usaha Pertamina berpedoman pada, a.) Harga patokan LPG, b.) Kemampuan daya beli konsumen dalam negeri, c.) Kesinambungan penyediaan dan pendistribusian, dan penetapan harga jual LPG itu wajib dilaporkan kepada Menteri ESDM.
Sehingga dengan menggunakan pendekatan, maka diperoleh rumusan formula perhitungan harga LPG sebagai berikut ; CP Aramco × Apha ( pengadaan, transportasi, biaya pengisian tabung, distribusi, margin badan usaha dan penyalur serta pajak) USD 250 / metrik ton + Rp 3000 = Rp 7000 per kg. Harga LPG tabung 12 kg yang wajar adalah 12 kg X Rp 7.000 = Rp 84.000, paling tidak harga LPG 12 Kg dijual eceran tidak boleh lebih Rp 90.000 pada kondisi saat ini.
Tak jauh berbeda harga keekonomian LPG 3 Kg jika penetapan nya berdasarkan formula Keputusan Menteri ESDM nomor 61K/12/MEN/2019 tanggal 2 April 2019 oleh Menteri ESDM masih dijabat Ignasiun Jonan, dengan menggunakan formula ; 103, 85 % HIP LPG Tabung 3 Kg + USD 50,11/ Metrik Ton + Rp 1.879 / kg akan diperoleh harga keekonomian sekitar Rp 6.773 / Kg.
Kalau mengacu rata rata subsidi LPG 3 kg pada tahun 2019 sekitar Rp 3 triliun perbulan, maka pada April dan Mei 2020 Pemerintah berpotensi menghemat sekitar Rp 6 triliun untuk biaya subsidi yang sudah dianggarkan dalam APBN tahun 2020. Harga BBM dan LPG tersebut diatas lazimnya bisa diberlakukan mulai jam 00, pada 1 Mei 2020.
Merupakan hak publik untuk memperoleh harga yang wajar disejumlah SPBU dan agent LPG , harusnya semua pihak taat pada aturan yang berlaku, dan merupakan tugas tanggung jawab penuh Menteri ESDM sebagai pembantu Presiden yang telah menerbitkan kebijakan untuk kepentingan semua pihak, yaitu Pemerintah, Badan Usaha dan Rakyat semuanya terlindungi hak haknya, bukan sebaliknya malah mengambil hak yang bukan merupakan haknya.
Diharapkan komisi Ombudsman nasional, KPPU dan YLKI memberikan perhatian khusus terkait lambatnya Pemerintah merespon tuntutan rakyat terhadap harga BBM dan LPG yang wajar, karena seharusnya sejak 1 April rakyat sudah bisa menikmati berkah harga minyak dunia yang anjlok dibawah batas psikogis pasar, unjungnya adalah menolong dan meningkatkan daya beli rakyat yang banyak kena efek pandemi Covib 19. (*)