TARAKAN – Refleksi Empat Tahun Kepemimpinan dr H Khairul M.Kes dikemas dengan Kegiatan Bedah Buku 1000 Jalan Pengabdian. Kegiatan ini digelar dari pagi hingga siang tadi, Kamis (2/3/2023) di Kayan Multifunction Hall Tarakan Plaza.

Bedah buku ini dimoderatori oleh Catur Hendratmo bersama tiga orang panelis masing-masing yakni Prof. Dr. Yahya Ahmad Zein, S.H., M.H, H. Syamsi Sarman, dan Edwin Triyoga, Kepala BPS Kota Tarakan.
Buku yang berjudul The Leader of Tarakan 1000 Jalan Pengabdian dikemas dalam bentuk autobiografi. Buku ini berisi 230 halaman yang disertai lampiran foto dokumentasi pencapaian Wali Kota Tarakan selama memimpin Tarakan.

Buku ini ditulis oleh Awan Setiawan diterbitkan oleh Pusat Profil dan Biografi Indonesia 2023 PT Rajasa Mitra Sukses dan proses pembuatan dimulai tahun 2022.

Yahya Ahmad Zein merupakan panelis pertama yang membuka kegiatan bedah buku 1000 Jalan Pengabdian. Guru besar atau professor termuda di Universitas Borneo Tarakan merupakan spesialisasi Ilmu Hukum dan Hukum Tata Negara.
Disebutkan Prof. Yahya, buku ini bercerita bagaimana perjalanan seorang Khairul dari kecill hingga sampai di titik saat ini, yang dikombinasikan dengan autobiografi sekaligus refleksi empat tahun kepemimpinannya selama menjabat sebagai Wali Kota Tarakan.
Buku yang berisi 230 halaman dengan jumlah 9 bab menurutnya adalah buku yang luar biasa dari sekian banyak buku yang pernah ia baca.
“Mengapa saya mengatakan demikian, karena buku ini menggabungkan autobiografi dan refleksi kepemimpinan. Buku ini unik, menggabungkan antara autobiografi dan kepemipinan. Jadi secara personal kita bisa tahu Pak khairul dengan membaca buku ini,” ujarnya.
Sejumlah catatan ia rangkum dalam buku ini yang menurutnya cukup menarik. Pertama bagaimana penulis menggabungkan autobiografi dan success story. Dimana ada sisi menarik yang membuat pembaca bisa terbawa suasana dan terhanyut karena perjuangan luar biasa.
Dimana ada seorang anak awalnya hanya bersama ibunya kemudian dititipkan dengan keluarganya dan kembali ke rumah orangtua hijrah ke Samarinda dengan latar keluarga yang begitu sederhana.
Namun lanjutnya, itulah bagian terpenting yang membuat Khairul saat ini bisa berhasil karena berdasarkan yang ia baca, pendidikan adalah bagian terpenting. Sehingga adanya jiwa leadership atau kepemimpina tak lepas dari dorongan orangtua.
Ia juga turut menyinggung karakter kepemimpinan seorang Khairul termasuk masa pertemuan dengan perempuan yang kini sudah bersanding bersamanya selama puluhan tahun yakni Ibu Rujiah Khairul.
“Gaya kepemimpinan cepat, progresif, mengambil keputusan cepat dalam percintaan, begitu juga implementasinya saat memimpin. Problem solving diupayakan bagaimana menghdapi Covid-19, bergerak cepat dan bisa mematahkan statement negative yang ada,” ujarnya.
Tak terkecuali kesulitan ekonomi masa-masa sulit seorang Khairul bersama istrinya saat menjadi staf ahli.
Baca juga: https://facesia.com/jokowi-instruksikan-ke-menteri-selesaikan-permasalahan-nelayan/
“Di sini saya membaca, tertulis begitu staf ahli saya tidak ada pekerjaan. Artinya beliau memegang jabatan sudah biasa. Kadang di atas kadang di bawah,” ujarnya.
Panelis kedua, turut hadir Ustaz H.Syamsi Sarman yang juga tokoh agama, Ketua DPW Muhammadiyah Provinsi Kaltara, Ketua Pelaksana Harian Baznas Tarakan turut memberikan paparannya saat menjadi panelis di momen bedah buku pagi hingga siang tadi.
Kata H.Syamsi Sarman jika dilihat dari sisi casing atau covernya, buku ini tampil standar sebagaimana buku biografi pada umumnya ditandai dengan foto sosok diulas.
Kemudian dari sisi ketebalan buku sudah sangat akomodatif di saat minat baca masyarakat masih rendah dan cenderung kurang tertarik dengan buku-buku tebal.
Kesan panelis lanjutnya setelah membaca buku ini, seakan menghidupkan kembali sososk seorang Bapak Pembangunan Kaltara, dr.H.Jusuf SK dalam sepak terjang Khairul.
Meskipun tak ditampiknya pada bagian tertentu masing-masing punya kelebihan satu dengan lainnya sebagai karakter khas personal.
Berbicara pada kesan substantif kata H.Syamsi Sarman, dalam setiap bab, buku ini sangat menginspirasi pembaca sehingga mampu menyimak dari aspek perjalanan pribadi dan bisa memberikan motivasi sebagai pribadi sang pemimpi.
“Pada bab satu sampai bab tiga, sebanyak 32 halaman bersifat personality atau kehidupan priadi. Secara objektif, Khairul kecil adalah bocah nakal sebagaimana anak seusia itu namun merupakan sosok pemimpi dari kampung dan cita-cita yang besar. Termasuk pribadi mandiri dan autodidak dalam menentukan prinsip dan arah kehidupannya,” terang Syamsi Sarman.
Kemudian lanjutnya, pada bab IV sebanyak 28 halaman, menceritakan tentang perjalanan karier dan profesi. Prestasi, karier sebagai ASN tidak langsung didapatkan sebagai hadian tetapi buah dari kerja keras dan kecerdasan.
“Pasang surutnya perjalanan profesi yang berakhir di titik staf ahli menjadi ujian keikhlasan Khairul untuk tetap menjadi yang terunggul sebagaimana karakter Khairul di masa belia. Ini sekaligus memberi pelajaran kepada ASN tentang hukum alam bagi seorang karier yang coba membanting setir ke dunia politik praktis,” terangnya.
Selanjutnya memasuki bab kelima dan keenam sebanyak 54 halaman, mengurai karier politik dan masa mengabdikan diri kepada masyarakat, bangsa dan negara melalui peran kepala daerah. Meskipun terbilang cepat dan langsung jadi namun bukan hambatandan ujian terutama dari orang terdekat.
“Optimisme dan kerasnya tekad dalam hitung-hitungan yang cermat mampu menepis segala keraguan dan tantangan tersebut,” lanjutnya.
Dan kemudian memasuki bab ketujuh dan kedelaman, kembali mengungkapkan sisi pribadi dan keluarga menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan karier profesi dan politik. Dan terakhir, bab kesembilan dan kesepuluh sebanyak 25 halaman memamparkan bagaimana refleksi empat tahun kepemimpinannya di Kota Tarakan.
Syamsi Sarman dalam kesempatan itu juga mengungkapkan satu hal yang masih menjadi rasa penasarannya karena mengapa dalam buku tersebut tidak mengulas bagaimana sisi spiritualitas seorang Khairul. Karena secara personal juga ia mengakui cukup mengenal bagaimana sisi religious seorang Khairul,
“Saya menduga apakah karena khawatir terkena isu politik identitas mengingat launching buku ini di masa tahun politik. Tapi faktanya, baik sebelum menjabat dan setelah menjabat, sisi personal Khairul, adalah agamis dan seorang pencerahmah, khatib dan fasih menjadi imam salat berjemaah di masjid,” ujarnya.
Kemudian dari sisi kepemimpinannya tidak ada diskriminasi dan sangat menujung tolerasi tinggi terhadap perbedaan keyakinan terbukti secara fisik menyediakan sarana dan prasaranan peribadan maupun aksi nyata dalam mewujudkan kerukunan umar beragama.
“Tidak membedakan antar kelompok tertentu, sangat dekat dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat,” terangnya.
Panelis terakhir, turut dihadirkan dalam kegiatan bedah bukut tersebut yakni Edwin Triyoga, Kepala Badan Pusat Statistik Kota Tarakan. Diakui Edwin, kurang lebih 11 bulan berinteraksi dengan Wali Kota Tarakan, setiap pekannya selalu bertemu dalam momen pertemuan rutin TPID.
“Beliau hampir seminggu sekali ketemu setiap Senin pagi kumpul bersama Mendagri lakukan rapat inflasi, pengendalian inflasi. Saya tangkap beliau orang yang lengkap, bandel, pintar dan ekonomis dan very strong,” ujarnya.
Berbicara Indeks Pembangunan Manusia di Tarakan lanjut Edwin Triyoga, angkanya tertinggi di Kaltara bahkan secara nasional yakni 76,68 persen di atas IPM nasional dan Kaltara. Menurutnya ini adalah suatu keberhasilan.
Kemudian lanjut Edwin Triyoga, angka kemiskinan turun menjadi 6,3 persen dari 6,7 persen meski saat Covid-19 sempat naik 6,7 persen, namun update terakhir bisa tembus 6,3 persen.
“Dari sisi pertumbuhan ekonomi 2022 untuk Tarakan sempat di 5,59 persen. Pertimbangan dan Kaltara 5,40 persen, angka nasional 5,51 persen. Artinya Tarakan memiliki angka pertumbuhan ekonomi tertinggi. Ini membuktikan masa kepemimpinannya beliau,” ujarnya.
Karena memiliki backround sebagai orang statistic lanjut Edwin Triyoga, diketahui Khairul lahir 3 Juni 1964 statistik, dan ternyata tercatat dari tujuh Presiden RI, ada empat orang kelahiran di bulan yang sama dengan Khairul.
“Bapak Soekarno, Bapak Soeharto 8 Juni, Bapak Bj.Habibi 25 Juni, dan terakhir Presiden Joko Widodo 21 Juni. Jadi secara probabilitas ini adalah teori peluang. Empat per tujuh, beliau sejak lahir sudah berpeluang jadi leader,” ungkapnya disambut gelak tawa hadirin yang turut menyaksikan bedah buku siang tadi.
“Menutup penyampaian dari saya, semoga beliau bisa menciptakan pemuda dan pemudi yang bisa membangun mimpi bekerja membangun Tarakan,” tukasnya.(*)