TARAKAN – Sembari memasang kembali baliho yang dirusak, Sabran berupaya dikonfirmasi oleh awak media untuk mendapatkan cerita sebenarnya dan bagaimana kronologi sehingga terjadinya insiden perusakan yang dilakukan dirinya bersama rekannya.
Awalnya Sabran ragu bercerita. Raut wajahnya sudah menampakkan kekhawatiran seperti buah simalakama. Statusnya sebagai PNS di Satpol PP dipertaruhkan. Bahkan hukuman disiplin pun ia sudah pasrah jika sampai diberikan.
Semua bermula adanya permintaan pengawalan dari jajaran pengawal pribadi (walpri). Ia mengungkapkan, secara struktur hirarkir, jajaran walpri boleh meminta bantuan kepada personel Satpol PP. Kemudian perihal permintaan itu lanjutnya sudah ia turunkan (sampaikan) ke semua jajaran pimpinannya.
“Kemudian dapat perintah untuk melakukan pengawalan, silakan ditindaklanjuti. Kemudian terkait dengan pengawalan, seharusnya, siapapun yang berada di dalam rombongan seharusnya menjadi tanggung jawab siapa yang tertua di sana. Kemudian terkait atensi ini, sampai di bawah kami melakukan pengawalan di belakang karena memang itu perintah,” terangnya.
Pengawalan dimaksud adalah saat itu adanya tinjauan lapangan dilaksanakan Pejabat Wali Kota Tarakan, Dr. Bustan pada Sabtu (20/4/2024) lalu.
Kemudian saat melakukan pengawalan menggunakan motor, tiba di bawah perumahan, bersama turun ke lokasi, PJ dan Walpri turun dari mobil. “Mereka sama-sama dari satu mobil yang sama. Saya dihampiri oleh walpri. Atensi yang di depan (baliho). Jika melihat sejarah, keberadaan beliau di Pemkot, ada atensi terhadap jejak dokumen, atau foto atau jejak digital berkaitan dengan pejabat lama (Khairul) dihapus semua karena beliau sudah bukan masanya,” beber Sabran.
Kemudian karena menerima instruksi dari walpri, dalam pemahaman Sabran, ini instruksi dan merefleksi apa yang sebelum-sebelumnya sudah diperintahkan. Artinya perintah sebelumnya ada atensi sehingga ia menganggap sama.
“Merefleksi apa yang sudah diperintahkan bahwa kita laksanakan. Nah kemudian terkait baliho ini begitu kami pegang kemarin, sebagian memang sudah robek. Dan berkaitan dengan nomor telpon tertera, sehingga kami tidak bisa melakukan kontak sementara kami diburu tenggat waktu yang sangat sempit melakukan pengawalan,” jelasnya.
Di sini pihaknya hanya menjalankan tugas, menunjukkan taat perintah, sehingga apapun diperintahakn segera harus dilaksanakan. Dalam hal ini ia menegaskan Kepala Satpol PP Tarakan tidak tahu ada atensi pembongkaran baliho.
“Yang jelas Kepala Satpol PP tidak tahu, saya di sini lupa laporan di hari Sabtu. Beliau tahunya hanya pengawalan,” ujarnya.
Artinya perintah membongkar baliho muncul saat ia tengah bertugas mengawal peninjauan yang dilaksanakan Pj Wali Kota Tarakan. Kembali ditanyakan apakah secara struktur hal demikian bisa ia laksanakan?
“Yah bisa dipahami sendiri saja bagaimana, sampeyan pahami sendiri bagaimana kronologis itu. Yang jelas saya terima dari Walpri,” ujarnya.
Saat menerima perintah itu, ia mengungkapkan memang ada keraguan. Ia bahkan sudah menyadari bahwa ada risiko.
“Jika memang kami berniat tidak baik, tentu pada saat pelepasan kami sudah sadar, proses pendokumentasian orang tidak kami kenal kami sadar. Jadi kalau misalnya kami berniat tidak baik, tentu itu dengan tegas kami suruh hapus. Tapi itu tidak kami laksanakan,” jelasnya.
Kembali ditanyakan tupoksi Satpol PP apalgi ia adalah petugas yang tentu memahami aturan yang harus dilakukan. Apalagi saat ditanya baliho berdiri di atas lahan pemilik perumahan (pribadi).
Sabran hanya bisa menjawab dengan tersenyum. “Sampeyan bisa menterjemahkan,” ujarnya.
Ditanya kembali semisal nanti Walpri yang bersangkutan tidak mengakui, Sabran mengakui ini adalah konsekuensi. Karena saat menerima perintah juga tidak sempat memiliki bukti. “Kami menerima arahan lisan. Jadi yah, saya juga minta teman-teman memikirkan kami, teman-teman tahu kami di sini korban tapi kami tidak punya bukti. Kami berharap bisa menyikapi, bagaimana kami juga diberikan hak,” ungkap Sabran.
Ia mengungkapkan ketika misalnya nanti ada penekanan terhadap pihaknya, ia sudah pasrah siap menerima sanksi. “Kami tidak bisa membela diri di sini. Karena memang posisi kami lemah. Kesalahan kami juga tidak melakukan dokumentasi seperti biasanya dan tidak melakukan koordinasi dengan Kasatpol PP karena memang waktu dan ruang pada saat itu cukup sempit. Saya di situ sudah merasa di situ pilihan. Ketika pilihan itu berbuah seperti yang saya rasakan ini sekarang, semoga bisa jadi pelajaran buat teman-teman lain,” ungkapnya berbesar hati berusaha menerima kondisi.
Ia juga sudah siap manakala nanti turun hukuman disiplin terhadapnya apalagi statusnya sebagai ASN. “Semoga teman-teman yang lain bisa belajar dari kejadian ini. Saya siap menerima hukdis, saya salah. Karena memang saya salah. Hanya saja ketika hukdis seperti apa, saya masih punya hak jawab. InsyaAllah dari beberapa kejadian saya belum pernah mengalami kasus ini,” pungkasnya. (*)