TARAKAN – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Kaltara mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap uang palsu. Meskipun kasus pemalsuan uang terus menurun, edukasi mengenai ciri-ciri keaslian uang tetap menjadi kunci utama pencegahan.

Kepala KPwBI Kaltara Wahyu Indra Sukma mengatakan masyarakat harus selalu memeriksa uang menggunakan metode 3D (dilihat, diraba, diterawang) dan melaporkan jika menemukan uang palsu.

“Kualitas uang palsu yang beredar saat ini masih rendah dan mudah diidentifikasi,” tutur Wahyu Indra Sukma.
Diceritakannya, Bank Indonesia memandang bahwa kasus pemalsuan uang secara umum memanfaatkan kelengahan masyarakat untuk melakukan kejahatan, dibandingkan dengan menggunakan teknologi canggih untuk produksi uang palsu. Temuan uang palsu menunjukkan tren yang semakin menurun, seiring dengan meningkatnya kualitas uang (bahan uang, teknologi cetak, dan unsur pengaman) yang semakin modern dan terkini.
“Didukung dengan adanya upaya dari kami dengan terus mengedukasi masyarakat dengan literasi CBP Rupiah nasional secara masif dan koordinasi rutin dengan seluruh unsur Botasupal,” jelasnya.
Sepanjang tahun 2024 rasio uang palsu tercatat sebesar 4 ppm (piece per million atau 4 lembar dalam setiap 1 juta uang yang beredar), atau lebih rendah dari tahun 2022 dan 2023 pada 5 ppm, 2021 pada 7 ppm, dan 2020 pada 9 ppm. Selanjutnya, sebagai upaya represif Bank Indonesia mendorong pengenaan sanksi yang lebih tinggi kepada pelaku tindak pidana uang palsu sebagaimana amanat UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
“Dari berbagai upaya yang dilakukan, kami berhasil mendapatkan penghargaan sejak tahun 2022 hingga 2024 dengan kategori salah satunya untuk pecahan yang paling aman dan yang paling sulit dipalsukan di dunia (World’s Most Secure Currencies) dengan 17 unsur pengaman canggih versi BestBrokers. Penghargaan ini merupakan pengakuan dunia internasional atas keunggulan fitur keamanan dan desain Uang Rupiah,” tuturnya.
Selain menggunakan metode 3D, masyarakat juga dapat menggunakan alat bantu berupa lampu ultraviolet (UV) untuk mengidentifikasi ciri keaslian uang Rupiah kertas yang memendar dalam beberapa warna.
Diketahui bahwa uang palsu yang ditemukan berpendar di bawah lampu UV berkualitas sangat rendah dan memiliki pendaran yang berbeda baik dari segi lokasi, warna, dan bentuk dengan uang Rupiah asli.
“Selain itu, secara visual uang palsu dimaksud sangat mudah diidentifikasi tanpa perlu menggunakan bantuan lampu UV. Untuk itu, masyarakat dihimbau untuk tidak perlu khawatirdalam bertransaksi menggunakan uang Rupiah dan tetap berhati-hati dengan mengecek keaslian uang cukup melalui metode 3D,” ungkapnya.
Bank Indonesia secara berkala berkoordinasi dengan seluruh unsur Botasupal (BIN, Polri, Kejaksaan, DJBC), perbankan, dan instansi terkait lainnya dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan uang palsu. Selain itu, melalui edukasi yang dilakukan dalam program CBP Rupiah, Bank Indonesia senantiasa melakukan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah serta mengimbau masyarakat untuk memastikan keaslian uang Rupiah. Bank Indonesia juga turut mengimbau masyarakat untuk senantiasa menjaga dan merawat uang Rupiah dengan baik guna memudahkan masyarakat dalam mengenali keaslian uang rupiah.
“Untuk itu, masyarakat agar senantiasa menerapkan 5 Jangan: Jangan Dilipat, Jangan Dicoret, Jangan Distapler, Jangan Diremas, dan Jangan Dibasahi. Diseminasi informasi ciri keaslian uang Rupiah secara berkelanjutan dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi publik, konten media sosial, dan website Bank Indonesia,” tukasnya. (*)