

TARAKAN – Wakil Ketua DPRD Kota Tarakan, Edi Patanan, menyampaikan hasil kunjungan lapangan dan pertemuan pasca-Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait masalah lahan pertanian warga yang terdampak limbah perusahaan PT PRI di Juata Permai. Kunjungan pada 29 Oktober 2025 ini merupakan tindak lanjut dari RDP sebelumnya.



Edi Patanan mencatat beberapa temuan di lapangan yang menjadi penyebab utama meluapnya air dan merusak lahan pertanian warga yaitu adanya penutupan parit atau sungai di beberapa titik. Terjadi penyempitan jembatan/drainase yang dulunya lebar kini menjadi kecil.
“Kemudian ada bebebrapa patok-patok yang masih tertancap di dalam sungai yang menghambat aliran air,” jelasnya.


Menurut Edi, masalah-masalah tersebut menyebabkan air tidak mengalir lancar dari hulu ke hilir hingga ke laut, sehingga air meluap ke lahan warga dan menyebabkan tanaman masyarakat mati semua.



Setelah kunjungan lapangan, DPRD bersama Pemerintah Kota Tarakan memfasilitasi rapat antara pihak PT PRI dengan masyarakat untuk mencari solusi terbaik. Namun, rapat ini berakhir buntu karena kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan.



“Dalam pertemuan ini kita tidak menyepakati apa yang diinginkan oleh kedua belah pihak, jadi buntu. Pertemuan pada saat ini tidak ada solusinya, solusi yang kita tawarkan malah tidak diterima oleh masyarakat,” terang Edi Patanan.


Salah satu persoalan utama yang mengganjal adalah masalah harga lahan. Terdapat wacana atau rencana dari PT PRI untuk membeli lahan masyarakat sebagai upaya pengembangan investasi perusahaan.
Namun, masyarakat mematok harga Rp500.000 per meter sesuai dengan surat kesepakatan yang telah ditandatangani. Akan tetapi, PT PRI menyatakan keberatan dengan harga yang ditawarkan oleh masyarakat.
Untuk mengatasi kebuntuan ini, DPRD dan Pemerintah menawarkan solusi melalui tim appraisal (penilai).
Menanggapi rencana warga untuk menutup jalan pada 31 Oktober 2025, Edi Patanan menyampaikan beberapa hal kepada masyarakat. Ia meminta warga membuat surat yang menyatakan bahwa jalan yang dilalui PT PRI adalah betul-betul tanah masyarakat. Hal ini dikarenakan warga mengklaim jalanan tersebut sudah ada sebelum PT PRI beroperasi dan meminta data kepemilikan tanah.
Terkait harga tanah, masyarakat diminta membuat surat kesepakatan dari 32 orang pemilik lahan, memastikan kesepakatan harga Rp500.000 per meter.
“Kami meminta apakah betul semua warga ini sepakat dengan harga tersebut,” ujarnya.
DPRD dan Pemerintah berharap masih ada solusi dalam dua hari tersisa sebelum tanggal 31 Oktober 2025.
“Jika masih buntu, masyarakat diimbau untuk menyerahkan dua catatan tadi (surat klaim jalanan dan surat kesepakatan harga) sebagai bahan dasar. Kemudian jika ada penutupan jalan harus menyurat kepada pihak perusahaan dan kepolisian,” pungkasnya. (Sha)

