TARAKAN – Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan bahwa penyesuaian nilai upah minimum pada 2023 bagi setiap provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Tanah Air tidak akan melebihi 10%.
Besaran penyesuaian nilai upah minimum 2023 diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) terbaru bernomor 18 Tahun 2022. Sebelumnya pemerintah menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan dari Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja.
Ketua DPP Apindo Kaltara Peter Setiawan mengatakan, jika pemerintah memaksakan untuk menjadikan Permenaker nomor 18 tahun 2022 sebagai acuan untuk menetapan UMK maka pihak Apindo seluruh Indonesia akan menolak.

Baca juga: https://facesia.com/medco-ep-raih-lima-penghargaan-kinerja-dari-skk-migas/

Kami dari Apindo sangat berat. Ini sudah bertentangan dengan PP Nomor 36 tahun 2021. Disitu sudah disebutkan formulanya apa dan lainnya. Namun dengan adanya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 ini, seluruh DPP Apindo se Indonesia menyatakan menolak karena Permenaker ini tidak boleh membawahi aturan PP nomor 36 tahun 2021, sebutnya.
Peter menyebutkan, jika terjadi timpang tindih aturan seperti ini, maka tidak ada kejelasan dalam undang-undang. Pihaknya tetap akan menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 sebagai acuan dalam penetapan UMK.
Itu sudah dibuat oleh pemerintah dan harus dijalankan dengan aturan itu. Dengan adanya Permenaker baru ini tidak bisa menggugurkan PP ini. Ini hal yang tidak masuk akal, tuturnya.
Sebelum permenaker ini terbentuk, Peter menerangkan bahwa sudah dibentuk dewan pengupahan, lembaga kerjasama tripartit dan lainnya dalam pembahasan UMP. Bahkan, di Kaltim sudah diputuskan kenaikan upah tahun 2023 sebesar 4,4 % sesuai dengan PP nomor 36, namun dengan adanya pemenaker nomor 18 tahun 2022 akhirnya dibatalkan.
Akhirya semua apindo seluruh Indonesia kecewa dengan adanya permenaker yang dibuat ini. Karena pada saat pembahasan tidak ada unsur yang diikutkan seperti Apindo, Kadin, Dewan Pengupahan dan lainnya, ujarnya.
Jika pemerintah tetap memasaksakan penerapan Permenaker ini, maka pihak Apindo akan mengambil langkah tegas.
Langkah dari pusat menyarankan untuk tetap menolak permenaker nomor 18 tahun 2022. Rencana Apindo pusat jika tetap dipaksakan maka akan menempuh jalur hukum. Kami khawatir nantinya peraturan gubenur bisa dikalahkan dengan peraturan bupati, kata Peter.
Baca juga: https://facesia.com/satgas-pamtas-yonarmed-5-105-tarik-pg-beri-kejutan-guru-perbatasan/
Ia juga menegaskan, jika UMP atau UMP dipaksankan naik hingga 10 persen, maka akan menimbulkan gejolak dan terjadi efesiensi dalam perusahaan. Akibatnya akan terjadi PHK bersar-besaran. Sebab, kondisi perekonomian saat ini belum stabil.
Saat ini saja sudah perusahaan sudah banyak yang goyang. Salah satunya Intraca, informasi terakhir mereka sudah merumahkan beberapa karyawan karena hasil produksi menumpuk dan buyer kurang. Krisis ekonomi global saat ini sangat berpengaruh, jelasnya.
Jika efensiensi yang dilakukan perusahaan memberikan dampak PHK maka angka kriminalitas akan semakin tinggi. Hal inilah yang dihindari oleh para pengusaha. Jika masih memungkinkan penetapan UMK atau UMP tidak memberatkan ke pengusahan dan masih bisa diterima oleh para buruh.
Kami menghindari konflik sosial, tidak mau ada PHK. Kalau bisa mari menjaga perekonomian di kota masing-masing. Apindo tegaskan akan tetap mengikuti PP nomor 36 tahun 2021 untuk penentuan UMP dan UMK. Jadi pengusaha bisa terima dan buruh juga terima. Jika buruh memaksakan untuk ikuti pemenaker maka dampaknya pengaruh ke pengusahan, terangnya.
Peter juga menyakini, jika terjadi PHK setelah adanya kenaian UMK dan UMP maka perusahaan akan melakukan efesiensi disemua lini. Dan tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan tenaga mesin sebagai penggati tenaga manusia.
Jika terjadi PHK maka akan terjadi penurunan produksi di parusahaan. Namun di satu sisi jika krisis ekonomi global ini sudah dilewati maka kemungkinan besar perusahaan akan menggunakan mesin. Misalnya mesin sortir, jika menggunakan manusia 1 meja 30 orang, kemungkinan jika kita menggunakan mesin. Hanya 1 mesin bisa mewakili 3 orang, tuturnya.
Kalau menggunakan mesin, maka produksi akan tetap stabil. Di beberapa kota besar seperti Surabaya itu sudah menggunakan mesin, pungkasnya.
PP Nomor 36 Tahun 2021
PP 36 Tahun 2021 menetapkan upah minimum provinsi berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. Adapun kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan yang dimaksud meliputi variabel paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah. Hal ini dilihat dari pasal 25 ayat 4, (1) upah minimum terdiri atas: а. Upah minimum provinsi; b. Upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.
Kedua, penetapan upah minimum kabupaten/kota mengacu pertumbuhan ekonomi daerah. Terdapat syarat tertentu meliputi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini tertuang pada 25 ayat 5.
Pasal 26 UU Nomor 36 Tahun 2021, juga menuliskan penyesuaian nilai upah minimum provinsi dilakukan setiap tahun dan pemerintah mengatur batas atas dan batas bawah upah minimum pada daerah yang bersangkutan.
Adapun batas atas upah minimum merupakan acuan nilai upah minimum tertinggi yang dihitung menggunakan variabel rata-rata konsumsi perkapita dan rata-rata banyaknya ART (anggota rumah tangga) yang bekerja pada setiap rumah tangga.
Permenaker 18 Tahun 2022
Pada Permenaker 18 Tahun 2022 pasal 6 ayat 2, Penyesuaian nilai Upah Minimum untuk 2023 dihitung menggunakan formula dengan mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
Pada ayat 3 dijelaskan formula perhitungan tersebut, Formula penghitungan Upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut:
UM(t+1) = UM(t) + (Penyesuaian Nilai UM x UM(t))
Keterangan:
UM(t+1) : Upah Minimum yang akan ditetapkan.
UM(t) : Upah Minimum tahun berjalan.
Penyesuaian Nilai UM : Penyesuaian nilai Upah Minimum yang merupakan penjumlahan antara inflasi dengan perkalian pertumbuhan ekonomi dan α.
Lalu pada pasal 7 menjelaskan bahwa penetapan atas penyesuaian nilai Upah Minimum tidak boleh melebihi 10% atau paling tinggi 10%. Dengan catatatan, jika pertumbuhan ekonomi bernilai negatif, penyesuaian nilai Upah Minimum hanya mempertimbangkan variabel inflasi. (sha)