TARAKAN – Aksi dari mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Sedarah (September Berdarah) yang turun ke jalan hingga berakhir demo di Gedung DPRD Kota Tarakan, Senin (5/9/2022) siang kemarin, membuahkan hasil.

Setelah melalui diskusi panjang dengan DPRD dan pihak Pertamina, akhirnya atas nama Pimpinan DPRD Tarakan yang terdiri dari Ketua Al Rhazali, Wakil Ketua I Muhammad Yunus dan Wakil Ketua II Yulius Dinandus sepakat dengan tuntutan mahasiswa untuk menolak kenaikan BBM.
“Kita sepakat dengan mahasiswa untuk menolak. Selanjutnya, untuk hasil rapat ini, sebagian rekomendasi yang disampaikan dalam forum akan disampaikan ke Pertamina juga,” ujar Al Rhazali.

Aksi demo yang gelar Aliansi Berdarah ini sempat deadlock. Hal ini disebabkan karena surat yang masuk lembaga DPRD secara administrasi tidak lengkap.

“Saya harus buat kronologis dulu dan ini akan menjadi pelajaran bagi siapa saja, seluruh publik baik akademisi maupun masyarakat. Bahwa surat yang masuk ke DPRD itu suratnya hanya berisi judul dan Aliansi September akan aksi tanpa menuliskan bahwa apa yang menjadi tuntutannya. Tapi karena kami merasa bahwa mereka adalah bagian dari rakyat Tarakan maka kami DPRD Kota Tarakan tetap menerima,” kata Yulius Dinandus, Wakil Ketua II DPRD Tarakan.
Karena tak dicantumkan dalam surat, Yulius pun merasa penasaran terhadap apa yang akan disampaikan oleh mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Berdarah ini. Setelah menerima dan melakukan dialog, akhirnya diketahui pada dasarnya ada dua hal yang ingin disampaikan.
“Pertama, berhubungan dengan kenaikan BBM, yang kedua, kebocoran gas dari Pertamina,” ujarnya.
Mengenai masalah kenaikan BBM, Yulius menjelaskan, bahwa mahasiswa menolak dan meminta untuk direvisi terkait Perpres Nomor 69 Tahun 2021 perubahan atas Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
“Mereka menolak karena ada dampak-dampak dari kenaikan BBM ini yang belum dipikirkan oleh pemerintah pusat. Misalnya kenaikan biaya transportasi, sembako dan lainnya yang pemerintah pusat belum menyampaikan apa penanggulangannya ke daerah. Nah, itu yang menjadi kekuatiran mereka dan kami DPRD sama-sama menolak itu,” kata Yulius.
Selanjutnya, Yulius memaparkan permasalahan kelangkaan BBM yang mengakibatkan panjangnya antrian truk di beberapa SPBU. Berdasarkan informasi yang diterima dari pertamina kejadian ini diakibatkan bukan karena ada pengurangan stok.
“Berdasarkan informasi dari Pertamina, pengiriman yang diberikan kepada kita sudah melebihi setiap tahun di angka 5,43 KL. Dengan adanya kelebihan stok ini maka yang dipertanyakan sekarang kenapa masih langka,”ujarnya.
Politisi Hanura ini menilai, ada banyak kemungkinan yang menyebabkan kelangkaan BBM ini. Bisa jadi ada kesalahan data pengiriman, hal ini nantinya bisa dievaluasi dengan pemerintah.
“Bisa juga ada kebocoran-kebocoran di jalan atau kurang tepat sasaran. Ketika itu tidak tepat sasaran karena berhubungan dengan subsidi. Hal inilah yang diminta oleh mahasiswa untuk dievaluasi,” jelasnya.
Untuk menyelesaikan permasalahan ini, DPRD sudah menyiapkan dua cara. Yang pertama, akan membuat pembaharuan regulasi baik dalam bentuk perwali atau perda, ataupun surat edaran wali kota.
“Sebari kita melakukan evaluasi terhadap kebutuhan BBM Kota Tarakan sebenarnya berapa sih, berdasarkan naskah akademik yang dibuat tahun 2021 lalu,”kata Yulius.
“Lalu langkah kedua, apakah sudah memenuhi syarat untuk membentuk satgas dengan adanya fenomena yang tidak normal ini. Kalau sudah memenuhi syarat maka kita meminta pemerintah untuk membentuk itu,” pungkasnya. (sha)