TARAKAN – Anggota Komisi II DPRD Kota Tarakan, dr. Yuli Indrayani, mendesak adanya penekanan kembali dan pengawasan ketat terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) dapur sekolah, khususnya terkait keamanan dan kebersihan pangan.

Hal ini disuarakan menanggapi tingginya kasus keracunan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Kalimantan Utara (Kaltara), Rabu (15/10/2025).
Dr. Yuli Indrayani mengungkapkan kekhawatirannya merujuk pada data kasus keracunan pangan yang mencapai angka fantastis di Indonesia, dengan kurang lebih 4.700 kasus dari Januari hingga September. Di wilayah Kaltara sendiri, khususnya Kabupaten Nunukan, terjadi hampir 200 kasus dalam periode yang sama, serta temuan kasus keracunan yang baru-baru ini menimpa dua siswa SMA Negeri 1 di Bulungan. Ia menekankan pentingnya Tarakan mengambil pelajaran dari kejadian ini.

“Jangan sampai terjadi di Kota Tarakan. Kita tidak mau hal ini terjadi,” tegasnya.

Menurut dr. Yuli, peninjauan ulang SOP dapur adalah hal yang mendesak, terutama mengingat adanya informasi mengenai pergantian petunjuk teknis (juknis) yang mungkin berdampak pada perubahan SOP dapur.
Selain itu, ia mempertanyakan sejauh mana dapur-dapur yang beroperasi di Tarakan telah mengantongi Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
“Apakah di dapur-dapur yang sudah berjalan di Kota Tarakan itu sudah ada SLHS-nya, sertifikasi laik higiene sanitasinya?” tanyanya.
SLHS, yang menurutnya dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan, menjadi indikator penting dalam memastikan keamanan pangan.
dr Yuli juga menyampaikan beberapa permintaan data dan saran kebijakan kepada dinas terkait. Ia meminta agar Komisi II diberikan data lengkap mengenai siapa saja penerima makanan sekolah, termasuk jumlah anak penerima, jam makan, dan nama sekolah untuk data yang lebih konkret. Data ini diharapkan dapat dikirimkan segera.
Menanggapi penyediaan bahan baku yang berbasis variasi menu, dr. Yuli menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan dan merencanakan jadwal pergantian variasi menu. Ia mengusulkan agar variasi menu dapat diganti secara berkala, misalnya sebulan atau dua minggu sekali, atau bahkan sudah memiliki rencana kerja variasi menu untuk setahun. Pertanyaan ini ditujukan kepada Dinas Pertanian dan Satuan Pelaksana Program Pangan Gizi (SPPG) serta Dinas Kesehatan (Dinkes).
Lebih lanjut, dr. Yuli Indrayani menyampaikan pertanyaan untuk dinas lain seperti ditanyakan seberapa sering tes cepat (rapid test) dilakukan terhadap bahan baku makanan yang digunakan.
Sementara itu, ia juga menanyakan kepada Dinas Perdagangan terkait data UMKM penyaji bahan pangan buatan, seperti roti atau kudapan khas Tarakan, yang telah bekerjasama dengan dapur-dapur penyedia makanan saat ini.
Permintaan dan pertanyaan ini diajukan dengan harapan dapat mencegah terulangnya kasus keracunan makanan di lingkungan sekolah Tarakan dan memastikan makanan yang disajikan memenuhi standar keamanan dan gizi. (Sha)