

TARAKAN – Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Tarakan menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kepemudaan. RDPU ini bertujuan menyerap masukan dari berbagai unsur kepemudaan di Kota Tarakan.



Ketua Bapemperda DPRD Tarakan, Harjo Solaika, menyampaikan bahwa RDPU adalah salah satu tahapan penting dalam proses penyusunan Perda untuk menjamin keterlibatan masyarakat, sesuai dengan amanat undang-undang.
“Intinya, hari ini kita mendengarkan masukan dari semua unsur kepemudaan. Tadi ada begitu banyak masukan yang baik, dan itu nanti akan kita uji di dalam rapat finalisasi bersama dengan tim dari Pemerintah Kota Tarakan,” ujar Harjo Solaika.


Ia menekankan bahwa masukan-masukan tersebut akan diuji kesesuaiannya dengan regulasi di atasnya serta aturan lain yang memiliki konsentrasi yang sama.



“Proses ini kan masih sangat panjang, tapi yang paling penting adalah keterlibatan masyarakat itu menjadi sangat penting,” tambahnya.



Sorotan Utama dari Organisasi Kepemudaan


Ketua KNPI Kota Tarakan, Alif Putra Pratama, menyoroti beberapa pasal dalam draf Raperda yang dianggapnya perlu penyesuaian agar selaras dengan semangat memajukan pemuda.
Alif Putra Pratama menyoroti adanya pertentangan antara Pasal 4 (tugas pemerintah daerah menjamin dan bertanggung jawab terhadap sarana dan prasarana kepemudaan) dengan Pasal 56 (fasilitas milik pemerintah daerah dikenakan retribusi).
“Di satu sisi tugas eksekutif diberikan kewajiban untuk memfasilitasi, tapi di Pasal 56 terhadap fasilitas yang diberikan oleh pemerintah daerah dikenakan retribusi,” kritiknya.
KNPI mengusulkan agar fasilitas yang digunakan untuk kegiatan kepemudaan dapat digratiskan dan retribusi hanya dikenakan untuk kegiatan lain (wirausaha atau kegiatan non-pemuda).
Poin kedua yang menjadi perhatian adalah kriteria wajib yang harus dipenuhi organisasi pemuda untuk terdaftar di Pemda, yakni harus memiliki keanggotaan, kepengurusan, kesekretariatan, dan keuangan (poin C dan D).
Alif menilai syarat kesekretariatan dan keuangan menjadi kendala besar, khususnya bagi organisasi kepemudaan (OKP) yang baru atau komunitas.
“Dibuat klasifikasi organisasi; Organisasi yang terpusat (nasional/provinsi) dapat menggunakan Standar Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dari pusat. Kemudian, Pemerintah daerah memberikan bantuan untuk penyediaan kesekretariatan. Dan terakhir, syarat ketat tersebut jangan menjadi hambatan bagi OKP baru dan komunitas untuk diakui Pemda,” jelasnya.
KNPI meminta agar kewajiban laporan pertanggungjawaban keuangan (LPJ) bagi dana yang bersumber dari iuran anggota internal ditiadakan. Hal ini dianggap sebagai urusan internal organisasi, kecuali jika dana berasal dari pihak eksternal seperti pelaku usaha, masyarakat umum, atau APBD.
Terkait laporan kegiatan tahunan kepada Walikota, KNPI menilai hal tersebut tidak efisien dan seharusnya hanya menjadi kewajiban bagi organisasi penerima bantuan dana dari negara (APBD atau hibah).
Terkait pendanaan di Pasal 81 Ayat 1, KNPI Tarakan mengapresiasi kewajiban Walikota dan DPRD mengalokasikan dana dari APBD untuk program kepemudaan. Namun, mereka menyarankan agar diberikan alokasi khusus dalam persentase tertentu (misalnya 5% atau 10%) untuk menjamin dukungan anggaran yang memadai.
Terkait bab sanksi, Alif Putra Pratama mengkritik bahwa draf Raperda hanya mencantumkan sanksi maksimal (denda atau penghapusan pencatatan). KNPI meminta agar sanksi dibuat bertahap, diawali dengan teguran tertulis atau peringatan sebelum dikenakan sanksi maksimal.
Terakhir, KNPI menuntut adanya sanksi atau konsekuensi yang jelas bagi Pemerintah Daerah jika tidak melaksanakan kewajiban atau memberikan pelayanan yang tidak berkeadilan sebagaimana tertuang dalam Perda.
Harjo Solaika memastikan bahwa seluruh masukan substantif ini akan diuji dan dibahas lebih lanjut dalam rapat finalisasi bersama Pemerintah Kota Tarakan. (Sha)

