TARAKAN – Mendapat sorotan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tarakan terkait pengolahan limbah medis, Hendry Suryono Direktur Rumah Sakit (RS) Pertamina Tarakan angkat bicara.
Ditemui usai kunjungan lapangan DPRD Tarakan, Rabu (25/8/2022) kemarin, Hendry menjelaskan bahwa limbah RS ada dua yakni limbah padat dan limbah cair. Untuk limbah cair, pihaknya sudah memiliki instalasi pengolahan limbah yang sudah dilihat langsung oleh pimpinan dan komisi III DPRD Tarakan.
“Kalau pun harus membuat instalasi pengolahan limbah atau IPAL itu harus ada izin dari DLH. Setelah ada izin baru bisa operasional. Setiap triwulan kami juga ada evaluasi dan laporan uji baku mutu sesuai standar DLH untuk pengolahan limbah medis ini. Itu sudah kami laksanakan semua,”jelasnya.
Baca juga: https://facesia.com/dprd-tarakan-soroti-pembuangan-limbah-medis-rs-pertamina-tarakan/
Terkait limbah padat, lanjut Hendry, ada limbah medis dan non medis. Limbah non medis seperti kertas dan sampah rumah tangga pengolahannya seperti biasa. Tapi untuk limbah medis RS Pertamina ada standar sendiri.
“Harus ada izin tempat pengumpulan limbah medis. Kemudian limbah medis ini harus dimusnahkan. Untuk pemusnahan kami ada kerjasama dengan pihak ke tiga yang sudah ada izin pemusnahan limbah. Jadi tidak sembarangan untuk membuang limbah sampai ke lingkungan karena akan terkena pasal undang-undang. Itu juga sudah kami lakukan,”paparnya.
Mengenai laporan warga yang masuk ke DPRD terkait keluhan air limbah yang mengeluarkan bau tidak sedap dan berwarna, Hendry menegaskan bahwa air yang mengalir ke drainase pemukiman warga itu bukan dari pengolahan limbah medis. Air hasil pengolahan limbah medis di buang melalui pipa ke drainase depan gedung RS Pertamina.
“Limbah medis yang sudah diolah tadi pembuangannya ke drainase depan. Sebelum di buang ke drainase itu ada kotak lagi untuk uji mutu dulu. Jadi yang di buang terakhir itu airnya bagaimana?. Apakah sudah bisa di buang atau masih ada kandungan atau zat yang berbahaya. Itu sudah lakukan di baku mutu untuk hasil akhir, itu sudah bisa dibuang keluar,”jelasnya.
“Kalau di rumah sakit lain ada satu bak yang mereka buat, di dalamnya ada enceng gondok dan ikan. Biasanya ikan itu hidup kalau airnya itu sudah bersih. Tapi karena kami keterbatasan lahan makanya hanya buat boks kecil sebagai sampling akhir. Kami lakukan pengecekan 3 bulan sekali,”tambahnya.
Masalah air bau yang ada di drainase bagian belakang RS Pertamina, Hendri menegaskan harusnya tidak ada bau yang tidak sedap dari pembuangan air ini. Sebab, air yang dibuang ke drainase pemukiman warga itu adalah sisa olah air RO rumah sakit.
“Air ini sama saja jika kita buang air PDAM. Karena yang kami olah untuk air RO itu, air PDAM. Air sebanyak 50 persen di buang dan 50 persen lagi yang bisa langsung minum. Yang kami buang itu air PDAM bukan yang ada campuran limbah. Hanya saja mungkin ada melalui parit di RS yang kotor jadi berpotensi bau atau drainase di sini juga berpotensi bau karena banyak timbunan sampah. Dua pembuangan air ini satunya PDAM yang satu lagi air sumur bor,”jelas Hendry.
Ditambahkan Hendry, air PDAM yang diolah oleh RS Pertamina digunakan untuk seterilisasi alat medis dan pemeriksaan laboratorium. “Itu kan menggunakan air dan harus air murni. Tidak boleh ada senyawa besi. Jika itu keluar harusnya tidak bau karena sama saja air PDAM yang dibuang. Apalagi kalau parit di sini tergenang seolah olah bau itu dari pembuangan air rumah sakit. Tapi kondisinya parit di sini yang bau,”tuntasnya.(sha)