TARAKAN – Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kaltara menyambangi PLN ULP Tarakan sebagai tindak lanjut pemadaman listrik yang terjadi selama 13 jam lamanya pada Sabtu (30/6/2024) lalu. Kunjungan dilaksanakan pagi hingga siang tadi, Selasa (2/7/2024).
Dikatakan Kepala Ombudsmand RI Perwakilan Provinsi Kaltara, Maria Ulfah, tujuan kunjungan dalam rangka koordinasi bagaimana persoalan pemadaman yang terjadi di masyarakat.
Maria juga bertemu langsung dengan Manager PLN ULP Tarakan dan Manager UP3 PLN Provinsi Kaltara. Ada beberapa poin yang dicatat berkaitan pemadaman listrik. Pertama berkaitan gangguan listrik disebabkan cuaca ekstrem. Hal itu yang menyebabkan arrester mengalami kerusakan.
“Berkaitan hal itu pihak PLN melakukan pemantauan pengecekan di lapangan dan ditemukan ada penangkal petir yang mengalami kerusakan. Sehingga, pada saat itu sistem proteksi PLN bekerja secara otomatis dan dilakukan cut off agar tidak terjadi kerusakan di pembangkit,” terangnya.
Selanjutnya dalam hal perbaikan dan penormalan, dijelaskan pihak UP3 Kaltara dilakukan koordinasi antara bagian pembangkit yang menangani pembangkit dengan bagian distribusi. Untuk Tarakan diketahui ada dua pembangkit yang mensuplai yakni PLTD dan PLTMG. Kondisinya pada saat kejadian hanya PLTMG yang beroperasi karena PLTD yang bermasalah. PLTMG yang mengkaver sampai bisa 70 persen ditangani.
“Besoknya setelah 14 jam, PLTD kembali berfungsi baru bisa 100 persen. Itu langkah dilakukan PLN koordinasi antara pembangkit dan distribusi. Petugas diturunkan 50 orang, 35 di bagian lapangan memeriksa gardu, memang banyak penjelasan teknis,” beber Maria Ulfa.
Ia menambahkan lagi, memang ada istilah kabel coupler rusak mempengaruhi pemadaman listrik yang meluas. Kemudian berbicara kompensasi lanjutnya, PLN mengikuti ketentuan berlaku di Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2017 mengenai tingkat mutu pelayanan. Saat ini memang masih dilakukan proses investigasi.
“Berkaitan kompensasi, kalau pun ada kompensasi harus mengacu pada investigasi dan juga mengacu Permen ESDM dimaksud. Kami juga diperlihatkan misalnya prabayar ada dicantumkan TMP konpensasi ada dapat dua token. Untuk pasca bayar di bulan berikutnya pembayaran di bulan berikutnya. Itu kalau berdasarkan hasil investigasi yang pihak wilayah yang akan mengarahkan,” jelasnya.
Artinya peristiwa blackout kemarin apakah ada yang layak dan tidak layak mendapatkan kompensasi? Maria Ulfah melanjutkan bahwa itu yang masih belum bisa dijawab karena informasi diterima masih dalam proses investigasi.
Pihaknya tidak bisa menyimpulkan apakah harus diberikan kompensasi. Ini sebagai bentuk koordinasi menyikapi keluhan muncul di media sosial dan selaku penyelenggara pelayan public dilakukan koordinasi.
Lebih lanjut ia menambahkan bahwa PLN berbasis pada hasil investigasi baru bisa disampaikan masuk kriteria kompensasi bisa diberikan atau tidak. Ia melanjutkan tidak bisa menyimpulkan masyarakat terkena dampak pemadaman harus diberikan kompensasi atau tidak karena tidak melakukan kajian.
“Karena kami tidak melakukan kajian. Adapun penjelasan PLN berkaitan kompensasi mereka sekali lagi menunggu hasil investigasi dari wilayah. Tapi untuk catatan harapannya senantian menginformasikan secara transaparan kepada masyarakat kemudian berkaitan perbaikan tentu ada SOP dan mengacu pada SOP dan respons terhadap pengaduan,” jelasnya.
Sifatnya memang karena listrik adalah pelayanan dasar dan harus dilakukan perbaikan karena penggunaan berkelanjutan kepada masyarakat. Ia menilai sendiri PLN merespons jika ada pengaduan. Kondisi di lapangan tetap disampaikan dan diharapkan disampaikan ke masyarakat juga.
Kembali membahas kompensasi, yang jelas adalah kompensasi. Sementara itu Bakuh Dwi Tanjung, Kepala Keasistenan Pencegahan Mal Administrasi Ombudsman RI Perwakilan Kaltara menyampaikan bahwa berbicara gangguan teknis ada kategorinya. Apakah kelalaian atau disebabkan oleh alam. Di tingkat UP3 PLN Kaltara sendiri lanjutnya berdasarkan hasil koordinasi, untuk mendapatkan kompensasi belum bisa memiliki kewenangan untuk dapat kompensasi atau tidak. Namun ada kantor wilayah di atasnya lagi yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan menginvestigasi.
“Informasi kompensasi bukan kewenangan UP3 tapi di atasnya lagi. Disampaikan tadi mereka sesuai Permen ESDM itu. Di situ dijelaskan ada proses investigasi terlebih dahulu apakah kejadian ini disebabkan oleh kelalaian. Kami sudah cek alat tersasmbar petir, berfungsi menghalau petir ini sudah dilakukan perawatan apa tidak dan kita lihat jurnal pengecekan terakhir mereka lakukan di Maret 2024,” ujarnya.
Artinya per tri wulan dilakukan pengecekan. Persoalan ini menjadi musibah juga bagi mereka karena alat rusak diduga terkena petir dan menyebabkan gangguan. Apalagi sistem terintegrasi semua dan terkena petir, semua ter-cut off. Walaupun misalnya mengalami ledakan trafo di Selumit, namun berdampak ke semua wilayah karena ada sistem yang memproteksi pembangkit yang lainnya.
“Ada daya kuat muncul, langsung di cut off. Saat mau direcovery mau dinyalakan, ternyata ada kabel yang terbakar dan celakanya terkoneksi ke PLTD,” ujarnya.
Di Tarakan kelemahannya, kata Bakuh, untuk memulai pengoperasian dari PLTD kemudian ke PLTG. Dan tidak bisa langsung menggunakan tenaga gas.
“Gak bisa gas dulu baru diesel. Kemarin kabel coupler terdampak kena diesel dan menyebabkan pemulihan lama sampai 14 jam karena pakai gas itu tak bisa ngebut 100 persen. Bertahap. Per section dinyalakan. Setelah mesin gas nyala gak bisa langsung dinyalakan semua. Tipe mesinnya tidak seandal diesel itu menyebabkan lama nyalanya,” jelasnya.
Ia melanjutkan lagi, PLTG juga rusak jika semua dioperasikan. Ia melanjutkan jika penyebabnya adalah alam, kompensasi bisa dipertanyakan apakah idberikan atau tidak. Kompensasi diberikan saat bersumber dari kelalaian. Sehingga fokus pihaknya juga menanyakan pada bagaimana fokus recovery saat ada kejadian trafo meledak berapa waktu dibutuhkan untuk melakukan penyelesaian persoalan.
“Mereka kan bekerja sama dengan anak perusahaan namanya Nusa Daya yang menghendel pemeliharaan perbaikan kalau ada accident. Kami pertanyakan SOP berapa lama yang dibutuhkan. Jadi nanti saat kita melihat pantaskah tidak mendapatkan kompensasiharus dilihat dari SOP recovery apakah melewati waktu SOP recovery,” jelasnya.
Dan ini harus melihat aturan atau baku mutunya saat memperbaiki hal seperti itu. Begitu juga dalam hal durasi pengecekan kabel yang mengalami gangguan apakah ada onderdilnya.
“Sudah dicek dan ternyata mereka ada. Hanya pada saat pemasangan kan hujan deras. Mereka utamakan safety keselamatan karyawan. Pemasangan harus hati-hati gak seperti pada cuaca normal, kalau hujan lama pengerjaannya. Yang jelas kompensasi menunggu investigasi. Apakah ini human error, kesalahan teknis atau disebabkan karena gangguan alam,” pungkasnya. (*)