

TARAKAN – Permasalahan limbah PT Phoenix Resources International (PRI) kembali menjadi sorotan dalam rapat yang melibatkan anggota DPRD dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), PUPR, Camat, Lurah, dan BPN.



Anggota Komisi III DPRD Kota Tarakan, Asrin R Saleh, mendesak DLH untuk lebih transparan dan memberikan kepastian terkait sanksi yang telah diterima perusahaan serta meminta akses terhadap dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Asrin Saleh menyoroti bahwa PT PRI telah dikenakan sanksi administratif dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena terbukti membuang air limbah ke laut melebihi baku mutu pada periode uji coba (commissioning). Namun, hingga saat ini, DPRD mengaku belum mendapat kejelasan pasti mengenai bentuk sanksi yang diberikan kepada perusahaan.


“Kami sudah beberapa kali rapat membahas persoalan limbah yang PT PRI timbulkan. Beberapa bulan yang lalu, tepatnya pada tanggal 15 September, kami juga membahas persoalan ini,” ujar Asrin Saleh.



Asrin menekankan pentingnya informasi mengenai sanksi tersebut untuk ditindaklanjuti. “Sampai saat ini kami belum mendapat kepastian. Kami meminta sanksi apa yang diberikan [KLHK] kepada PT PRI ini,” tegasnya.



Ia juga menambahkan bahwa meskipun laporan terbaru menyebutkan kualitas limbah sudah di bawah baku mutu, perlu ada pengawasan ketat.


Selain sanksi, DPRD juga mendesak agar dokumen Amdal PT PRI diserahkan kepada dewan. Hal ini bertujuan agar anggota dewan dapat mempelajari perencanaan pembangunan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan perusahaan secara komprehensif. Asrin mengkhawatirkan, meskipun secara administrasi dan prosedur, PT PRI tampak telah memenuhi syarat, fakta di lapangan sering kali menimbulkan masalah.
“Karena selama ini, kita berbicara di ruang rapat, selalu berbicara teori. Berdasarkan teori, PT PRI sudah sesuai prosedur mengajukan Amdal maupun perizinan yang berlaku saat ini. Tetapi, fakta yang di lapangan itu sering timbul masalah,” kata Asrin.
Dampak limbah ini dikhawatirkan tidak hanya mengenai kebun milik petani, tetapi juga berpotensi merugikan petani tambak, budidaya laut, dan masyarakat pesisir lainnya. (Sha)

