Tunggu Hasil Judicial Review dari Mahkama Agung
TARAKAN – Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimatan Utara telah ditetapkan dan mengalami kenaikan sebesar 7,79 %. Penetapan kenaikan UMP ini mengacu pada permenaker nomor 18 tahun 2022 terkait penyesuaian nilai upah minimum pada 2023 bagi setiap provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Tanah Air tidak akan melebihi 10%.
Ketua DPP Apindo Kaltara Peter Setiawan buka suara mengenai hal tersebut. Ia menegaskan telah bersurat ke Gubernur Kaltara terkait penolakan dan pemberlakukan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022.
“Saat ini kami menunggu Judicial Review yang diajukan oleh Apindo pusat ke Mahkama Agung,” ungkapnya.
Setelah pengajuan Judicial Review dari MK sudah rampung, maka pihaknya akan bersurat lagi ke gubernur untuk menunda penerapan hasil keputusan UMP tahun 2023 yang telah ditetapkan.
Baca juga: https://facesia.com/gelar-lomba-menggambar-dengan-tema-berbagi-sip-sambut-anniversary-kedua/
“Dari hasil Judicial Review ini kami menunggu hasilnya. Jika memang kita kalah digugatan maka akan ikuti apa yang telah diputuskan oleh gubernur,” ujarnya.
Peter menegaskan, langkah yang diambil oleh Apindo saat ini tidak mempermasalahkan berapa nominal kenaikan upah. Namun lebih fokus ke regulasi yang digunakan dalam penetapan UMP.
“Ini mengenai regulasi. Apakah permenaker ini lebih tinggi dari PP,” ungkapnya.
Ia menuturkan, saat ini UMP sudah diputuskan untuk Kaltara sebesar 7,79 %, sementara untuk Kota Tarakan belum ada keputusan. Rencananya, akan dilakukan pembahasan pada Selasa (29/11/2022) mendatang.
Dengan kenaikan UMP sebesar 7,79 %, Peter menilai ini sangat berat bagi para pengusaha dengan melihat kondisi ekonomi saat ini. Untuk itu, pihaknya menekankan untuk mengikuti perhitungan dengan acuan PP nomor 36 tahun 2021.
“Untuk idealnya UMP dan UMK dengan menggunakan PP nomor 36 itu kenaikan sekitar 4 persen,” kata Peter.
Sebelumnya, pihaknya akan mengajukan besaran kenaikan UMP dan UMK sebesar 4 % namun muncul permenaker sehingga pembahasan ini ditunda.
“Kalau di Kaltim malah sudah disahkan tapi muncul pemenaker ini akhirnya dibatalkan lagi,” jelasnya.
Pengusaha cold storage ini menerangkan, ketika kenaikan UMP sebesar 7,79 % ini dipaksankan akan terjadi gelombang PHK. Kondisi ekonomi saat ini sangat sulit, semua serba susah.
“Dengan adanya keputusan dari kemenaker ini juga lebih berat. Maka kemungkinan gelombang PHK akan muncul,” ungkapnya.
Arif, Wakil Ketua Bidang Organisasi Apindo Kaltara menambahkan, dengan adanya permenaker nomor 18 tahun 2022 menjadi duka bagi para pengusaha. Sebab, prediksi kondisi ekonomi tahun 2023 itu sangat buruk, karena akan terjadi inflasi pangan yang tinggi.
“Presiden juga sudah mengingatkan, bahwa perekonomian pada tahun 2023 agak sedikit buruk. Jadi tidak sejalan dengan adanya permenaker yang ada saat ini. Saat kondisi sedang tidak baik-baik saja, muncul aturan baru yang membuat pusing pengusaha,” kata Arif.
“Jika berbicara hierarki peraturan UU yang ada di Indonesia, kami tidak tahu letak permenaker ini dimana. Kok bisa tiba-tiba keluar pemenaker ini. Untuk itu kami akan melakukan gugatan,” tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sarifudin, Ketua DPK Apindo Bulungan.
“Apapun yang terjadi, saat ini kami hanya menunggu keputusan untuk uji materil. Adapun regulasi yang akan dilakukan di kabupaten kota dengan rekomendasi dari gubernur itu menurut versi mereka,” ujarnya.
Namun, lanjut Sarifudin, ketika regulasi tersebut dipaksakan maka PHK masal tidak dapat dihindari.
“Kami satu komando bahwa DPN mengeluarkan keputusan tentang penolakan dengan dasar regulasi yang tidak sesuai dan bertentangan dengan keputusan yang lebih tinggi. Kekuatan hukumnya galau. Sehingga nanti kedepan pengusahan dari luar akan bingung dengan regulasi yang ada,” ungkapnya.
Perumusan permenaker nomor 18 tahun 2022 ini juga tidak melibatkan dewan pengupahan, tripartite dan lainnya.
“Kami dari Apindo akan tetap melakukan uji materil dalam minggu ini. Apa yang menjadi keputusan gubernur hari ini itu bedasarkan keputusan dari kemendagri hingga ke bawah,” pungkasnya. (sha)