NUNUKAN – Upaya serius Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nunukan dalam menjamin keselamatan warganya terus berlanjut. Melalui kegiatan Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak, anggota legislatif setempat, Gimson, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk membentuk benteng pertahanan bersama di tingkat akar rumput.

Di Balai Desa Payang, Kecamatan Lumbis Ogong, pada Selasa (7/10/2025), Gimson menegaskan bahwa Perda ini adalah payung hukum komprehensif yang menjamin hak dasar perempuan dan anak, mulai dari rasa aman, perlindungan hukum, hingga kesempatan yang setara dalam pembangunan daerah.
“Melalui Perda ini, pemerintah memberikan jaminan perlindungan yang menyeluruh dan berkeadilan. Kita ingin memastikan tidak ada lagi kekerasan, baik di lingkungan keluarga maupun di ruang publik,” ujar Gimson.

Perda Nomor 17 Tahun 2025 menjadi landasan kuat bagi Pemerintah Daerah untuk bergerak aktif. Menurut Gimson, Perda ini mencakup tiga pilar utama: pencegahan, penanganan, dan pemulihan bagi korban kekerasan, sekaligus penindakan tegas terhadap pelaku.

Namun, ia menekankan bahwa kekuatan Perda ini bergantung pada sinergi lintas sektor. Aparat penegak hukum, lembaga pendidikan, tenaga kesehatan, hingga organisasi kemasyarakatan diimbau berkolaborasi melindungi kelompok rentan ini.
“Perlindungan perempuan dan anak adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan kolaborasi lintas sektor agar upaya ini berjalan efektif dan berkelanjutan,” tegasnya.
Lebih dari sekadar perlindungan hukum, Perda ini juga fokus pada aspek pemberdayaan. Peraturan ini bertujuan agar perempuan dan anak mampu berperan sebagai subjek, bukan objek, pembangunan.
“Artinya, perempuan harus diberi ruang untuk berdaya, sementara anak-anak perlu mendapatkan lingkungan tumbuh yang aman dan sehat,” jelas Gimson.
Sebagai dukungan, Pemerintah Daerah diwajibkan menyediakan berbagai sarana pendukung, seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), layanan terpadu, pendampingan hukum, serta rehabilitasi bagi korban kekerasan, demi mempercepat penanganan kasus dan pemulihan korban.
Di akhir sosialisasi, Gimson secara khusus mendorong masyarakat untuk berani melapor jika menemukan atau mengalami tindakan kekerasan. Keberanian melapor, ujarnya, adalah langkah krusial untuk memutus rantai kekerasan dan memastikan korban mendapatkan keadilan.
“Melindungi perempuan dan anak bukan hanya kewajiban hukum, tapi juga panggilan kemanusiaan. Mari kita wujudkan Nunukan yang aman, ramah, dan bebas dari kekerasan,” pungkasnya. (*)