TARAKAN – Tidak hanya melakukan aktivitas pengolahan ubur-ubur saat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) masih dikerjakan, CV Mitra Nelayan Abadi (MNA) juga kabarnya diduga membuang limbah olahan mereka ke laut. Hal itu terpantau dari video yang didapatkan facesia.com dalam investigasi belum lama ini.

Di dalam video yang diambil pada pukul 10.00 Wita, 5 Januari 2021 lalu itu, laut di pesisir Tanjung Pasir dipenuhi dengan buih yang diduga limbah. Tak jauh dari lokasi buih, berdiri gudang CV MNA. Setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata ada video lainnya yang lebih dulu diambil masyarakat, yakni pada 24 Desember 2020.
Sejauh ini, ada 7 video berbeda didapatkan tim facesia.com, yakni 6 video dugaan CV MNA membuang limbah dan 1 video aktivitas bongkar muat CV MNA pada malam hari. Isi video tersebut bahkan tak dibantah oleh masyarakat meski diperlihatkan secara acak.

Melihat video tersebut, Ketua Tim Penelitian Identifikasi Bakteri Pada Ubur-Ubur CV MNA, Dr Azis SPi MSi pun angkat bicara. Dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Borneo Tarakan (UBT) ini menegaskan, perusahaan yang berdampingan dengan PT SKA tersebut seharusnya tak beroperasi sebelum IPAL dan syarat lain yang dibebankan kepada mereka selesai. Sebab, selama ini CV MNA telah melanggar aturan sehingga dikeluarkan Keputusan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Utara nomor 660/K.P.001/2020 tentang Penerapan Sanksi Administratif Berupa Paksaan Pemerintah Kepada PT Mitra Nelayan Abadi.

“Padahal awalnya (berdasarkan Keputusan DLH Kaltara) ditutup sementara. Kemudian pertemuan lagi, MNA meminta izin tetap beroperasi tetapi tidak membuang limbah ke laut. Dan apabila membuang limbah ke laut maka akan ditutup permanen,” tegasnya.
Nyatanya, kata Azis, perusahaan ini tetap membuang air yang diduga limbah perusahaan ke laut. “Nah, (jika benar membuang limbah ke laut) ini harus ditutup secara permanen!” tegasnya.
BACA JUGA :
1. CV MNA Bela Diri, Tapi Sadar Ada Kesalahan
2. Disebut Langgar Aturan, Limbah PT MNA Bikin Resah
Dr Azis menceritakan, polemik limbah perusahaan ubur-ubur mencuat ke permukaan berawal dari keresahan masyarakat. Kala itu, masyarakat pembudidaya rumput laut merasa produksi rumput laut mereka menurun yang disebabkan penyakit.
“Masyarakat curiga bahwa ini penyebab dari limbah ubur-ubur yang dibuang oleh CV MNA yang langsung ke laut. Ini kecurigaan,” ungkapnya.
Karena tak mau masalah berlarut dan bikin rugi, masyarakat pembudidaya rumput laut menyusun agenda unjuk rasa. Sasarannya tentu saja CV MNA. “Sehingga saya katakan, demo itu gampang. Tapi alasan mereka demo itu apa? Dijelaskan (oleh warga), sejak CV MNA itu beroperasi, nelayan gagal (panen) terus karena limbah ubur-uburnya itu dibuang ke laut,” beber Dr Azis.
Dari informasi yang didapatkan facesia.com, perusahaan yang fokus mengolah ubur-ubur ini memang berdiri di tepi laut. Ubur-ubur yang didapatkan kemudian diolah, tudung ubur-ubur diambil lalu membuang tentakel dan jeroannya ke laut.
“Kemudian saya katakan, kalau ada hasil analisa pengukuran dari laboratorium yang mengatakan bahwa pencemarannya itu berasal dari CV MNA (limbah ubur-ubur), jika perusahaan tidak tutup maka saya yang pimpin demonya. Tapi, tentu harus kuat dasarnya,” tegas Azis lagi.
BACA JUGA : Dikasih Surat ‘Sakti’, Perusahaan di Tanjung Pasir Masih Cemari Laut
Dalam perjalanannya, kata Azis, unjuk rasa itu tak dilakukan lantaran Azis membawa kasus tersebut ke Gubernur Kaltara untuk diselesaikan. Bahkan, sebelum kasus ini ditangani Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara, masyarakat setempat sudah berkirim surat ke Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tarakan, Dinas Lingkungah Hidup Kota Tarakan hingga Wali Kota Tarakan.
“Kemudian sudah hearing ke DPRD Kota Tarakan. Sudah (juga) berkirim surat ke provinsi, tapi slow respon. Makanya mereka (masyarakat setempat) tidak puas. Akhirnya pada saat itu saya langsung menghubungi bapak gubernur,” bebernya.
Hasilnya, Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltara meninjau langsung lokasi yang diduga sebagai tempat pembuangan limbah. Benar, di sana tak ada IPAL.
“Pertemuan berikutnya dilakukan pertemuan dimediasi setelah keluarnya surat penghentian sementara. Tapi perusahaan masih beroperasi. Sehingga dilakukan pertemuan kedua pada saat itu,” jelasnya.
Dari pertemuan kedua didapatkan kesepakatan, pihak perusahaan berjanji untuk tidak membuang limbah lagi ke perairan secara langsung dan segera membuat IPAL. “Jadi saya bilang, kalau Lisda (DLH Kaltara) ini mengukur logam berat dan lain-lain sebagainya maka kecil kemungkinan itu (jadi penyebab rusaknya habitat di sekitarnya). Yang kemungkinan terbesar adalah, limbah ubur-ubur yang dibuang CV MNA ini sebagai media tumbuhnya bakteri,” jelasnya.
Yang harus diukur, jelas Doktor Ilmu Akuakultur jebolan Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2016, ada tidaknya kesamaan antara jenis bakteri yang ada di limbah ubur-ubur, di air dan di rumput laut. Kata dia, harus ada tiga objek identifikasi, baik korelasinya atau kesamaan jenis bakterinya.
“Kalau ada kesamaan jenis bakterinya bisa diambil kesimpulan bahwa ubur-ubur ini sebagai media berkembangnya bakteri. Bakteri yang awalnya ada di ubur-ubur, kemudian pindah ke rumput laut. Karena adanya limbah ubur-ubur sehingga proses penularannya dapat terjadi ke rumput laut,” papar pria yang dipercaya oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kaltara untuk melakukan penelitian.
Berbeda dengan DKP Kaltara, DLH Kaltara mengambil keputusan menghentikan sementara aktivitas usaha di CV MNA lantaran IPAL perusahaan tersebut yang tidak ada. “Sedangkan temuan saya sudah disampaikan langsung ke Dinas Perikanan Provinsi. Selanjutnya, dilakukan pertemuan dan saya akan lakukan persentase. Ini masih menunggu scheedule-nya,” tuturnya. (*)
Kronologis Pencemaran Lingkungan yang Dilakukan CV MNA
12 Juli 2020
Warga atau nelayan melakukan rapat dan mengeluhkan limbah industri yang dibuang langsung ke laut diduga milik CV MNA.
24 Agustus 2020
Warga atau nelayan Tanjung Pasir dan Pantai Amal resah dan meminta DLH Kaltara melakukan pengawasan dan pengecekan pembuangan limbah ke laut milik CV. MNA.
3 September 2020
Berdasarkan berita acara verifikasi pengaduan ditemukan pelanggaran di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, izin lingkungan, serta izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
12 September 2020
Sucofindo menerima sampel analisis air dalam botol plastik dari CV MNA. Kemudian tanggal 22 September 2020 mengeluarkan laporan analisis sampel air CV MNA.
17 September 2020
DLH Kaltara memberikan sanksi administratif berupa paksaan kepada CV MNA untuk menghentikan sementara operasi produksi hingga telah terpenuhinya persayaratan.
21 September 2020
Direktur CV MNA Erwin Sumitro membuat surat pernyataan kesanggupan untuk menyelesaikan IPAL beserta pengurusan izin.
2 Oktober 2020
Mediasi dan verifikasi atas pelaporan pengaduan dugaan pencemaran lingkungan di Kantor CV MNA.
25 November 2020
Berdasarkan hasil investigasi media ini : CV MNA diduga masih melakukan aktivitas pengangkutan sejumlah boks ke kapal di lokasi pengolahan.
5 Januari 2021
Kembali terjadi pencemaran air yang diduga limbah ubur-ubur dari aktivitas produksi CV MNA. Pencemaran ini dibuktikan dengan sejumlah video dan foto.
7 Januari 2021
CV MNA mengeluarkan laporan kinerja pembuatan IPAL. Di dalam laporan tersebut, terpantau foto IPAL yang belum selesai. (*)
Dihimpun dari berbagai sumber