TARAKAN – Kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di kantor KSOP Kelas III Tarakan terus berlanjut. Setelah IS ditetapkan tersangka, kini Polda Kaltara melakukan pemeriksaan terhadap 50 agen kapal.

“Mulai Selasa hingga Jumat besok kami marathon periksa 50 agen kapal. Kemudian, ada juga beberapa staff KSOP,” kata Kombes Pol Hendy F Kurniawan, Direskrimsus Polda Kaltara.

Hendy menegaskan, IS dijerat dengan pasal gratifikasi dan pemerasan. hal ini dikarenakan adanya laporan dari agen kapal terkait dugaan pemaksaan untuk memberikan sejumlah uang dalam penerbitan warta kedatangan dan surat persetujuan berlayar.

“Jadi mereka harus memberikan sejumlah uang dulu baru diterbitkan. Ini yang membuat pengusaha angkutan jasa kapal ini resah,” ungkapnya.
Sebab, lanjut Hendy, jika ada pungutan pada jasa angkutan kapal maka akan menambah cost sendiri. Efek domino yang ditimbulkan adalah kenaikan inflasi di Kaltara.
“Sebab pungutan ini dibebankan kepada masyarakat sebagai end user sebagai penikmat barang tersebut,” bebernya.
Diketahui, IS meminta sejumlah uang kepada agen kapal sesuai dengan jumlah muatan. Kisaran tarif yang ditarik IS diangka Rp 40 – Rp 120 juta.
“Salah satu contohnya, kapal yang memuat tiang pancang dari perusahaan BUMN diminta Rp 200 juta. Akhirnya kita lakukan pemantauan dan penindakan,” jelasnya.
Hendy juga menerangkan, saat OTT di kantor KSOP, ditemukan 3 amplop yang berisi uang sekitar Rp 35 juta. Bukan hanya itu, saat penggeledahan juga ditemukan lagi sejumlah uang dan jam tangan mewah.
“Untuk jam masih kami cek terkait merk dan keasliannya,” ujarnya.
“Kami melakukan penggeledahan dengan cepat dengan tujuan tidak menggangu pelayanan terkait penerbitan warta kedatangan dan warta keberangkatan,” lanjutnya.
IS juga dinilai cukup kooperatif saat dilakukan penggeledahan dengan tidak menghilangkan barang bukti. Untuk mempersingkat waktu, tim dari Polda dibagi di beberapa lokasi. Saat ini, IS juga sudah ditahan hingga 20 hari kedepan di rumah tahanan Polda Kaltara.
Direskrimsus Polda Kaltara ini menjelaskan, IS dalam menjalankan aksinya, setiap ada kapal yang masuk atau sandar dan mengajukan SPB, pengusaha kapal akan membayar sesuai PNBP melalui agen.
“Kemudian mereka dipanggil untuk menghadap IS dan dimintai sejumlah uang. Jika tidak dibayar maka tidak diterbitkan SPB nya. Rata-rata pengusaha ini jika tidak mengikuti akan dikenakan demurrage (batas waktu di pelabuhan) maka ini akan menjadi beban sendiri. Maka mereka mau tidak mau mengikuti kemauan IS,” pungkasnya. (Sha)