TARAKAN – Usai melakukan kunjungan ke KIHI di Tanah Kuning, Presiden RI Joko Widodo kembali bertolak ke Kota Tarakan sekira pukul 13.30 WITA, Selasa (28/2/2023) siang.

Sesuai agenda, Presiden rencananya akan melakukan kunjungan di Pasar Tenguyun dan Kampung Nelayan di Tanjung Pasir tepatnya RT 21.
Sejak Senin (27/2/2023) malam sampai pagi tadi pantauan di lapangan, kondisi akses jalan yang disiapkan bagi rombongan RI 1 mencapai 100 persen persiapannya.

Kedatangan Presiden RI Joko Widodo, selain dalam rangka melakukan peletakan batu pertama pembangunan PLTA Mentarang Malinau, juga dijadwalkan menyempatkan diri ke Kampung Nelayan.
Baca juga: https://facesia.com/bocah-14-tahun-jatuh-ke-laut-prajurit-tni-al-sigap-lakukan-evakuasi/
Dipilihnya lokasi ini mengingat di wilayah Tanjung Pasir, termasuk pesisir Pantai Amal sampai Binalatung mayoritas sebagai nelayan tangkap dan nelayan pembudidaya baik rumput laut, ikan, udang dan lobster.
Nantinya saat Presiden RI Joko Widodo tiba di lokasi Kampung Nelayan, diagendakan akan melakukan dialog mendengarkan keluhan, aspirasi masyrakat nelayan di wilayah tersebut.
Asrin R Saleh, Ketua RT 21 memaparkan, rencananya Presiden RI akan berkunjung di kawasan penjemuran rumput laut dan ada sekitar 26 orang perwakilan warga Tanjung Pasir akan menyampaikan aspirasinya dari Kampung Nelayan.
“Sudah ada dilaksanakan swab kemarin. Estimasi nanti kegiatan 1,5 jam kalau tidak berubah jadwalnya. Kemarin dari Pangdam juga sudah datang ke lokasi dan kami damping. Alhamdulillah juga kerja sama warga di sini jembatan yang dilalui layak walaupun sementara dan terbatas kapasitas mungkin 70-an orang,” bebernya.
Ia menjelaskan, kemarin memang ada permintaan dari Presiden RI, ingin melihat langsung aktivitas nelayan dan juga para ibu-ibu pabbettang atau mereka yang bekerja sebagai buruh pengikat rumput laut termasuk mendengarkan aspirasi nelayan.
Ia melanjutkan memang kondisinya juga akan ada pembatasan orang masuk karena akses masuk sempit sehingga masyarakat nanti bisa menunggu kedatangan di sepanjang jalan atau dari atas lokasi penjemuran.
“Kami lihat antusias masyarakat hampir semua penduduknya akan keluar ini menonton. Kami pastikan lagi masuk di lokasi untuk dialog dengan perwakilan, mereka tidak bisa masuk. Jadi bisa berjejer di pinggir jalan atau berdiri di atas jemuran mereka,” urainya.
Baca juga: https://facesia.com/pangdam-vi-mulawarman-pastikan-kesiapan-pengamanan/
Kembali membahas beberapa hal akan disampaikan pihaknya mewakili nelayan karena di lokasi itu ada nelayan budidaya rumput laut, nelayan pemukat rumput laut, nelayan penangkap ikan, udang dan lobster diharapakan ada bantuan alat tangkap untuk para nelayan.
Kemudian yang kedua, kedatangan Presiden RI diharapkan bisa menunjang hasil panen difasilitasi dengan infrastruktur yang baik sehingga mereka bisa melalui jalan dengan aman. “Mereka tidak khawatir lalui jalan tersebut. Sementara ini kan jembatan terpasang papan dipungut dari laut, hasil swadaya mereka, maunya dibuatkan fasilitas lebih memadai sehingga mereka bisa angkut hasil tangkapan tidak dengan kekhwatiran,” ujarnya.
Dari sisi pendidikan berbanding dengan pertumbuhan penduduk diharapkan ada pembangunan sekolah lagi. Saat ini memang sudah ada SDN 047 dibangun dan sudah digunakan juga layak. Namun diharapkan ada tambahan pembangunan sekolah lagi mengingat daya tampung yang ada.
“Sementara ini SDN 047 ada dua shift masuk siang dan pagi. Dengan adanya Kampung Nelayan, pertumbuhan pesat, butuh pendidikan yang bisa dijangkau. Kalau ditanya butuh SMP kami juga butuh, tapi kami tidak mau muluk-muluk, jalan dululah, agar petani dan nelayan nyaman melewati jalan,” paparnya.
Kemudian selanjutnya, di RT 21 selama ini diakuinya tidak tersentuh bantuan dari pemerintah. Ia berharap kedatangan Presiden RI bisa memberikan bantuan tunai atau melalui program. “Kami paham, program tidak merata belum menyentuh semua. Kami harapkan dari Kampung Nelayan bisa terakomodir. Mereka sudah ada bentuk kelompok,” bebernya.
Kemudian selanjutnya, besar harapan para nelayan tangkap khususnya mereka para pemukat rumput laut untuk dilegalkan dari sisi alat tangkap.
“Mereka tidak tersentuh bantuan karena alat tangkap mereka tidak legal, walaupun tidak dilarang, sudah beberapa kali menguru dengan kelompok pemukat pancang biasa disebut, jarring penangkap rumput laut, belum ada UU untuk mengesahkan atau melegalkan alat tangkap itu, itu harapan kami angkat nanti,” terangnya.
Dari sisi harga rumput laut lanjutnya, sejauh ini masih stabil. Kemarin harga di kisaran Rp 33 ribu per kg dan saat ini mencapai Rp 30 ribu untuk kategori rumput laut kering menyesuaikan harga yang tidak stabil.
Ia mewakili pembudidaya, diharapkan tidak dikuasai tengkulak agar bisa bersaing dengan harga yang lebih menjanjikan alias lebih sehat. Sehingga ia berharap dibangunkan pabrik rumput laut menghasilkan PAD Tarakan.
Selama ini pekerja rumput laut menjual ke tengkulak alias pengumpul dan para nelayan mayoritas bergantung dengan tengkulak. Diakuinya saat ini mengandalkan ke pengumpul.
“Jika dibangun satu pabrik, melihat potensi rumput laut, apalagi di Pantai Amal, di Tanjung Pasir, bisa menyerap PAD, dan bersaing harga jualnya. Dibandingkan harga diberikan ke pengumpul dan dijual ke pabrik pasti beda harganya. Kalau ke pabrik bisa dapat harga lebih mahal sedikit, tapi kami paham para nelayan di Kampung Nelayan masing-masing sudah punya bos,” urainya.
Berbicara produksi rumput laut sendiri di Tanjung Pasir, mencapai 250 ton secara global. Itu tercatat dari sekitar 60-70 nelayan pukat pancang. Kemudian nelayan pembudidaya diperkirakan mencapai 50 orang. Ia menjelaskan nelayan pukat pancang sendiri mereka memukat hasil rumput laut dari proses budi daya yang rontok karena kondisi gelombang dan angin kencang. Kemudian budidaya, mereka yang membudidaya dari bibit dengan ukuran kecil sampai masa panen.
“Kalau pukat pancang, hasil yang jatuh terbawa gelombang, jatuh dari pondasi budidaya. Perbandingannya setahu saya di sini, lebih banyak nelayan pemukat pancang dari pembudidaya. In ikan kami lihat di Amal banyak pembudi daya, kemungkinan yang rontok hasil dari pembudi daya di Pantai Amal sana, terbawa gelombang dan sampai lokasi nelayan tangkap,” ujarnya.
Ia melanjutkan, itu tidak menjadi persoalan sepanjang tidak menggangu kawasan pembudi daya atau pun jangan sampai mencuri milik pembudidaya yang tergantung dalam tali.
Selanjutnya berbicara nelayan tangkap lainnya yakni ada nelayan pemukat bawal, udah dan lobster dan ada juga pemukat gondrong yang menangkap udang jenis bintik.
Dari pemukat tangkap ikan mengharapkan hal sama, ada bantuan alat tangkap, bantuan fasilitas perahu, mesin agar bisa meningkatkan usaha mereka karena selama ini bergantung dari pemodal. “Ketika dapat bantuan maka penghasilan lebih tidak bergantung sama bos,” ungkapnya.
Selain Asrin R Saleh, juga ada perwakilan dari RT 17 Kelurahan Mamburungan, adalah Udin Samsul Rijal Ketua RT 17 turut menyampaikan bagaimana selama ini pendapatan masyarakat di wilayahnya ditopang oleh pekerjaan sebagai nelayan.
Di wilayahnya untuk nelayan tangkap ada yang berfokus pada nelayan tangkap ikan bawal, nelayan tangkap lobster, nelayan tangkap rawai ikan.
Sistem perhitungan pendapatan sendiri dihitung per satu air alias sekali melaut. Rata-rata per satu air, di Tanjung Pasir mencapai 200 kg sampai 250 kg untuk jenis lobster yang bisa ditangkap dengan harga jual jenis Pakistan dan jenis Bambo berwarna mirip bambu mencapai Rp 370 ribu sampai Rp 400 ribu per kg dan jenis lobster Mutiara di kisaran Rp 600 ribu sampai Rp 650 ribu per kg.
Kemudian untuk jenis ikan bawal per satu bulannya bisa ditangkap 4 ton bahkan bisa tembus 5 ton dengan harga jual Rp 170 ribu per kg-nya.
Lalu ada juga nelayan tangkap udang laut diperkirakan 1 ton karena ada udang laut dengan cara tangkap gondrong atau pukat net dan pukat hela. Untuk hela mencapai 2,5 ton sampai 3 ton. Untuk harga sendiri jenis udang big tiger laut Rp110 ribu per kg dan udang jenis merah laut Rp 90 ribu per kg.
Tangkapan lainnya seperti ikan merah, dengan sistem pancing rawai diperkirakan mencapai 2 ton per bulannya dan dijual di pembelian yang ada di Tanjung Pasir.
“Untuk pukat kurau estimasi kami belum bisa prediksi kadang turun kadang tidak ke laut. Yang jelas ikan merah di angka 1,5 ton dan 2 ton dengan harga jual Rp 60 ribu sampai Rp 65 ribu per kg,” ujarnya. (sha)