LAPORAN : MUAKBAR
STATUS kewarganegaraan ganda anggota DPRD Nunukan, Haji Danni Iskandar masih ramai diperbincangkan. Umumnya, publik heran mengapa pria yang juga mantan Ketua DPRD Nunukan periode 2014-2019 belum memberikan klarifikasinya. Media ini bahkan sudah berusaha menghubunginya tapi tak kunjung mendapat jawaban.
Berdasarkan penelusuran media ini, data status dwikerwarganegaraan Haji Danni Iskandar bisa dilihat di lembar borang K (formulir K) yang beredar di media sosial belakangan ini. Formulir Akuan Pelepashakan Kewarganegaraan Malaysia itu dikeluarkan oleh Jabatan Pendaftaran Negara (JPN) Daerah Tawau dengan nomor daftar 0000198678. Formulir itu disahkan atas dasar kad Pengenal Malaysia, Danny Iskandar dengan nomor 7807-17-12-6007-01.
Pernyataan itu dibuat dan ditandatangani oleh Danny Iskandar Bin A Djafar di Tawau, Sabah, pada 01 Oktober 2018. Di dalam borang K dan lampiran Perlembagaan Persekutuan milik kerajaan Malaysia disebutkan, Danny Iskandar beralamat No. 11331, Taman Kuhara Indah, Jalan Kuhara, 91000, Tawau, Sabah.
Ada perbedaan penulisan dalam nama yang ditulis di kad pengenal Haji Danni Iskandar. Jika di Indonesia Haji Danni Iskandar diikuti nama Bin Sahabu, di kad pengenalan atau ‘KTP Malaysia’ Haji Danni Iskandar tertulis Danny Iskandar bin A. Djafar. Penggunaan Bin pada setiap nama, umumnya adalah nama ayah kandung.
Perbedaan selanjutnya adalah tulisan huruf ‘y’ pada nama Danni yang selama ini publik ketahui berakhiran huruf ‘i’. Tak sampai di situ kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan media ini. Dalam dokumen borang K, pada butir ke-3 yang tertulis tempat dikeluarkannya dokumen tersebut adalah JPN Daerah Tawau justru mendapat coretan lalu diganti Petaling Jaya yang beralamat di Selangor.
Media ini kemudian mencoba menelusuri dokumen yang ada, termasuk coretan JPN Daerah Tawau yang terdapat di dokumen borang K. Salah seorang sumber berkewarganegaraan Malaysia di Kuala Lumpur menyatakan, kad pengenal milik Danny Iskandar merupakan kartu identitas jenis lama yang dikeluarkan pihak kerajaan Malaysia.
“Borang ini (formulir Akuan Pelepashakan Kewarganegaraan Malaysia) logonya memang nampak asli punya Kerajaan Malaysia. JPN Daerah Tawau, tapi boleh pula ditukar pakai pen JPN Petaling Jaya. Jauh betul pertukaran tuh. Sebetulnya dibuat di Tawau atau Kuala Lumpur?” jelas sumber yang tidak ingin disebutkan identitasnya.
Tidak sampai disitu, media ini kemudian melakulan penelusuran verifikasi model kad pengenal Malaysia atas nama Danny Iskandar dengan kad pengenal lainnya. Setelah dilakukan pencocokan, kedua kad pengenal tersebut memang terlihat sangat mirip.
“Iya my kad lama macam ini. Iya sama (perbandingan model kad pengenal). Selepas renew (diperbaharui), mykad yang lama pihak kerajaan ambil,” terangnya.
Baca Juga :
Berkewarganegaraan Ganda, Keputusan dan Kebijakan HDI Dinilai Cacat Hukum
Ada Pejabat di Kaltara Berkewarganegaraan Ganda, Bisa Pimpin Lembaga Negara, Siapa Dia?
DANNI ISKANDAR TERANCAM PIDANA?
KASUS dwi kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda yang diduga dimiliki H Danni Iskandar ternyata turut mengundang perhatian Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Prof Suparji Achmad. Kata dia, jika ingin menyelisik status dwi kewarganegaraan Danni Iskandar hingga menduduki kursi pimpinan Ketua DPRD Nunukan patut pula dikaji lebih mendalam sisi hukum. Pasalnya, selama ini Negara Indonesia secara prinsip tidak mengenal adanya dwi kewarganegaraan.
“Pertama, kita (Negara Indonesia) tidak mengenal Dwi kewarganegaraan, maka harus dicek dulu,” tegasnya.
Selanjutnya, kata Suparji, jika Danni Islandar benar memiliki status kewarganegaraan ganda dan mencalonkan diri sebagai pejabat negara tentu tidak sesuai regulasi yang tertuang dalam undang-undang. Sebab, untuk menduduki jabatan sebagai pejabat negara diwajibkan berstatus Warga Negara Indonesia (WNI), bukan Warga Negara Asing (WNA).
“Kedua, tentang syarat pencalonan itu harus Warga Negara Indonesia. Dengan begitu dia tidak memiliki syarat formal untuk menjadi anggota DPRD waktu itu (Pileg 2014, Red),” paparnya.
Dia kemudian mempertanyakan, apakah yang bersangkutan secara terbuka telah menyebutkan diri berstatus dwi kewarganegaraan atau tidak? Ditegaskannya, bila yang bersangkutan telah mencantumkan status kewarganegaraan gandanya, namun tetap diloloskan oleh penyelenggara maka sikap penyelenggara dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu dipertanyakan.
“Apakah dia sudah terbuka WNI dan WNA? Kemudian apakah dia tidak mencantumkan WNI dan WNA? Kalau itu sudah dicantumkan berarti KPU-nya yang salah,” kata Suparji.
Namun, bila yang bersangkutan tidak membuka status kewarganegaraan asing yang dimilikinya saat mencalonkan diri, tentu akan berdampak dan harus dipertanggungjawabkan dihadapan hukum. “Jika dia menutupi itu (status kewarganegaraan Malaysia) namanya pemalsuan. Memasukkan data palsu di dalam pencalonan itu kan kena pasal 263 KUHP. Itu ada konsekuensi pidananya,” pungkasnya. (*)
Apakah masih ada bukti lain yang akan terungkap? Tunggu laporan investigasi selanjutnya.