LAPORAN : MUAKBAR
ANDA masih ingat kasus dwi kewarganegaraan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) Archandra Tahar? Ya, pria kelahiran 10 Oktober 49 tahun silam itu dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Menteri ESDM pada 27 Juli 2016 menggantikan Sudirman Said yang dicopot dari jabatannya. Namun, saat usia jabatannya berumur sebulan, dia dicopot dari kursi menteri lantaran memiliki dokumen kewarganegaraan ganda.
Di kasus lain, seorang pelajar SMA di Depok, Jawa Barat, bernama Gloria Natapradja Hamel yang lolos seleksi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) dalam Upacara Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2016 di Istana Merdeka juga bernasib sama. Gloria harus menelan pil pahit setelah ketahuan memiliki kewarganegaraan ganda. Gloria tercatat memiliki paspor Prancis, seperti ayahnya, walaupun ibu Gloria adalah seorang Warga Negara Indonesia (WNI).
Ternyata, kasus dokumen kewarganegaraan ganda tidak hanya terpantau di tingkat pusat. Di tingkat daerah, seperti Kalimantan Utara (Kaltara), isu serupa juga ramai diperbincangkan belakangan ini. Isu tersebut bahkan dikuliti dan menuai perdebatan panjang di media sosial hingga diskusi panas di warung kopi. Terpantau pula dokumen penting sebagai bukti oknum pejabat tersebut berkewarganegaraan ganda juga beredar di media sosial.
Namun, berbeda dengan Archandra Tahar dan nasib si cantik Gloria Natapradja Hamel yang jabatan dan tugasnya langsung dicabut lantaran dokumen kewarganegaraannya bertentangan dengan aturan. Oknum pejabat di Kaltara itu justru terlihat santai hingga masa tugasnya habis. Sejumlah pihak menilai, oknum pejabat tersebut mampu menutupi identitas kewarganegaraan gandanya kepada publik. Sehingga, tak heran bila kasus ini tak banyak yang tahu.
Meski ketiga kasus tersebut berbeda, namun tetap terkait dengan isu kewarganegaraan ganda. Undang-undang nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, pada prinsipnya tidak mengenal adanya kewarganegaraan ganda. Dengan adanya kabar oknum pejabat di Kaltara berstatus dwi kewarganegaraan saat menjadi pejabat negara, media ini mencoba mencari kebenarannya dengan melakukan penelusuran ke Kabupaten Nunukan, Rabu (5/8/2020).
Akhirnya terungkap, pemegang identitas dwi kewarganegaraan tersebut ternyata baru melepaskan status kewarganegaraan Malaysia dengan mendatangi pejabat Malaysia, 1 Oktober 2018. Pejabat itu adalah mantan Ketua DPRD Nunukan, H Danni Iskandar. Pria yang sekarang menjadi Anggota DPRD Nunukan itu, sebelumnya –masa bakti 2014-2019– adalah Ketua DPRD Nunukan.
Artinya, dwi kewarganegaraan H Danni Iskandar, yakni Malaysia-Indonesia, masih melekat saat mendaftar di KPU sebagai Calon Anggota Legislatif (Caleg) hingga terpilih sebagai Ketua DPRD Nunukan. Bagaimana mungkin yang bersangkutan duduk di kursi pimpinan DPRD Nunukan dengan status dwi kewarganegaraan? Bagaimana dengan kebijakan-kebijakan yang sudah diketuknya? Simak laporan investigasi selanjutnya. (*)