Dolorosa Sinaga, Penulis
BERSANDAR pada riset bertahun-tahun, fokus pada kiprah sang seniman sebagai pematung, buku Dolorosa Sinaga: Tubuh, Bentuk, Substansi membahasnya dalam buku ini yang terdiri dari lima bagian. Bagian Pertama, Pengantar Umum menyajikan kolaborasi dua artikel yang memandu pembaca dalam menjelajahi “rimba” visual, tekstual, dan intelektual di jantung buku ini.
Dalam artikel pertama, “Kata Pengantar”, pematung Dolorosa Sinaga—selaku impresario bagi dan tokoh kajian dalam “selamatan” budaya ini—menuturkan mengapa dan bagaimana produksi buku ini bermula, berkembang dan berbuah. Lalu, dalam artikel kedua, “Cerita-Cerita yang Melampaui Raga: Perihal Katalog, Galeri, Ragam Pandang dan Biografi,” seraya membedah muatan dan arsitektur kitab ini. Sejarawan seni Alexander Supartono membentangkan pokok-pokok bahasan yang menjadi sasaran investigasi dan strategi yang dipakai untuk membongkarnya.
Bagian kedua, Biografi, menghidangkan “Hidup, Seni dan Politik Dolorosa Sinaga”. Dalam esai panjang bergenre sejarah intelektual ini, sejarawan Sony Karsono menelaah tarik-tambang dialektis antara perjalanan hidup Dolorosa dan transformasi kota dan negeri tempat ia berkarya. Analisis ini membekali pembaca dengan konteks dinamis untuk menikmati perjalanan visual dan tekstual dalam kitab ini: dari flânerie di galeri patung, ke kontemplasi dalam kumpulan esai personal and interpretif tentang sang pematung dan karyanya, sampai—puncaknya—tatap muka dengan katalog karya Dolorosa Sinaga.
Baca juga : https://facesia.com/dolorosa-sinaga-tubuh-bentuk-substansi/
Bagian ketiga, Galeri, memamerkan patung-patung representatif Dolorosa Sinaga, yang ditata secara tematik dan semi-kronologis. Sebagai kristalisasi dari karir kokoh yang bergejolak subur lebih dari 40 tahun. Patung-patung dalam Galeri ini adalah saksi tonggak-tonggak perjalanan kreatif Dolorosa sebagai seniman perempuan Batak-Indonesia. Sejak debutnya pada dekade 1970-an di LPKJ (kini Institut Kesenian Jakarta, IKJ) tempat ia memelajari varian Indonesia dari seni patung warisan Henry Moore; ke awal dekade 1980-an di St. Martin’s School of Art (kini Central Saint Martins) di London, ia digembleng dalam tradisi “seni patung berbasis tubuh”.
Fase kematangannya (pertengahan dekade 1980-an hingga kini) di Jakarta, dia memperbarui dan memperluas tradisi-tradisi tadi sehingga berhasil menciptakan dan mengoperasikan bahasa kepatungannya sendiri. “Bahasa Dolorosa” itu berperan penting dalam transformasinya menjadi salah seorang pematung Indonesia mutakhir yang secara estetis paling menyihir dan yang secara politis paling berpihak. Dalam Galeri, kita dapat menyaksikan kedalaman, jangkauan, kompleksitas, dan nyali Dolorosa Sinaga dalam perjuangannya menyiasati bahan, tema, gaya, ide, problem teknis, tantangan estetik, dan barbarisme politik.
Bagian keempat, Ragam Pandang, menyajikan 30 esai yang ditulis dalam 18 tahun terakhir ini tentang Dolorosa Sinaga dan patung-patungnya. Para penulis berlatar belakang disipliner beraneka ragam: sejarah dan kritik seni, antropologi budaya, kajian tari, sejarah, kesusastraan, filsafat, fotografi dan studi perkotaan. Sebagian besar “dipanen” dari enam katalog pameran tunggal Dolorosa dari 2001 sampai 2013, esai-esai itu dipilah ke dalam dua gugus yang saling berkelindan.
Gugus pertama, bertajuk Impresi, menghadirkan sebelas refleksi personal tentang Dolorosa dan karya-karyanya; tiga di antaranya adalah pernyataan sang perupa sendiri. Menyandang muatan personal, esai-esai itu bukanlah produk kepatuhan pada prinsip-prinsip apriori, melainkan buah pengalaman intim dalam laku penulisan tentang seni rupa.
Gugus kedua, Interpretasi, berisi 19 pembacaan kontemplatif atas patung-patung Dolorosa berdasarkan perspektif disipliner masing-masing penulis. Mereka semua berupaya menjawab pertanyaan Dolorosa: Apakah kau telah melihat patung dari tubuh? Secara keseluruhan, beragam pandangan ini membuka jendela untuk melihat tebaran jejaring sosial dan intelektual yang hingga kini tiada henti memutar segitiga kreatif antara pematung, karya, dan para penikmat seni.
Sebagai “pusat gravitasi” buku ini, sekaligus sebagai pondasi kearsipan karya-karyanya di kemudian hari, bagian kelima, Katalog, mempersembahkan daftar paling lengkap karya patung Dolorosa Sinaga. Dengan mencakup seluruh rentang karirnya, Katalog mendokumentasikan tak kurang dari 620 patung, dari karya masa muda, Bertolak Belakang (1976), sampai karya terbaru, Penghargaan Tokoh Budaya (2018).
Katalog ini, kita harap, akan memicu letup-letup pemahaman yang tajam, dalam dan brilian atas perjalanan kreatif Dolorosa sebagai salah seorang empu seni patung Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam sejarah pembacaan atas khazanah karya Dolorosa, katalog ini memungkinkan penulisan kajian-kajian berpondasi empiris tentang perubahan dan kesinambungan dalam pergulatan Dolorosa dengan materi, dimensi, teknik, dan metode reproduksi, serta siklus produktivitas, penggalian tema, petualangan estetik dan intelektual, juga keterlibatan moral dan politis. Terbitnya Katalog ini akan mengundang munculnya karya-karya Dolorosa yang luput dari deteksi dalam proses penyusunan buku ini. Itu sebabnya Katalog menjadi langkah awal penyusunan catalogue raisonné Dolorosa Sinaga. (*)