LAPORAN : MUAKBAR
MASIH soal polemik status kewarganegaraan ganda anggota DPRD Nunukan, H Danni Iskandar (HDI) yang hingga saat ini bikin warga Kalimantan Utara (Kaltara) penasaran. Sejak kapan pria yang pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Nunukan itu memiliki dokumen resmi 2 negara?
Sebelumnya, media ini pernah melakukan penelusuran dan verifikasi data status dwi kerwarganegaraan HDI yang bisa dilihat di lembar borang K (formulir K) yang beredar di media sosial. Sejumlah upaya telah dilakukan untuk mencari fakta bahwa HDI memang berkewarganegaraan ganda, yakni Indonesia dan Malaysia. Informasi didapatkan media ini melalui sumber terpercaya, bahkan informasi tersebut disebut sangat akurat kebenarannya.
“Iya, itu betul (Kewarganegaraan Malaysia, Red.). Itu sejak tahun 1991,” ungkap narasumber yang meminta namanya tak disebutkan oleh media ini.
Untuk memastikan informasi itu, media ini melakukan verifikasi dokumen Akuan Pelepashakan kewarganegaraan Malaysia milik HDI Dalam lampiran borang K (formulir K) terdapat dua bagian kertas yang memberikan informasi dokumen warga negara Malaysia politisi Partai Demokrat tersebut. Salah satu dari formulir tersebut tertulis nomor 7646/91/JPN DAERAH TAWAU/09.08.1991. Dari analisis data yang dilakukan, Nomor 7646/91 merupakan nomor sijil yang tercantum dalam formulir K.
Selanjutnya, dalam data tersebut tertulis JPN (Jabatan Pendaftaran Negara) merupakan instansi berwenang mengeluarkan pengakuan warga negara. Dikutip dari laman wikipedia, JPN sendiri adalah Departemen di bawah Kementerian Dalam Negeri Malaysia. Departemen ini bertanggung jawab untuk mencatat peristiwa penting setiap individu seperti informasi tentang kelahiran, kematian, adopsi, pernikahan, dan perceraian. Selain itu, departemen ini juga bertanggung jawab untuk menentukan status kewarganegaraan dan selanjutnya menerbitkan dokumen identitas individu berupa kartu identitas bagi yang berhak.
Nah, sesuai alamat yang tertera di formulir, departemen yang berwenang itu ada di JPN Daerah Tawau yang merupakan daerah asal JPN tempat dikeluarkannya dokumen HDI. Sedangkan, Nomor 09.08.1991 yang juga tertera di dokumen merupakan waktu mulai tercatatnya yang bersangkutan berkewarganegaraan Malaysia, yakni 9 Agustus 1991. Dokumen tersebut dikeluarkan oleh W.P Putrajaya, pada 18 bulan Disember (Desember) 2018.
Baca juga :
Masih Bungkam, Danni Iskandar Langgar Hukum?
Berkewarganegaraan Ganda, Keputusan dan Kebijakan HDI Dinilai Cacat Hukum
Ada Pejabat di Kaltara Berkewarganegaraan Ganda, Bisa Pimpin Lembaga Negara, Siapa Dia?
TERPILIHNYA HDI JADI ANGGOTA DPRD NUNUKAN DINILAI CACAT HUKUM
ATAS status Haji Danni Iskandar (HDI) yang masih berkewarganegaraan ganda memang sempat dibantah oleh sejumlah pihak. Bantahan tersebut juga sekaligus menyikapi kedudukan HDI yang saat itu masih berstatus sebagai Ketua DPRD Nunukan. Namun, oleh pakar hukum pidana, status dwi kewarganegaraan yang dimiliki oleh pejabat negara tentu akan berimplikasi hukum.
Dikonfirmasi facesia.com, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Prof Suparji Achmad menegaskan, HDI seharusnya menyampaikan status kewarganegaraannya sebelum mendaftar sebagai wakil rakyat di tahun 2014. Sehingga, Suparji pun mempertanyakan apakah langkah HDI menuju kursi DPRD Nunukan dilakukan secara terbuka dengan mencantumkan status kewarganegaraan ganda atau tidak. Jika hal tersebut tidak dilakukan secara terbuka, maka harus ada pertanggungjawaban hukum.
“Kalau tidak terbuka, berarti menutup-nutupi. Ada indikasi pemalsuan surat. Pemalsuan identitas. Kan dia isi formulir. Formulir itu surat, dan mesti ada surat pernyataan yang dibuat. Itu tinggal diproses aja jika memang ada buktinya,” tegasnya.
Apakah selama menjabat sebagai Ketua DPRD semua kebijakan dan keputusan yang dikeluarkan cacat hukum? Prof Suparji memastikan, logika sederhananya yang membuat fungsi jabatan HDI cacat hukum adalah sejak awal pendaftaran sudah berdampak secara substansi, yakni tidak sah secara hukum. Selain itu, implikasi yang ditimbulkan sangat luas atas ditandatanganinya dokumen oleh HDI.
“Mungkin yang tanda tangan tidak hanya dia sendiri. Misalnya kita salat, kan harus wudhu dulu. Kalau wudhu saja tidak sah, bagaimana salatnya mau dinilai? Batal demi hukum. Secara keseluruhan bahwa dia memiliki cacat moral, cacat etika, termasuk cacat hukum,” ulasnya.
Untuk menilai kebenaran sebuah produk hukum, dikatakan Suparji, ada 3 hal yang perlu diperhatikan yang sama benarnya karenanya, yaitu subtansi, prosedur dan kewenangan. Bahwa substansinya tidak ada masalah atau tidak cacat, tetapi orang yang membuatnya tidak berwenang tentu akan tidak sah. Atau kemudian, lanjut Suparji, secara substansi yang bersangkutan menang karena terpilih, tetapi prosedurnya tidak terpenuhi karena yang bersangkutan menutupi kewarganegaraan ganda.
“Itu kan menjadi masalah. Kalau kita mau review dari hukum sebelumnya, banyak masalah. Masalah etika, masalah moral, dan masalah hukum,” tuturnya. (*)
Apakah H Danni Iskandar masih berkewarganegaraan Malaysia hingga saat ini? Tunggu laporan investigasi selanjutnya.